Dia yang memberi kenyamanan
Seringnya dia membuatmu meradang
Dia yang memahami dalam kelemahan
Seringnya dia jadikanmu garang
Teramat sedih mengenang luka
Seperti jahitan sembilu menganga
Rasa rindu terhipnotis kaku
Dianya yang akan sayap patahkan
Biarnya kini dalam derai tangis jiwaku
Sejarah memang bukan untuk dimenangkan
Tak jua aku jadi pahlawan yang disanjung rembulan
Dia yang dulu dalam barisan doaku
Dianya kini dalam barisan kecewaku
Dia yang dulu dalam runutan catatanku
Dianya kini dalam teriakan sedihku
Berpisahlah wahai hati yang tuli
Say goodbye hati yang tak lagi sama mengerti
Sepenggal kisah ini belumlah berujung
Ending part masih dalam naung
Aku yang terjatuh bukannya lumpuh
Goresan pelangi masih tertampak utuh
Seandainya kau bahagia, pergilah..
Dan bila tak bahagia, trus menjauhlah..
Bab kita tlah tertutup, bermuramlah buncah
Semuanya tak seperti dulu terasa palsu
Mengejarmu dulu bagai menyaput rasa
Setibanya kini bermuara rajutan belati pisau
Kejarlah impianmu, seperti mengejar bayangmu
Raihlah bahagiamu, seperti keyakinan ilusimu
Bahagia itu ilusi, seni kebersamaan itu asli
Bahagia itu misteri, metronom gelak tawa itu seri
Aku bukan penawar kebahagiaan
Tapi hanya akulah sepotong simpul senyuman
Ya habibah qalbi, istighfarlah dalam ambisi
Kadang kala keterlambatan bisa memarkir kesakitan
Kadang kala photo dalam album menawan kerinduan
Namun sadarilah bahwa 100 hari itu bukan lagi mainan
Ya habibah qalbi, mungkin kini dia enggan lagi menerimamu
Bukan sebab cinta rumah berjenjang terobohkan
Bukan pula dendam mempereteli simpul kemanisan
Namun pikirlah bahwa hanya dia yang membuatmu terbebaskan
Dan diantara aku kamu dan mereka
Salamku hanya, sesalmu nanti yang mengadilimu
Sesal karena hati tak rela mengajakmu lagi tertawa
Hati yang tak lagi latah pada kesempatan kedua untukmu
Bahwasannya sekali sempat tak butuh ratapan sekarat
Syariat itu sebuah hakikat hasrat
Kamu mundur sama dengan men-cut lihat
Akunya tak lagi jadi pembasah lumpur liat
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar