Perputaran bumi serta pergantian malam
dan siang adalah fenomena alam yang sangat patut untuk dicermati.
Pengalaman spiritual yang dilakukan nabi Ibrahim as dalam rangka mencari
Tuhannya adalah sebuah pelajaran yang sangat indah.
“ Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”.Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”.Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”.(QS. Al-An’am:76-78).
Perumpamaan malam hari adalah bagaikan
melihat gajah secara utuh/keseluruhan. Sementara siang hari adalah
laksana orang buta yang meraba hewan berbelalai ini secara
partial/bagian demi bagian. Hingga beranggapan bahwa gajah itu panjang
bila yang diraba kebetulan hanya belalainya. Atau gajah itu lebar dan
tipis bila yang diraba hanya telinganya.
Perumpamaan lain, adalah meja belajar
dengan lampu belajarnya yang dibiarkan menyala hingga menyinari sebagian
kecil meja, menerangi bagian tertentu di atas meja yang menjadi focus
bacaan. Meja ini berada di sebuah ruangan yang gelap dimana lampu
belajar adalah satu-satunya penerangan.
Bagian kecil yang terang di atas meja dan
menjadi focus bacaan adalah perumpamaan kehidupan siang hari. Pada saat
itu, segala yang ada di hadapan kita “kelihatannya” jelas terlihat
detil. Sementara benda lain di atas meja yang tidak tersorot lampu
tidak terlihat. Fenomena ini sama dengan orang buta yang meraba bagian
gajah tertentu.
Jadi, pandangan di siang hari yang
kelihatannya jelas itu sebenarnya justru sebaliknya. Sesungguhnya
pandangan di siang hari amat sangat terbatas. Apa buktinya ? Buktinya,
benda-benda langit seperti bintang dan bulan yang menjadi perhiasan atap
bumi tidak dapat kita saksikan. Ini disebabkan silaunya sinar matahari.
Yang menyebabkan pandangan kita hanya mampu focus pada apa yang
diteranginya. Yang hingga bentuk bumi dimana kita berpijakpun tak bisa
kita lihat secara jelas.
Bentuk bumi secara jelas baru bisa kita
lihat setelah matahari terbenam. Yaitu melalui bayangan yang terpantul
di langit ketika malam tiba. Demikian pula benda-benda langit yang
jumlahnya milyaran itu. Itulah salah satu hikmah diciptakan-Nya malam
dan siang. Betapa terasa, alangkah kecilnya kita ini. Allahuakbar !
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS. Ali Imran;190-191).
Ironisnya, sebagian besar orang barat
dewasa ini, yang notabene mengaku dan merasa maju ternyata tidak mampu
mengambil hikmah fenomena alam terbesar ini. Dengan dalih sains dan ilmu
pengetahuan mereka mengatakan bahwa semua itu hanyalah bagian dari
sistim alam semesta. Bahkan dengan lancangnya berani menyatakan bahwa
Tuhan itu tidak ada. Kalaupun ada hanya dalam pikiran, tidak wujud.
Itulah kaum ateis tulen alias kafir sebenar-benar kafir.
Padahal asalnya orang Barat adalah
penganut Kristen. Aneh tapi nyata. Tapi begitulah kenyataannya karena
justru ajaran gerejalah yang sering dituding menjadi penyebab orang
Barat menjadi ateis. Ajaran ini dianggap menghambat perkembangan sains
dan ilmu pengetahuan.
Adalah Inkuisisi yaitu pengadilan
terhadap orang-orang berbagai golongan masyarakat yang dipandang
membahayakan kepercayaan dan kekuasaan gereja. Galileo Galilei adalah
satu diantaranya. Pada tahun 1633 Galileo yang melanjutkan teori
heliosentrisnya Copernicus diadili dengan tuduhan tindakan kejahatan
tingkat tinggi. Teori ini dianggap melecehkan pendapat gereja bahwa bumi
adalah pusat perputaran bukan matahari. Bahkan beberapa tahun sebelum
itu, Giordano Bruno dibakar hidup-hidup dengan tuduhan yang sama.
Sejak itu gerakan melawan gerejapun
tumbuh meski secara sembunyi-sembunyi. Diawali dari prilaku
pastur-pasturnya yang dianggap korup dan tidak bersih hingga Al-Kitab
sebagai kitab suci merekapun mulai dipertanyakan. Dimulai dari sejarah
penulisannya, isinya yang seringkali vulgar dan kasar, konsep tentang
ketuhanan yang ‘njelimet’ hingga akhirnya keberadaan Tuhan itu sendiri.
Ini masih ditambah lagi dengan anggapan
bahwa agama hanyalah belenggu kebebasan. Apalagi di zaman dimana
demokrasi dan kebebasan mengemukakan pendapat menjadi slogan hampir
seluruh masyarakat di dunia ini. Ateis kelihatannya menjadi pilihan yang
digemari orang-orang yang memimpikan hidup sebebas mungkin tanpa banyak
batasan, aturan dan hukum.
Agaknya para filosof yang paling pantas
dituntut mengapa banyak orang Barat tertarik menjadi ateis. Orang-orang
‘pintar’ yang hobby bermain dengan kata-kata dan membuat difinisi rumit
ini dengan lihai mampu membuat orang bertanya-tanya, sesungguhnya
apakah difinisi Tuhan itu. Blaise Pascal, seorang filosof Perancis
kelahiran 1623 mengatakan “ Tuhan Abraham, Tuhan Ishak, Tuhan Yakub
bukan Tuhan para filosof dan ilmuwan”.
Hemm, lalu siapa Tuhan mereka kalau
mereka memang percaya akan eksistensi Tuhan. Mungkin pernyataan seorang
selebritis sebagai berikut bisa menjawab pertanyaan di atas. ” My
religion is song, sex, sand and champagne”. Atau iklan di pinggir jalan
di kota Manchester Inggris ” It’s like Religion” sebagaimana
dikemukakan uztad Dr. Hamid Zarkasyi dalam bukunya ” Misykat” bisa
menjadi jawaban jitu. Iklan tersebut adalah iklan sebuah klub sepak bola
kebanggaan Inggris.
Celakanya, di Indonesia, negri
berpenduduk mayoritas Islam, juga mulai ikut tertulari virus ateis yang
sangat berbahaya ini. Meskipun jumlahnya memang baru sangat sedikit,
tidak terang-terangan dan berada di komunitas tertentu. Namun
penyebabnya kemungkinan besar adalah arus globalisasi tadi. Karena kalau
ditilik dari latar belakang dan sejarah agamanya jelas berbeda dengan
teman-teman ateis mereka di Barat.
Walaupun belakangan ini usaha untuk
mengotori kemurnian Al-Quran juga sudah terlihat. Yaitu dengan mulai
diterapkannya ilmu Hermeneutika terhadap Al-Quran. Ilmu ini berusaha
memandang dan mengkritisi kalam Allah dengan menganggapnya sebagai bukan
ayat-ayat suci ! Hal yang sungguh menggelikan sekaligus memuakkan.
Bagaimana mungkin mereka ini berani melecehkan kitabnya sendiri.
Parahnya lagi, pernyataan-pernyataan berbau ateis ini keluar dari kampus
Islam !
Tampak bahwa sistim pola pikir Barat yang
sangat mengedepankan akal dengan teori empirisnya, telah merasuk jauh
ke dalam pemikiran anak-anak muda kita. Teori ini mengatakan bahwa
segala sesuatu itu harus bisa dibuktikan dan teramati oleh panca indera.
Akibatnya ilmu dan pengetahuan apapun bila tidak ada data empiris tidak
dapat diterima alias tertolak. Termasuk ilmu agama dan ketuhanan tadi !
Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia akan bertambah jauh dari Allah.”
Sementara Al-Ghazali mengingatkan,
seseorang hendaknya menuntut ilmu tidak hanya sekedar kebutuhan
melainkan harus hingga tuntas, hingga sampai kepada hakekat atau inti
ilmu tersebut. Karena hanya dengan inti ilmu inilah seseorang akan
mencapai suatu tingkat penyingkapan akan rahasia dan kebesaran Sang Maha
Pencipta, Allah azza wa jalla. Itulah keutamaan ilmu karena puncak ilmu
adalah pengenalan Allah SWT.
Ia juga berkata, “Barangsiapa yang
kehilangan ilmu, maka hatinya akan sakit dan mati. Ia tidak menyadarinya
karena kesibukan dunia mematikan perasaannya. Jika kesibukan itu
menampakkan kematian maka ia merasakan sakit yang pedih dan penyesalan
yang tiada akhir.”
Ucapannya itu dimaksudkan dalam menafsirkan hadis : “Manusia itu dalam keadaan tidur dan bila ia telah mati terjagalah ia”, dan ayat berikut :
” Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”.(QS.Qaaf :22).
Islam tidak pernah mengajarkan pemisahan
antara kehidupan dunia dengan akhirat, ilmu dan pengetahuan keagaamaan
dengan ilmu umum. Keduanya saling berkaitan erat dan tidak mungkin
dipisahkan. Karena kehidupan dunia dan ilmunya pada hakekatnya adalah
bekal menuju kehidupan akhirat yang relative abadi.
Orang yang mengaku memeluk Islam tidak
cukup ‘hanya’ menjalankan ritualnya, seperti shalat, zakat, puasa,
membaca Al-Quran dan pergi haji. Akhlak yang baik sebagai bentuk nyata
penerapan ayat-ayat Al-Quran seperti menjaga silaturahmi, tidak sombong,
sabar, jujur, suka bekerja keras dan lain-lain juga sangat diperlukan.
Pribadi Rasulullah Muhammad saw adalah panutannya.
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Al-Ahzab :21).
Mungkin mereka yang ‘ kebarat-baratan’
ini lupa bahwa masyarakat Barat dewasa ini banyak yang merasa kehilangan
‘sesuatu’. Prilaku bebas dan demokrasi yang kebablasan sedang menuju
kehancurannya. Anak-anak yang tidak lagi hormat kepada kedua
orangtuanya, orang-orang muda yang enggan mendengar pendapat
pendahulunya, persaingan yang tidak mengenal aturan dan lain-lain telah
membuat mereka gundah dan risau.
Kesuksesan material ternyata tidak
menjadi jaminan kebahagiaan hidup. Harta yang melimpah ruah juga tidak
menjamin kepuasan dan rasa tenang. Pun ilmu dan kemajuan teknologi,
ternyata juga tidak berhasil mencegah berkembangnya penyakit yang makin
hari justru makin beragam dan mematikan.
Anehnya, pasca peristiwa 11 september
2001 yang ‘diharapkan’ mencemarkan dan mencoreng Islam malah membuat
banyak orang Barat tertarik mempelajari Islam. Dan kebanyakan adalah
para ilmuwan yang kemudian berbalik dan kembali ke fitrah, bersyahadat
memuji Tuhannya, Allah Swt.
Dengan ilmunya yang dalam orang-orang ini
dapat memahami kebenaran ayat-ayat Al-Quran. Diantaranya ayat-ayat
tentang siang dan malam di awal tulisan ini. Mereka mendapati bahwa ilmu
yang susah payah dipelajarinya itu ternyata telah diprediksi 14 abad
silam melalui ayat-ayat-Nya dan sunnah rasul-Nya.
Dengan ketinggian ilmu dan akalnya mereka
menjadi tahu betapa kecilnya mereka. Dengan ketinggian ilmu dan akalnya
mereka menjadi tahu bahwa ada kekuatan raksasa di luar sana. Dengan
ketinggian ilmu dan akalnya mereka menjadi tahu dengan ilmu dan akal
saja manusia tidak akan sampai pada tuhannya. Untuk itu imanlah yang
mereka butuhkan.
Menjadi bukti nyata bahwa Tuhan itu ada,
tidak mati seperti apa yang dikatakan Friedrich Nietszche, filosof
terkenal Jerman kelahiran 1844 dan juga teman-temannya sesama filosof
ateis sezamannya.
( Baca :
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai nama-nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ».(QS.Al-Hasyr: 22-24).
Wallahu’alam bish shawwab.
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar