Mooner [ area ]- Imam Ahmad bin Hanbal, dalam bukunya "Az Zuhud" meriwayatkan bahwa suatu hari,
Khalifah Umar bin Khattab berjalan disebuah pasar, dan Saat melintas dia mendengar seorang laki-laki sedang berdoa.
Dalam pandangan Umar, orang itu berdoadengan 'aneh' dan tak biasa. Orang itu berdoa,
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang yang sedikit.”
Merasa 'aneh' dengan cara berdoa orang itu, Umar mendatanginya seraya bertanya,
“Wahai hamba Allah, siapa yang engkau maksud dengan golongan orang yang sedikit itu? Dan, dari mana engkau mendapatkan doa yang demikian itu?”
Lelaki itu menjawab,
“Aku mendengar Allah berfirman, ‘Dan, tidaklah beriman bersamanya (Nuh), kecuali sedikit’(QS.Hud: 40)."
Kemudian pada ayat lain,
"aku mendengar Allah berfirman, ‘Dan, hanya sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.’(QS.Saba: 13)".
Mendengar jawaban cerdas dari lelaki itu, Umar berkata,
“Setiap orang lebih faqih(ahli) dari pada Umar.”
*******
Sobat fillah, Sungguh betapa banyaknya di antara kita pada zaman ini selalu larut dan hanyut dalam logika mayoritas.
Kita merasa asing jika melakukan sesuatu yang mungkin dianggap melawan arus, melawan mainstream.
Kita merasa asing dan terkucilkan jika masih bertahan dengan idealisme kita, cita-cita luhur kita.
Kita merasa tidak nyaman jika harus berbeda dengan orang-orang sekitar yang larut dan terbenam dalam kesalahan kolektif yang di 'legalkan', seperti: korupsi kolektif kolegial, korupsi berjamaah, nepotisme bersama.
Bahkan, untuk menyatakan kebenaran yang mungkin selama ini kita yakini, lidah kita menjadi kelu. Kerongkongan menjadi tersumbat. Karena, kita khawatir dan tidak ingin di-cap melawan arus besar yang sedang menggusur secara masif pilar-pilar idealisme tentang sebuah kejujuran ditiap tindak tanduk yang telah kita bangun.
Kita jua tiba-tiba menjadi bisu dan tuli tatkala ada kejanggalan yang disaksikan di depan mata nggak peduli itu yang keluar dari mulut elite politik atau bahkan 'elite' ustadz disekitar kita.
Kepekaan sosial, budaya, dan politik kita menjadi tumpul dan lumpuh karena kita mengidap penyakit pro-mayoritas [walau jelas-jelas itu salah]. Padahal, kelompok mayoritas itu sedang berada dalam pusaran kezaliman (dan tugas kita untuk berani tampil beda, dan membuat perubahan dengan isme islami kita).
Tapi anehnya, kita sekarang ini tak lagi gusar melihat kemungkaran dipamerkan di depan mata. Mereka (jamaah syetan) begitu pongah dan sombongnya mempertontonkan segala macam bentuk kemaksiatan.
Ibrah yang bisa kita ambil Seperti Lelaki dalam kisah di atas mengajarkan pada kita bahwa kegigihan untuk bertahan di tengah arus besar pandangan dan sikap manusia itu bukanlah suatu hal yang mudah.
Butuh akar iman yang menghunjam dan energi Islam yang kuat agar kita bisa 'melawan arus' besar yang tidak sesuai dengan norma dan ajaran Islam itu.
Dan, perlu kita sadari bahwa orang yang siap untuk melakukan demikian itu sangatlah sedikit. Maka, tak ada salahnya apabila kita berdoa dengan cara yang sama seperti laki-laki itu.
“Allahumma ij’alni min ‘ibadika al-qaliil. (Ya Allah, jadikanlah aku bagian dari hamba-hamba-Mu yang sedikit).”
0 Comment [area]:
Posting Komentar