Didunia ini, kita bukan selembar wayang kulit yang digerakan oleh dalang dan tidak mempunyai kesadaran dan keinginan. Allah berkenan memberikan keinginan dan hak memilih dalam diri ini, kita punya keinginan untuk berbuat sesuatu. Kita punya rencana-rencana matang yang telah kita teguhkan, hari ini dan untuk hari esok.
Dengan sadar kita mempunyai hak memilih. Memilih jalan hidup, memilih pekerjaan, memilih pasangan hidup, memilih kebaikan dan keburukan. Untuk itulah kita akan mempertanggung jawabkan segalanya kelak.
Menyalahkan takdir ketika melakukan kemaksiatan jelas tidak dibenarkan. Karena sekali lagi, kitalah pemilik keinginan dan hak pilih, tanpa ada yang memaksa yang membuat kita tak berdaya dan tak punya pilihan. Begitu pula antara kita dan Allah. Bagaimana mungkin kita menyalahkan kehendak-Nya sementara kitalah pelakunya.
Suatu hari Umar bin khaththab ra. sebagai seorang khalifah duduk, dan dihadapannya seseorang yang ditangkap dan dituduh mencuri. Umar mencoba untuk membuktikannya. Ketika ia ditanya apakah dia melakukannya, dengan ringan orang itu menjawab, “Taqdirlah yang membuatku melakukan ini.”
Umar tidak banyak bicara, dia bangkit dari tempat duduknya dan memukul orang itu dengan keras. Orang itu pun mengaduh, dengan memelas bertanya kepada Umar, “Mengapa kau memukulku?”
Kali ini Umar yang menjawab dengan ringan, “Ya karena taqdirku sekarang ini harus memukulmu.”
Umar bin Khaththab ra. tidak sedang bermain main dengan taqdir, juga bukan karena ia tahu taqdir yang akan terjadi pada hari itu. Tetapi Umar ingin mengajarkan kepada pencuri itu, termasuk kepada kita bahwa berlindung dibalik taqdir dari dosa yang kita lakukan adalah salah besar.
Kita pun tidak berbeda. Segala tingkah polah kita adalah hasil dari keputusan hati kita terhadap pilihan-pilihan hidup. Setelah itu yang tersisa adalah pertanggung jawaban di pengadilan Allah kelak dan diri kita sendiri sebagai saksinya.
Mau kemana tujuan kita? Kita yang memilihnya.
So...????
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar