Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
6.7.13 | Sabtu, Juli 06, 2013 | 0 Comments

Setiap Orang Butuh Teman 'Spiritual'

Dulu, hidup Fadli tak punya arah dan tak punya makna. Hanya bisa mengikuti arus pergaulan dunia tanpa batas. Hingga kegamangan melanda dirinya. Ingin berhenti dari bermain-main. Seperti ada kekosongan yang perlu dilengkapi. Berkata hatinya, "Sungguh diri ini butuh bimbingan. Sungguh diri ini butuh Lingkungan yang optimistik dan motivatif. Sungguh diri ini butuh teman-teman 'spiritual'."

Lalu kesempatan untuk berubah pun datang. Fadli ditakdirkan aktif di sebuah organisasi kecil berupa Remaja Masjid. Bahagia sekali rasanya bisa mengenal dekat agama. Bahagia sekali rasanya ia dipertemukan dengan teman-teman 'spiritual', yang selalu menasehati dan mengajaknya melakukan kebaikan. Masjid pun menjadi tempat pergaulannya yang baru. Satu demi satu kebutuhan ruhiyahnya terpenuhi. Kini ia merasa hidupnya semakin jelas, bahagia dan bermakna. Alhamdulillaah.


Lalu datang saatnya untuk menanggalkan masa lalu. Terbersit untuk meninggalkan kebiasaan lama. Berkurang perjumpaannya dengan pergaulan dulu. Ingin ia korbankan teman-teman terdahulu menjadi kenangan di belakang.

Satu demi satu benturan pun datang menjumpai. Masa lalu ternyata tak bisa hilang dalam sekejap. Beberapa dari teman-teman terdahulu kadang masih setia menyapa Fadli, walau mereka tahu ia mulai berubah. Mereka ternyata menerima diri Fadli apa adanya. Karena tanggung jawab sebagai seorang teman, terpaksa ia pun membalasnya.

Namun ada sesuatu yang lain dirasakan Fadli. Pergaulannya dengan mereka malah tidak seperti biasanya. Ia seakan-akan menjadi tempat konsultasi mereka. Tempat bersandar berbagai pertanyaan dan problematika mereka. Pada mulanya ia tercengang atas pertanyaan dan pernyataan polos terlontar dari mulut mereka :

"Eh... Gw belon bisa baca Qur'an neh, mau ajarin gw ngaji gak? Gw pengen banget deh. Gw serius neh." kata si Madi.
"Eh... Gw sayang banget ama cewek gw. Dosa gak seh kalo gw ama dia 'ML'?" kata si Faiz.
"Aduh, gw gak kuat neh puasa. Boleh gw batalin gak? Gantinya gimana?" tanya si Ata.
"Gw mo lamar si Juli. Nah, makanya gw mo masuk Islam. Gimana caranya tuh?" kata si Gerald.
"Eh.. Gw mohon Si Dina dikasih tahu dong! Tuh.. Dia mesra banget pacarannya sama si Adi. Terbuka di depan orang-orang lagi. Dina khan pake jilbab. Gak pantes aja di mata orang-orang." kata si Cici yang bukan 'Jilbaber'.
"Bokap gw keras banget deh orangnya. Kayaknya gw gak dipeduliin, gara-gara gw males shalat. Gimana yah? Gw gak mau benci ama bokap gw neh." kata si Rando.
"Ini boleh gak? Itu boleh gak? Ini haram yah? Ini halal gak seh?" kata si Tita.

Namun Fadli masih merasa belum mampu dan belum pantas meladeninya. Akhirnya dengan pengetahuan yang ada, ia coba saja dengan penuh kehati-hatian dan dengan pendekatan logika yang bisa mereka terima. Kadang mereka bisa terima dan kadang tidak. Ini yang membuat Fadli agak berat. Apalagi jika argumentasinya malah jadi panjang.

Hal ini malah membuat Fadli makin ingin belajar agama lebih mendalam dari sebelumnya. Setiap materi pengajian dan referensi-referensi buku agama ia coba cerna. Dia pun tak lupa banyak-banyak berdiskusi dengan teman-teman 'spritual'-nya. Dan dia tidak merasa malu untuk bertanya dan belajar kepada seorang Ustadz secara tidak formal, hanya semata-mata untuk menambah pengetahuannya tentang agama. Tiada kata terlambat terbersit dalam hatinya. Walau merasa jauh tertinggal dan banyak yang harus dipelajari. Bukankah mencari ilmu itu hingga akhir hayat?

Di suatu saat, entah mengapa setiap kehadiran Fadli di tengah-tengah teman-temannya membuat kebiasaan buruk mereka tertahan. Setelah ia meninggalkan mereka, tiba-tiba mereka kembali melakukan kebiasaan buruk itu. Di suatu saat, entah mengapa mereka bisa memahami dan kadang mengurungkan niatnya, pada saat Fadli menolak ajakan mereka untuk jalan-jalan atau melakukan sesuatu yang menurutnya tidak baik.

Lalu pada saat Fadli dihardik oleh seorang dosen perempuan, karena tangannya tak bersentuhan dengan tangan dosen tersebut pada saat bersalaman. Dosen itu mencelanya 'Kafir' dan 'Sesat', padahal dosen itu mengenakan jilbab. Setelah kejadian tidak mengenakkan itu, teman-teman Fadli lalu menenangkan dirinya, "Sabar.. Sabar.. Dia gak tau kale apa yang lo tau. Maklumin aje die, mungkin dia baru belajar. Kita seh gak papa. Lo khan ustadznya kita-kita... Heheheh." kata mereka mencoba menghibur.

"Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi? Kepercayaan apa yang mereka berikan kepadaku? Apakah aku telah menjadi orang hebat?" berkata hati Fadli. "Tidak, semua itu adalah dari Allah semata. Dialah yang berkehendak dan Dialah juga yang berkuasa."

Fadli pun tersadar. Ternyata mereka itu sama halnya dengan dirinya. Butuh bimbingan. Butuh Lingkungan yang baik. Butuh teman 'spiritual'. Ya, semua orang di dunia butuh teman 'spiritual' untuk bermotivasi menjadi baik. Tempat bersandar untuk belajar mengenal agamanya dan mencintai Allah. Akhirnya, hingga saat ini Fadli masih tetap berteman dengan mereka. 


Oleh: Muhammar Khamdevi #

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar