Kupu-kupu bersayap gelap, hinggap di lentik daun kenanga. Kata hijau daun di situ, "Kita harus mensyukuri capaian-capaian kecil dalam hidup, untuk menekan hasrat yang tidak ada habisnya, sekaligus agar tidak merasa lelah."
Capung-capung pun di ujung sulur-sulur padi disawah berhenti terbang sejenak, meneduhkan diri dari mentari siang yang terik. Mereka mengucap yang sama,"Syukuri yang kau punya, karena hidup sementara. Bekerja untuk keridhaan Allah, karena kau tak tahu hidup kapan batasnya."
Burung pelatuk jua mengukir langit dengan sayapnya, meliuk-liuk di batas angin lalu hinggap di ranting segar pohon randu. Sambil mematuk dahan ia berbisik,"Jangan bilang kau tak akan berhenti mengejar. Kau berlari dan kau berhenti. Tapi selalu jagalah mimpimu di tiap perhentian itu, karena kau tahu bukan? Perjalanan ini panjang!"
Tuan katak di dekat sungai dibawah rindangnya pohonpun tak kenal lelah berenang dan melompat. Namun di sudut batu tepi jeram sungai itu pula ia berhenti. Sambil menghirup nafas segar ia berkata, "Aku tahu, bukan air deras yang melunakkan batu itu, tapi air setitik yang terus menerus mengalir. Aku tahu, sudah banyak jalan kususuri selama hidupku, tapi bukan lompatan panjang yang kulakukan, hanya lompatan-lompatan kecil yang terus menerus kuusahakan."
Kau tahu, dunia ini ada gunung dan ada lembah, ada panas dan ada dingin. Dalam siklus itu, sudahlah jelas bahwa semua alam berdzikir, semua menyebut nama-Nya, semua berjalan dalam garis takdir-Nya. Dan kau perhatikan burung, capung, dan kupu-kupu. Rumput, pohon, dan batu-batu. Semua seperti diam bagimu, namun mereka hidup dalam keagungan tasbih. Hanya manusia yang sering lupa, hanya manusia yang alpa.
Mari istirahat sejenak sobat diakhir pekan ini mari kita 'menari' dengan tasbih dalam suasana dzikir yang khidzmat demi ajimat hakikat dalam baluran amin para malaikat.
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar