Terkadang cuek itu indah dan menyenangkan. Bukan cuek terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan lho ya..
Karena kalau itu sih menurut ane sebagai manusia ya kita wajib peduli (seperti tragedi muslim rohingya atau palestina).
Yang dimaksud cuek di sini adalah cuek terhadap hal-hal yang bisa membuat hati kita galau atau semangat kita turun bin minder.
Beberapa hari yang lalu ada sahabat yang bertanya yang intinya seperti ini: “Nir, emang kamu gak ingin tau detail tentang cerita si.. blablabla” (blablabla= hal pribadi)
Dan ane ngejawab “Kadang ketidaktahuan itu membuat kita bahagia lho bro, dan ane ingin bahagia”
"Lhoh, berarti ente suka dibohongin dong?"
"Nggak juga sih, tapi kan Allah yang lebih tahu kekuatan hati hamba-Nya.Jadi yah, santai aja lah kayak di pantai.. kita yakin aja Allah Maha mengetahui, karena kebenaran akan tampak dg sendirinya kok.."
Ada lagi kisah galau, di mana seorang ibu-ibu muda yang baru saja menikah ngerasa bete karena “cuma” jadi ibu rumah tangga. Ternyata tak hanya ibu muda yang baru menikah tapi juga dialami ibu-ibu senior (gak mau nyebut tua) yang sudah memiliki anak.
Kemudian, muncullah “kampanye-kampanye” yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa menjadi ibu rumah tangga itu juga gak cuma gitu-gitu aja kok kerjaannya.
Inti dari semuanya adalah sebenarnya semua manusia membutuhkan penghargaan dan sebuah pengakuan. Wajar sih memang.. iya toh Mas bro?
Secara teorinya emang tiap manusia itu emang doyan di puji (apalagi wanita).
Tapi, coba ya kalau dipikir-pikir, mencari penghargaan dan pengakuan tuh bikin capek hati kan sist..
Ingin diakui cantik, kaya, pinter, gak nganggur, atau apapun itu pasti bikin capek. Mending kalau “sasaran” kita mengerti dan kemudian menghargai kita, lha.. kalau cuek-cuek aja? Capek deh...
Namun ane juga yakin hal seperti itu pernah atau sedang atau mungkin sudah dilewati sebagian besar di antara kita. Coba kalau kita lihat mahasiswa atau pelajar yang sering bilang “Haduhh mak.. tiap hari lembur ih ngerjain tugas. Huft… skripsi juga belum dikerjakan. Haduhhh, penelitian belum blas. Mana pula harus ngejar SKS, uang semester uda habis untuk jajan pula.. Belum lagi cucian kotor (yang anak kos-kosan)..Huahh..”
Pun bila kita mendengarkan keluhan yang lain-lain.
Intinya sama, ingin diakui kalau mereka adalah “sesuatu”, selain ingin berbagi keresahan tentunya.
Eh iya, kembali lagi ke masalah cuek. Yups, kadang cuek itu sangat-sangat perlu, terlebih dalam menghadapi hal-hal yang membuat hati kita galau nggak karuan.
Ya biar lah orang lain mau berkesimpulan seperti apa toh mereka memang gak bersama kita 24 jam. Pada akhirnya kita “hanya” bisa bilang seperti itu.
Katanya hidup ini pilihan. ..?
Kalau gitu gimana kalau kita memilih:
- BAHAGIA dari pada menderita : tentu dengan cara dan versi kita masing-masing- menggapai mimpi daripada tak berbuat apa-apa selama hidup, tentu dengan versi masing-masing juga- cuek dengan hal-hal yang membuat galau daripada memikirkan lalu membuat semangat kita turun.
- BERKARYA daripada banyak bicara yang tak terlalu bermanfaat. (ngomong dua jam kalau dialihkan jadi nulis bisa buat cerpen dikirimin ke media jadi duit, atau dialihkan ke masak-memasak jadi kue dan kuenya dijual jadi duit, ehm… atau mungkin dialihkan ke melayani pelanggan *yg pedagang* jadi duit juga), yeyyy…. enaknya.
So..masihkah kita trus merasa tidak bersyukur dan menghitung kekurangan dari pada berbuat sesuatu agar jadi "SESUATU"
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar