Mooner [area]- DI USIA muda kebanyakan anak yang 'ngaku' muda saat ini, yang lagi gemilang bin punya semangat yang tinggi. Semua pasti pada rajin bener buwat nyari jati diri, mengembangkan potensi dan ngotak-atik karakter diri.
Hmm.., dengan berbagai cara tentunya, Bisa jadi itu dibolehkankan syariat (islam) tapi sayang kebanyakan sih nggak..
Apapun akan dilakukan dan diucapkan biar keliatannya lebih keren dan gaul. Ikut-ikutan latah tapi nggak 'ngeh' makna dan arti dibalik semuanya. Seperti kata-kata ini "ciyus miyapah?"
Hati-hati lho.., ungkapan ‘ciyus miyapah’ ini bahkan sampe dikomentarin ama dokter kejiwaan. "Waduh, kenapa ya?"
Mungkin dengan mengatakan ungkapan itu kita keliatan lebih imut dari usia kita yang sebenarnya. Karena kelihatan keren, banyak yang kemudian ikut-ikutan dan sekarang gampang banget nemuin orang bilang ‘ciyus miyapah’ di mana aja.
Nah, kecenderungan buwat ikut-ikutan, kadang tanpa tau maknanya sering dilabeli dengan istilah ‘alay‘ yang konon merupakan singkatan dari anak layangan. Sama kayak ‘ciyus miyapah‘ sebenarnya, istilah alay juga produk ikut-ikutan karena nggak jelas apa maknanya.
Berikut Ini argument ilmiah dr.Suzy Yusna Dewi, SpKJ(K) spesialisasi psikiatri anak dan remaja dari RS Jiwa Soeharto Heerdjan Grogol, ini ane comot dari detikhealt.
“Jika bangga dengan predikat alay itu yang krisis identitas karena dia tidak bisa menentukan pilihan, jadi hanya sekadar mengikuti mainstream supaya diakui teman-teman.”
Emang berlebihan banget kalo sebutan alay dimasukin ke dalam kategori gangguan jiwa, tapi krisis identitas tadi bisa memicu kesana lho.. Terutama mereka yang ngalamin krisis identitas gara-gara latar belakang emosional, contohnya aja gampang cemas en nggak percaya diri.
Atawa bisa jadi gara-gara ortu ente-ente pada ngebolehin apa aja yang kita mau. Jadinya ente pada nggak punya tameng alias pertahanan buwat ngadepin permasalahan saat bersosialisasi.
Biasanya kebanyakan anak muda yang ngalamin krisis identitas cenderung lebih labil, mudah ikut-ikutan dan terpengaruh oleh lingkungan. Walopun nggak selalu jadi gangguan jiwa berat kayak skizofrenia, faktor risiko ini bisa micu gangguan jiwa lainnya seperti gangguan emosi atawa tingkah laku.
Tawuran adalah salah satu contoh konkretnya.
Nah, makanya buwat kamu-kamu yang masih suka ngekor alias jadi pengekor [bukan] pelopor. Segera hentikan tindakan yang cenderung negatif itu.
Mending sih kalo ngekor (ikut melakukan) kebaikan, dapet pahala dari Allah dan itupun kita harus paham atawa minimal tau perintahNya. Lha kalo ngekor keburukan atawa sesuatu yang nggak jelas juntrungan-nya, capek iya aneh juga iya..
karena itu sama dengan kebodohan stadium akut.
Wassalam..
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar