PENDAHULUAN
Akal sehat adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah ‘’Azza wa jalla berikan kepada umat manusia. Dengannya kita bisa membadakan antara yang baik dari yang buruk,berguna dari yang berbahaya.
Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu, sedang kalian tidak mengetahui apa-apa, dan Allah yang menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kalian bersyukur . (QS.an-Nahl/16:78)
Akan tetapi sangat disayangkan, kenikmatan besar ini oleh sebagian orang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan sebaliknya, mereka menggunakan akal pikirannya untuk mencampur adukkan kebaikan dengan keburukan serta mencampur adukkan suatu yang berguna dengan yang berbahaya. Mereka dengan sengaja dan penuh sadar menyamakan antara yang hina dengan yang mulia dan kebenaran dengan kebatilan. Dengan sikap mereka ini,akal sehat mereka menjadi mati dan tidak berguna, sehingga pembeda antara meraka dengan hewan ternak, yaitu akal sehat, seakan telah sirna. Tidak heran bila mereka celaka di dunia dan sengsara di akhirat.
Sungguh telah Kami campakkan ke dalam neraka kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka memiliki hati tetapi mereka tidak berfikir dengannya, mereka memiliki mata, akan tetapi mereka tidak melihat dengannya, dan mereka memiliki pendengaran, sedangkan mereka tidak mendengarkan dengannya. Mereka itu seperti hewan ternak,bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai .(QS.al-A’raf /7:179)
Melalui tulisan ini, saya mengajak Anda untuk mengenali beberapa bukti nyata dari penyalahgunaan akal, sehingga menghasilkan kesimpulan yang sesat nan menyesatkan. Besar harapan saya, anda dapat mengambil pelajaran dari kesalahan mereka.
QIYAS IBLIS BIANG KEHANCURAN
Ibnu Qayyim Rahimahullah menegaskan, “Para Ulama’ telah menegaskan bahwa makhluk pertama yang berdalil dengan qiyas ialah Iblis. Tidaklah matahari dan bulan disembah melainkan karena praktekqiyas yang tidak pada tempatnya. Qiyas semacam inilah yang diakui oleh para penghuni neraka setelah mereka masuk ke dalamnya sebagai kesalahan. Mereka berkata :
Sungguh kami benar-benar dalam kesesatan yang nyata, karena kami telah menyamakan kalian dengan Rabb Penguasa semesta alam. (QS. As-Syu’ara’/26:97-98)
Dan Allah ‘Azza wa jalla juga mencela pelakunya dengan berfirman :
…. Lalu orang-orang kafir menyamakan Rabb mereka dengan selain-Nya (QS. al-An’am/6:1)
Maksudnya mereka menganalogikan Rabb dengan yang lain, menyamakan-Nya dengan yang lain dalam hal peribadahan…….”Tidaklah terjadi kerusakan dan kebinasaan di muka bumi, melainkan akibat dari penggunaan qiyas (analogi) yang salah. Bahkan dosa pertama yang dilakukan kepada Allah tak lain dan tak bukan kecuali hasil dari qiyas yang salah. Penerapan qiyas semacam ini dari iblis telah menyebabkan penderitaan bagi NabiAdam dan anak keturunannya. Pendek kata, biang dari seluruh kehancuran di dunia dan akhirat adalah penerapan qiyas yang salah.”( I’ilamul Muwaqqi’in, 2/29)
Berikut beberapa contoh nyata dari qiyas ala iblis yang telah mendatangkan kesengsaraan bagi umat manusia, baik di dunia dan di akhirat.
QIYAS ALA IBLIS PERTAMA : KEMULIAN DIPANDANG DARI ASAL KETURUNAN
Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Allah berfirman, “Apa yang membuatmu enggan untuk sujud (kepada Nabi Adam) ketika Aku perintahkan engkau ?” Iblis menjawab, “Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah,” (QS. al A’araf/7:12)
Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan qiyas yang dilakukan Iblis ini dengan mengatakan, “Ucapan iblis terkutuk”aku lebih baik darinya” adalah alasan yang lebih buruk dibanding kesalahannya ….. Iblis terkutuk memandang asal usul penciptaan dan melalaikan penghargaan besar yang diterima oleh Nabi Adam. Allah ‘Azza wa jalla menciptakan Nabi Adam langsung dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh ke jasadnya. Iblis telah salah dalam menerapkan qiyas, karena ia menggunakan qiyas guna menentang dalil.” (Tafsir Ibnu Katsir,2/248)
Syaikh Muhammad bin Amin as-Syingqithi Rahimahullah berkata, “Iblis menganalogikan dirinya dan asal usul ciptaannya, yaitu api, serta ia juga menganalogikan Nabi Adam ‘Alaihis Salaam dengan asal usul ciptaannya, yaitu tanah. Dari analogi (qiyas) ini, Iblis menarik kesimpulan bahwa dirinya lebih mulia dibanding Adam ‘Alaihis Salaam, sehingga tidak layak bila ia yang lebih mulia diperintah untuk sujud kepada Adam‘Alaihis Salaam. Iblis bersandarkan kepada qiyas padahal ia mendapatkan (mengetahui) dalil tegas yang memerintahkannya untuk sujud kepada Adam ‘Alaihis Salaam. Menurut ulama’ ahli ushul fiqih, qiyas semacam inidisebut dengan qiyas fasid i’itibar (tidak pada tempatnya). ( Adhwa’ul Bayan , 1/33)
Demikianlah pola pikir Iblis, kemuliaan danharga diri selalu dikaitkan dengan asal usulketurunan dan nasab. Padahal kemuliaan yang sejati hanyalah terletak pada kedekatan hamba kepada pemilik segala kemuliaan yaitu Allah. Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Sesungguhnya orang paling mulia dari kalian ialah orang yang paling bertakwa dari kalian. (QS. al-Hujurat/49:13)
Bila demikian, relakah Anda untuk meneruskan pola pikir Iblis terkutuk ini, yaitu dengan beranggapan bahwa kemuliaan bersumber dari suku, bangsa dan nasab ? Masihkah Anda beranggapan bahwa “ darah biru ” lebih tinggi kedudukannya dan lebih terhormat daripada yang “ berdarah merah ”? Simaklah petuah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
Barangsiapa yang amalannya tidak menyegerakannya (masuk surga) nasab keturunannya tidak dapat menyegerakannya. (Riwayat Muslim, no.2699)
Imam Nawawi Rahimahullah ketika menerangkan hadits ini, beliau Rahimahullah mengatakan, “Orang yang amalannya hanya sedikit, ia tidak dapat mencapai kedudukan orang-orang yang banyak beramal. Oleh karena itu, tidak sepantasnya ia hanya mengandalkan kemuliaan nasab, dan nama harum orang tua, sedangkan ia tetap bermalas-malasanuntuk beramal. ( Syarh Shahih Muslim , Imam Nawawi, 17/22)
QIYAS ALA IBLIS KEDUA : KEBEBASAN MEMBERI PEMBELAAN
Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Mereka berkata –sambil bertengkar di dalam neraka-, “Sungguh demi Allah, kami dahulu semasa hidup di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kami menyamakan kamu dengan Rabb semestaalam.” (QS. as-Syu’ara’/26:96-98)
Dasar pemikiran orang-orang musyrikin dalam menyamakan Allah dengan selain-Nya ialah menganggap syafa’at atau pembelaan. Mereka beranggapan bahwa sesembahan mereka memiliki keleluasaandalam memberikan pembelaan kepada mereka di hadapan Allah ‘Azza wa jalla.
Mereka adalah para pembela kami kelak disisi Allah. (QS. yunus/10:18)
Mereka mengira bahwa para pemberi syafa’at (pembelaan) dapat memberikan pembelaan sesuka hatinya di hadapan Allah, sebagaimana yang biasa mereka lakukan di hadapan para penguasa dunia. Tidak diragukan, bahwa analisa mereka inisalah total. Akibat dari analisa salah ini tentu akan menghasilkan qiyas atau analogi yang salah pula. Karena pemberi syafa’at di hadapan Allah ‘Azza wa jalla hanya berani dan kuasa memberikan syafa’at bila mendapatkan izin dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Tiada pemberi syafa’at kecuali setelah mendapat izin dari-Nya. (QS. Yunus:10/3)
Sebagaimana para pemberi syafa’at di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala hanya berani dan bisa memberi syafa’at kepada orang yang Allah ‘Azza wa jalla ridhai saja.
Tidaklah mereka memberi syafa’at kecualikepada orang yang Allah ridhai. (QS. al-Anbiya/21:28)
Karenanya kelak di hari kiamat, orang-orang musyrik akan menyesali qiyas sesatmereka ini.
QIYAS ALA IBLIS KETIGA: MENYAMAKAN SIFATALLAH DENGAN SIFAT MAKHLUK
Sahabat Abdullah bin Mas’ud RadhiyahAllahu ‘Anhu mengisahkan, bahwa ada tiga orang; dua orang berasal dari Quraisy dan seorang dari Tsaqif, atau sebaliknya dua orang Tsaqif dan seorang Quraisy. Pemahaman mereka dangkal, sedangkan lemak perut mereka tebal (gendut). Salah seorang dari mereka berkata, “Menurut pendapat kalian, apakah Allah ‘Azza wa jalla mendengar ucapan kita ?” Orang kedua menjawab, “Allah ‘Azza wa jalla mendengar bila kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita berkata lirih.” Orang ketiga mengatakan, “Jikalau Allah mendengar kita bila kita bersuara keras, maka Ia juga mendengar bila kita bersuara lirih.” Menanggapi kejadian ini, Allah ‘Azza wa jalla menurunkan firman-Nya :
Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kamu terhadap diri kamu sendiri. Akan tetapi kamu menduga Allah tidak mengetahui banyak hal dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Fusshilat/41:22) (Riwayat Bukhari, no.4539 dan Muslim,no.2775)
Ibnu Hajar as-Asqalani Rahimahullah menjelaskan, “Ibnu Batthal Rahimahullah mengatakan, ‘Dalam hadits ini terdapat pengakuan terhadap qiyas yang benar danpengingkaran terhadap qiyas yang salah. Karena orang yang berkata “Allah mendengar kita bila kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita berkata lirih” telah salam dalam menerapkan qiyas. Ia menyerupakan dengan pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk yang hanya bisa mendengar suara keras dan tidak bisa mendengar suara lirih. Sedangkan yang berkata, ‘Jikalau Allah mendengar kita bila bersuarakeras, maka Ia juga mendengar bila kita bersuara lirih”, qiyasnya benar, karena ia tidak menyerupakan Allah ‘Azza wa jalla dengan makhluk-Nya dan ia mensucikan Allah dari menyerupai mereka. Hanya saja ia tetap dianggap dangkal pemahamannya, karena orang yang benardalam menerapkan qiyas ini tidak beriman dengan kandungan ucapannya, akan tetapi ia masih ragu, karena ia berkata, “Jikalau …”. ( Fathul bari , Ibnu Hajar, 13/496)
Inilah dasar pemikiran setiap orang yang mengingkari seluruh atau sebagian dari nama dan sifat Allah. Mereka mengira bahwa penetapan nama-nama dan sifat-sifat tersebut untuk Allah ‘Azza wa jalla berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.padahal tidak demikian, nama dan sifat Allah sesuai dengan keagungan diri-Nya, karena sifat segala sesuatu sesuai dengan diri (Dzat) sesuatu tersebut. Karenanya para Ulama’ menegaskan bahwa pembahasan tentang sifat adalah cabang atau bagian dari pembahasan tentang Dzat. Bila Dzat Allah tidak menyerupai Dzat makhluk-Nya, maka demikian pula dengan sifat-sifat dannama-nama-Nya.
PENUTUP
Demikianlah saudara, tiga contoh qiyas atau analogi Iblis yang terbukti menyengsarakan dan juga pengikutnya. Sudah sepantasnya bagi Anda untuk bersikap ekstra hati-hati dalam menggunakan qiyas dalam berdalil. Yakinkanlah terlebih dahulu bahwa Anda telah layak untuk berdalil dengan qiyas, dan selanjutnya cermatilah qiyas Anda. Sudahkan qiyas yang Anda terapkan benar-benar memenuhi persyaratannya dan sesuai pada tempatnya ? Jangan sampai qiyas Anda serupa dengan qiyas Iblis, sehingga Anda terjerumus dalam sengsara. Semoga penjelasan singat ini membangkitkan kewaspadaan pada diri anda, sehingga tidak gegabah dalam berdalilkan dengan qiyas, wallahu Ta’ala a’alam .
Akal sehat adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah ‘’Azza wa jalla berikan kepada umat manusia. Dengannya kita bisa membadakan antara yang baik dari yang buruk,berguna dari yang berbahaya.
Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu, sedang kalian tidak mengetahui apa-apa, dan Allah yang menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kalian bersyukur . (QS.an-Nahl/16:78)
Akan tetapi sangat disayangkan, kenikmatan besar ini oleh sebagian orang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan sebaliknya, mereka menggunakan akal pikirannya untuk mencampur adukkan kebaikan dengan keburukan serta mencampur adukkan suatu yang berguna dengan yang berbahaya. Mereka dengan sengaja dan penuh sadar menyamakan antara yang hina dengan yang mulia dan kebenaran dengan kebatilan. Dengan sikap mereka ini,akal sehat mereka menjadi mati dan tidak berguna, sehingga pembeda antara meraka dengan hewan ternak, yaitu akal sehat, seakan telah sirna. Tidak heran bila mereka celaka di dunia dan sengsara di akhirat.
Sungguh telah Kami campakkan ke dalam neraka kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka memiliki hati tetapi mereka tidak berfikir dengannya, mereka memiliki mata, akan tetapi mereka tidak melihat dengannya, dan mereka memiliki pendengaran, sedangkan mereka tidak mendengarkan dengannya. Mereka itu seperti hewan ternak,bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai .(QS.al-A’raf /7:179)
Melalui tulisan ini, saya mengajak Anda untuk mengenali beberapa bukti nyata dari penyalahgunaan akal, sehingga menghasilkan kesimpulan yang sesat nan menyesatkan. Besar harapan saya, anda dapat mengambil pelajaran dari kesalahan mereka.
QIYAS IBLIS BIANG KEHANCURAN
Ibnu Qayyim Rahimahullah menegaskan, “Para Ulama’ telah menegaskan bahwa makhluk pertama yang berdalil dengan qiyas ialah Iblis. Tidaklah matahari dan bulan disembah melainkan karena praktekqiyas yang tidak pada tempatnya. Qiyas semacam inilah yang diakui oleh para penghuni neraka setelah mereka masuk ke dalamnya sebagai kesalahan. Mereka berkata :
Sungguh kami benar-benar dalam kesesatan yang nyata, karena kami telah menyamakan kalian dengan Rabb Penguasa semesta alam. (QS. As-Syu’ara’/26:97-98)
Dan Allah ‘Azza wa jalla juga mencela pelakunya dengan berfirman :
…. Lalu orang-orang kafir menyamakan Rabb mereka dengan selain-Nya (QS. al-An’am/6:1)
Maksudnya mereka menganalogikan Rabb dengan yang lain, menyamakan-Nya dengan yang lain dalam hal peribadahan…….”Tidaklah terjadi kerusakan dan kebinasaan di muka bumi, melainkan akibat dari penggunaan qiyas (analogi) yang salah. Bahkan dosa pertama yang dilakukan kepada Allah tak lain dan tak bukan kecuali hasil dari qiyas yang salah. Penerapan qiyas semacam ini dari iblis telah menyebabkan penderitaan bagi NabiAdam dan anak keturunannya. Pendek kata, biang dari seluruh kehancuran di dunia dan akhirat adalah penerapan qiyas yang salah.”( I’ilamul Muwaqqi’in, 2/29)
Berikut beberapa contoh nyata dari qiyas ala iblis yang telah mendatangkan kesengsaraan bagi umat manusia, baik di dunia dan di akhirat.
QIYAS ALA IBLIS PERTAMA : KEMULIAN DIPANDANG DARI ASAL KETURUNAN
Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Allah berfirman, “Apa yang membuatmu enggan untuk sujud (kepada Nabi Adam) ketika Aku perintahkan engkau ?” Iblis menjawab, “Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah,” (QS. al A’araf/7:12)
Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan qiyas yang dilakukan Iblis ini dengan mengatakan, “Ucapan iblis terkutuk”aku lebih baik darinya” adalah alasan yang lebih buruk dibanding kesalahannya ….. Iblis terkutuk memandang asal usul penciptaan dan melalaikan penghargaan besar yang diterima oleh Nabi Adam. Allah ‘Azza wa jalla menciptakan Nabi Adam langsung dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh ke jasadnya. Iblis telah salah dalam menerapkan qiyas, karena ia menggunakan qiyas guna menentang dalil.” (Tafsir Ibnu Katsir,2/248)
Syaikh Muhammad bin Amin as-Syingqithi Rahimahullah berkata, “Iblis menganalogikan dirinya dan asal usul ciptaannya, yaitu api, serta ia juga menganalogikan Nabi Adam ‘Alaihis Salaam dengan asal usul ciptaannya, yaitu tanah. Dari analogi (qiyas) ini, Iblis menarik kesimpulan bahwa dirinya lebih mulia dibanding Adam ‘Alaihis Salaam, sehingga tidak layak bila ia yang lebih mulia diperintah untuk sujud kepada Adam‘Alaihis Salaam. Iblis bersandarkan kepada qiyas padahal ia mendapatkan (mengetahui) dalil tegas yang memerintahkannya untuk sujud kepada Adam ‘Alaihis Salaam. Menurut ulama’ ahli ushul fiqih, qiyas semacam inidisebut dengan qiyas fasid i’itibar (tidak pada tempatnya). ( Adhwa’ul Bayan , 1/33)
Demikianlah pola pikir Iblis, kemuliaan danharga diri selalu dikaitkan dengan asal usulketurunan dan nasab. Padahal kemuliaan yang sejati hanyalah terletak pada kedekatan hamba kepada pemilik segala kemuliaan yaitu Allah. Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Sesungguhnya orang paling mulia dari kalian ialah orang yang paling bertakwa dari kalian. (QS. al-Hujurat/49:13)
Bila demikian, relakah Anda untuk meneruskan pola pikir Iblis terkutuk ini, yaitu dengan beranggapan bahwa kemuliaan bersumber dari suku, bangsa dan nasab ? Masihkah Anda beranggapan bahwa “ darah biru ” lebih tinggi kedudukannya dan lebih terhormat daripada yang “ berdarah merah ”? Simaklah petuah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
Barangsiapa yang amalannya tidak menyegerakannya (masuk surga) nasab keturunannya tidak dapat menyegerakannya. (Riwayat Muslim, no.2699)
Imam Nawawi Rahimahullah ketika menerangkan hadits ini, beliau Rahimahullah mengatakan, “Orang yang amalannya hanya sedikit, ia tidak dapat mencapai kedudukan orang-orang yang banyak beramal. Oleh karena itu, tidak sepantasnya ia hanya mengandalkan kemuliaan nasab, dan nama harum orang tua, sedangkan ia tetap bermalas-malasanuntuk beramal. ( Syarh Shahih Muslim , Imam Nawawi, 17/22)
QIYAS ALA IBLIS KEDUA : KEBEBASAN MEMBERI PEMBELAAN
Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
Mereka berkata –sambil bertengkar di dalam neraka-, “Sungguh demi Allah, kami dahulu semasa hidup di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kami menyamakan kamu dengan Rabb semestaalam.” (QS. as-Syu’ara’/26:96-98)
Dasar pemikiran orang-orang musyrikin dalam menyamakan Allah dengan selain-Nya ialah menganggap syafa’at atau pembelaan. Mereka beranggapan bahwa sesembahan mereka memiliki keleluasaandalam memberikan pembelaan kepada mereka di hadapan Allah ‘Azza wa jalla.
Mereka adalah para pembela kami kelak disisi Allah. (QS. yunus/10:18)
Mereka mengira bahwa para pemberi syafa’at (pembelaan) dapat memberikan pembelaan sesuka hatinya di hadapan Allah, sebagaimana yang biasa mereka lakukan di hadapan para penguasa dunia. Tidak diragukan, bahwa analisa mereka inisalah total. Akibat dari analisa salah ini tentu akan menghasilkan qiyas atau analogi yang salah pula. Karena pemberi syafa’at di hadapan Allah ‘Azza wa jalla hanya berani dan kuasa memberikan syafa’at bila mendapatkan izin dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Tiada pemberi syafa’at kecuali setelah mendapat izin dari-Nya. (QS. Yunus:10/3)
Sebagaimana para pemberi syafa’at di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala hanya berani dan bisa memberi syafa’at kepada orang yang Allah ‘Azza wa jalla ridhai saja.
Tidaklah mereka memberi syafa’at kecualikepada orang yang Allah ridhai. (QS. al-Anbiya/21:28)
Karenanya kelak di hari kiamat, orang-orang musyrik akan menyesali qiyas sesatmereka ini.
QIYAS ALA IBLIS KETIGA: MENYAMAKAN SIFATALLAH DENGAN SIFAT MAKHLUK
Sahabat Abdullah bin Mas’ud RadhiyahAllahu ‘Anhu mengisahkan, bahwa ada tiga orang; dua orang berasal dari Quraisy dan seorang dari Tsaqif, atau sebaliknya dua orang Tsaqif dan seorang Quraisy. Pemahaman mereka dangkal, sedangkan lemak perut mereka tebal (gendut). Salah seorang dari mereka berkata, “Menurut pendapat kalian, apakah Allah ‘Azza wa jalla mendengar ucapan kita ?” Orang kedua menjawab, “Allah ‘Azza wa jalla mendengar bila kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita berkata lirih.” Orang ketiga mengatakan, “Jikalau Allah mendengar kita bila kita bersuara keras, maka Ia juga mendengar bila kita bersuara lirih.” Menanggapi kejadian ini, Allah ‘Azza wa jalla menurunkan firman-Nya :
Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kamu terhadap diri kamu sendiri. Akan tetapi kamu menduga Allah tidak mengetahui banyak hal dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Fusshilat/41:22) (Riwayat Bukhari, no.4539 dan Muslim,no.2775)
Ibnu Hajar as-Asqalani Rahimahullah menjelaskan, “Ibnu Batthal Rahimahullah mengatakan, ‘Dalam hadits ini terdapat pengakuan terhadap qiyas yang benar danpengingkaran terhadap qiyas yang salah. Karena orang yang berkata “Allah mendengar kita bila kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita berkata lirih” telah salam dalam menerapkan qiyas. Ia menyerupakan dengan pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk yang hanya bisa mendengar suara keras dan tidak bisa mendengar suara lirih. Sedangkan yang berkata, ‘Jikalau Allah mendengar kita bila bersuarakeras, maka Ia juga mendengar bila kita bersuara lirih”, qiyasnya benar, karena ia tidak menyerupakan Allah ‘Azza wa jalla dengan makhluk-Nya dan ia mensucikan Allah dari menyerupai mereka. Hanya saja ia tetap dianggap dangkal pemahamannya, karena orang yang benardalam menerapkan qiyas ini tidak beriman dengan kandungan ucapannya, akan tetapi ia masih ragu, karena ia berkata, “Jikalau …”. ( Fathul bari , Ibnu Hajar, 13/496)
Inilah dasar pemikiran setiap orang yang mengingkari seluruh atau sebagian dari nama dan sifat Allah. Mereka mengira bahwa penetapan nama-nama dan sifat-sifat tersebut untuk Allah ‘Azza wa jalla berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.padahal tidak demikian, nama dan sifat Allah sesuai dengan keagungan diri-Nya, karena sifat segala sesuatu sesuai dengan diri (Dzat) sesuatu tersebut. Karenanya para Ulama’ menegaskan bahwa pembahasan tentang sifat adalah cabang atau bagian dari pembahasan tentang Dzat. Bila Dzat Allah tidak menyerupai Dzat makhluk-Nya, maka demikian pula dengan sifat-sifat dannama-nama-Nya.
PENUTUP
Demikianlah saudara, tiga contoh qiyas atau analogi Iblis yang terbukti menyengsarakan dan juga pengikutnya. Sudah sepantasnya bagi Anda untuk bersikap ekstra hati-hati dalam menggunakan qiyas dalam berdalil. Yakinkanlah terlebih dahulu bahwa Anda telah layak untuk berdalil dengan qiyas, dan selanjutnya cermatilah qiyas Anda. Sudahkan qiyas yang Anda terapkan benar-benar memenuhi persyaratannya dan sesuai pada tempatnya ? Jangan sampai qiyas Anda serupa dengan qiyas Iblis, sehingga Anda terjerumus dalam sengsara. Semoga penjelasan singat ini membangkitkan kewaspadaan pada diri anda, sehingga tidak gegabah dalam berdalilkan dengan qiyas, wallahu Ta’ala a’alam .
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar