Mooner [area]- Sobat fillah, perlu diketahui bahwa, dalam proses tarbiyah untuk mengembalikan kejayaan Islam ini memerlukan waktu yang sangat panjang, bahkan bisa jadi melebihi batas usia kita.
Namun kita tidak perlu khawatir dengan hasilnya karena Allah tidakakan menanyakan hal tersebut. Oleh karena itu Tarbiyah, kalau boleh kita analogikan, ia seperti lari estafet, sehingga kita harus selalu menurunkan ilmu dan amanah ini kegenerasi berikutnya hingga Islam ini jaya.
Walaupun kita mungkin tidak akan sempat untuk dapat menikmati kejayaan itu kelak, setidaknya kita telah tercatat oleh malaikat akan peran kita untuk meninggikan agama Allah ini dan nama kitapun akan dikenal oleh seluruh “penduduk langit”. Amin..
Dan agar kita tidak terjebak dan tertipu dalam perjalanan da’wah ini maka tentunyakita harus pahami tentang tabiat dari da’wah (tarbiyah) itu sendiri:
- Sulit tapi hasilnya paten (Sha’bun- Tsabit)
Berda’wah memang tidak mudah, sebab berda’wah melalui proses tarbiyah ibarat menanam pohon jati, yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara sehingga akarnya tetap kuat menghunjam dan tidak goyah diterpa badai dan angin kencang, olehnya itu jalan tarbawi adalah proses menuju pembentukan pribadi yang paten, atau dengan kata lain memiliki “matanah” (imunitas) baik secara “ma’nawiyah” (moralitas), “fikriyah” (gagasan dan pemikiran) dan “Tandzhimiyah” (struktural).
Ka’ab bin Malik Ra Adalah salah satu contoh dari sebuah kepribadian yang paten, yang dengan kesadaran ma’nawiyah, fikriyah dan tandhimiyahnya, Ia mengakui kelalaiannya tidak turut serta dalam perang Tabuk, dan kemudian iapun dengan ikhlas menerima ‘uqubah (sanksi) yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Bahkan ketika datang utusan dari kerajaan Ghassan yang secara diam-diam menemuinya untuk menyampaikan sepucuk surat dari raja Ghassan yang isinya antara lain suaka politik dan jabatan penting telah tersedia untuknya bila Ia mau eksodus, Ia malah berkata seraya merobek surat tersebut:“Ayyu Mushibatin Hadzihi” (Musibah apa lagi ini..!) Itulah sebuah refleksi dari sikap matanah yang hanya bisa dihasilkan melalui proses tarbiyah yang tidak mudah, melalui jalan da’wah yang terkonsep secara paten, Al-Qur’an menyebutnya dengan “Al-Qaulu Al-Tsabit” [QS.Ibrahim: 27 ].
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang dia kehendaki"
Yang terumuskan di atas konsep yang baik atau “Kalimat Thayyibah” bukan “kalimat khabitsah” [QS.Ibrahim: 25 - 26)
"Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selaluingat".
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun".
TO BE CONTINUE...
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar