Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
9.1.13 | Rabu, Januari 09, 2013 | 0 Comments

KAFILAH ISLAMIYAH (Part: III)

  • Proses yang Panjang tetapi terjaga kemurniannya (Thawil - Ashil)


Da’wah adalah perjalan panjang, perjalan yang dilalui tidak hanya oleh satu generasi, bahkan untuk dapat mencapai target dan sasaran jangka panjangnya membutuhkan beberapa generasi.


Ingatlah ketika Rasulullah SAW mengayunkan palu memecahkan bebatuan besar dan keras di 'parit' Khandaq, ada percikan api keluar dari sela-sela hantaman palu dan batu memercik ke arah timur, lalu beliau mengisyaratkan bahwa umatnya kelak akan dapat menaklukan Romawi (Byzantium). Padahal Romawi baru dapat di Taklukan oleh umat Islam pada masa daulah Utsmaniyah ratusan tahun sesudah beliau sudah wafat.

Coba hitung, udah berapa generasi yang telah telampaui dan berapa panjang perjalanan da’wah yang telah dilalui? Akan tetapi sobat fillah betapapun telah melewati sekian banyak generasi, “Ashalah” tetap terjaga, “Hammasah” tetap terpelihara, Islam yang sampai ke Romawi adalah Islam sebagaimana yang dijalankan oleh generasi pertamanya yaitu Rasulullah SAW dan Para sahabat Radhiallahu ‘anhum waradhuu ’anhu.


Kepribadian yang ashalah adalah keperibadian yang telah teruji dengan panjangngnya mata rantai perjalan da’wah, keperibadian yang hammasah adalah kepribadian yang tak lekang (oleh waktu) di karenakan ‘panas’ ataupun ‘hujan’, sebagai ujian dan cobaan dalam perjalanan da’wah.


Adalah Abu Ayyub Al-Anshari ra, salah seorang sahabat yang Allah SWT berikan kepadanya umur yang panjang, sehingga beliau masih hidup pada masa kekhalifahan Utsman ra, beliau yang saat itu usianya sudah renta, ketika ada seruan jihad maritim, mengarungi lautan menuju perairan Yunani untuk menghadapi pasukan Romawi.

Seruan jihad berkumandang melalui lantunan ayat-ayat Al-Qur’an “Infiruu khifafan wa tsiqaalan” (berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat),
Lalu anak-anaknya berkata kepadanya: “Sudahlah Ayah tak usah ikut berperang, cukuplah kami saja yang masih muda yang mewakili Ayah di medan perang,”

Dengan kecerdasan 'menafsirkan' ayat tersebut dibarengi dengan pembawaan “Hikmatussuyukh Hammasatussyabab”,
Abu Ayyub menjawab, “Tidak bisa, ayat tersebut telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin baik yang tua maupun yang muda, karena ayat tersebut menyebutkan “khifafan” (ringan) berarti ditujukan untuk kalian yang masih muda dan “tsiqalan” ditujukan untuk yang sudah tua".


Maka anak-anaknya pun tak dapat membendung tekad sang ayah. berangkatlah Abu Ayyub Al-Anshary turut serta dalam peperangan tersebut dan Ia-pun menemui syahadahnya.


Adalah Saad bin Abi Waqqash ra, yang telah menggoreskan kesaksian perjalan da’wah dengan kepribadian yanga ashalah yang tidak berubah karena perubahan situasi dan zaman, dari masa-masa yang penuh dengan kesulitan dan penderitaan hingga masa-masa yang penuh dengan kemudahan dan kesenangan, mengenang semua itu beliau berkata :

“Aku adalah salah satu dari 7 orang sahabat (dari 10 sahabat yang dijanjikan masuk surga), dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam sebuah ekspedisi, kami tidak memiliki makanan, sehingga kami makan daun-daunan sampai perih tenggorokan kami, akan tetapi sekarang kami yang tujuh orang ini seluruhnya menjadi gubernur di beberapa daerah, maka kami berlindung kepada Allah SWT agar tidak menjadi orang yang merasa besar di tengah-tengah manusia tetapi menjadi kecil di sisi Allah SWT”.


  • Slow But Sure (Bathi’ - Ma’mun)

Da’wah adalah lari 'estafet' bukan sprint, untuk itu diperlukan kesabaran untuk mencapai target dan sasaran dengan kwalitas terjamin, lari 'estafet' memang tampak kelihatan lambat , akan tetapi potensi dan tenaga terdistribusi secara kolektif dan perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan kemenangan di garis finis.


Watak perjalanan da’wah yang lambat harus dilihat dari proses dan tahapannya bukan dari perangai para pelakunya, karena perangai yang lambat dalam berda’wah adalah bentuk kelalaian, yang nasab (afiliasi) nya kepada jama’ah kaliber Internasionalpun tidak akan mempercepat langkah kerja da’wahnya, sebagaiman hadits rasulullah SAW:

Man bathi’a‘amaluhu lam yusra’ bihi nasabuhu” (Barang siapa yang lamban kerjanya, tidak bisa dipercepat dirinya dengan nasabnya).

Salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah melahirkan sebuah kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak terbelah, integritas kepribadian seorang muslim yang ditempa di jalan Tarbawi tercermin pada keteguhan akidahnya, keluhuran akhlaknya , kebersihan hatinya, kebaikan suluknya baik secara ta’abbudi, ijtima’i maupun tandzhimi.


Keberhasilan sebuah da’wah akan tampak sejauh mana keterjaminannya bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika terjadi tragedi “Haditsul Ifki” yang menimpa Aisyah radhiallahu anha, banyak orang yang tidak terjamin akhlaknya sehingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut, bandingkan dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbawi-nya, yang menjaga lisannya, yang lebih senang mengedepankan husnudzhan-nya kepada ummul Mu’minin aisyah RA, cukuplah isteri Abu Ayyub al-anshari mewakili keluarga para shahabiyah yang berhati mulia, bagaimana ia mensikapi kasus tersebut dengan penuh rasa ukhuwwah dan mencintai saudaranya karena Allah SWT. Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa Aisyah RA, isteri Abu Ayyubal-Anshary berkata kepada suaminya :

“Ya..Abaa ayyub!, lau kunta safwaana hal taf’alu bihurmati rasulillaahi suu’an, wa hua khairun minka, Ya…Abaa ayyub lau kuntu ‘Aisyah maa khuntu Rasulallahi abadan” (Wahai abu Ayyub, jika engkau yang menjadi Safwannya apakah engkau berbuat yang tidak-tidak kepada isteri Rasulullah SAW, dan Safwan lebih baik dari engkau. Wahai abu Ayyub, kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan pernah aku menghianati Rasulullah SAW, dan Aisyah lebih baik dariku).


Kata-kata isteri Abu Ayyub syarat dengan 'tausiyah' agar kita menjaga syahwatul lisan, mendahulukan husnudzhan dan menonjolkan sikap tawaddhu sebagai buktiterjaminnya hasil da’wah.


Pendekatan taktis Setelah ketiga faktor idealis tersebut diatas telah terealisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetakan langkah-langkah taktis, untuk menyeimbangkan luasnya medan da’wah dengan jumlah kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi (kemampuan) tarbiyah.


Rasulullah SAW melakukan program “Bi’tsatudduat” beberapa orang sahabat untuk menda’wahkan dan mengajarkan serta melakukan pembinaan kepada orang-orangyang baru masuk Islam, yang telah melampaui wilayah Makkah dan Madinah, seperti Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman dan Khalid bin Walid yang dikirim kewilayah irak.


Pendekatan Strategis Langkah strategis dalam sebuah perjalanan da’wah yang sangat penting adalah fokus untuk menyusun barisan kader inti, dimana hal ini tidak boleh terabaikan betapapun gegap gempitanya sambutan masyarakat umum terhadap da’wah ini, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya “Lost of generation”, atau generasi kader yang lowong, maka segera mendesak untuk dirumuskan sebuah strategi membina kader baru yang sekarang ini semakin kompetitif dengan gerakan-gerakan da’wah lainnya. Semakin banyak jumlah kader inti disamping kader baru baik secara kwalitas maupun kwantitas akan banyak membantu da’wah ini dalam menghadapi berbagai permasalahan dan ancaman.


Pada masa Abu Bakar ra , terjadi gelombang pemurtadan (mungkin seperti saat ini di negara kita,red) yang luar biasa, sehingga 2/3 jazirah Arab nyaris mengalami kemurtadan, itu artinya hanya 1/3 wilayah yang selamat yang terdiri dari kota Makkah, Madinah dan Thaif, di ketiga kota inilah kader inti da’wah tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan kader-kader baru dibina pada masa Khalifah Umar bin Khattab dimana kebanyakan mereka adalah tawanan perang Riddah pada masa Abu Bakar RA.Terbukti kemudian pada perang Qadisiyah, ketika ancaman imperium Persia menghadang, kader-kader baru yang dibina oleh Umar bin Khattab selama kurang lebih se-tahun kebanyakan mereka berada dibarisan paling depan dalam jihad fi sabilillah, dan tak jarang diantara mereka kemudian terkenal sebagai panglima dan komandan pasukan yang handal dalam strategi perang.


Itulah hasil sebuah produk tarbiyah [QS Ali Imran:146], menyebutkan:


"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlahbesar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah Karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar".


Sobat, kini kita telah mengetahui karakteristik pembentukan KAFILAH ISLAMIYAH tersebut, Jadi langkah awal yang kita lakukan adalah memulai untuk bergerak.
Ya..! Bergeraklah Right now, jangan tunggu orang lain mendahului kita. Sebuah pesan yang wajib kita camkan dalam jiwa ini adalah berusahalah untuk itqon, Istiqamah dalam setiap amal dan komitmen dalam perjalanan dakwah yang panjang ini, mari kita bentuk Kafilah Islamiyah secara terorganisir karena musuh kian mengepung Kita..Bersiaplah..!

Wallahu a‘lam.



THE END

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar