Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
10.11.12 | Sabtu, November 10, 2012 | 0 Comments

Pemuda Ditengah Hutan

Pemuda itu terengah mendekati batu hitam, saat bola jingga besar mulai tenggelam di kaki langit. Akar-akar tumbuhan menyeruak dari tanah tempat kakinya berpijak, dan pohon randu dengan dahan kering meranggas menabur dedaunan coklat di sekitarnya. Hanya dirinya sendiri yang tahu mengapa ia berada di atas bukit itu, saat ini, tanpa siapa-siapa. Hanya ditemani pohon meranggas itu, dedaunan coklat dan bola jingga besar di kaki langit.   Pemuda itu menurunkan tas kulit harimau dari pundaknya, meletakkan di atas tanah, lalu ia duduk di batu hitam besar. Bayangan tubuhnya terpantul ke daun berserakan. “Syukurlah,” batinnya. “Aku masih bisa duduk, dan sampai di bukit ini,” ia mengambil nafas dalam. “Jikalau tidak, maka mungkin aku tak dapat lagi berlari. Berjalan menghadapi bukit-bukit selanjutnya.” Ia tatap cakrawala, bola jingga semakin merah karena tenggelam tinggal separoh. Lalu di ujung lain, bukit-bukit masih menunggu untuk didaki. Mungkin rusa, mungkin kancil, mungkin harimau, akan ia hadapi esok hari.     Pemuda itu menggumamkan do'a, menyambut maghrib yang sebentar lagi tiba. Saat ia mengamini, seekor burung hantu melesat di kejauhan, melengkingkan tashbih ke rongga-rongga hutan yang sepi. Pemuda itu tahu, esok, lusa, tak ada yang menjamin ada bahaya apa mengintai, ada untung apa dituai. Maka ia mengeluarkan kendi air dari tas harimau, ia basuh muka sambil berbisik do'a, berwudhu, lalu berdiri menghadap-Nya.      “Allahumma laa sahla, illa ma ja’altahu sahla, wa anta taj’alul hazna, in syi’ta sahla.”     Begitu do'a pemuda setelah shalat. Saat ia mengucap amin, orkestra malam mendengung dalam latar remang-remang. Ia usapkan tangan ke muka, lalu berdiri menatap cakrawala yang melebur dengan gemintang.     “Allahu akbar...” gumamnya. Ia tarik nafas dalam. Saat itu, ia semakin yakin, tak ada yang menghalangi jalan takdir Allah yang ia tempuh. Tidak untuk kancil, harimau, rusa, atau ular. Di rongga hutan kehidupan, jalan takdirnya telah tertulis jelas, dan langkah-langkah kakinya akan menentukan seberapa banyak pahala yang ia peroleh.     Bukankah ini perjalanan yang indah? Ia tersenyum pada dirinya sendiri.Pemuda itu terengah mendekati batu hitam, saat bola jingga besar mulai tenggelam di kaki langit. Akar-akar tumbuhan menyeruak dari tanah tempat kakinya berpijak, dan pohon randu dengan dahan kering meranggas menabur dedaunan coklat di sekitarnya. Hanya dirinya sendiri yang tahu mengapa ia berada di atas bukit itu, saat ini, tanpa siapa-siapa. Hanya ditemani pohon meranggas itu, dedaunan coklat dan bola jingga besar di kaki langit.

 Pemuda itu menurunkan tas kulit harimau dari pundaknya, meletakkan di atas tanah, lalu ia duduk di batu hitam besar. Bayangan tubuhnya terpantul ke daun berserakan. “Syukurlah,” batinnya. “Aku masih bisa duduk, dan sampai di bukit ini,” ia mengambil nafas dalam. “Jikalau tidak, maka mungkin aku tak dapat lagi berlari. Berjalan menghadapi bukit-bukit selanjutnya.” Ia tatap cakrawala, bola jingga semakin merah karena tenggelam tinggal separoh. Lalu di ujung lain, bukit-bukit masih menunggu untuk didaki. Mungkin rusa, mungkin kancil, mungkin harimau, akan ia hadapi esok hari.

Pemuda itu menggumamkan do'a, menyambut maghrib yang sebentar lagi tiba. Saat ia mengamini, seekor burung hantu melesat di kejauhan, melengkingkan tashbih ke rongga-rongga hutan yang sepi. Pemuda itu tahu, esok, lusa, tak ada yang menjamin ada bahaya apa mengintai, ada untung apa dituai. Maka ia mengeluarkan kendi air dari tas harimau, ia basuh muka sambil berbisik do'a, berwudhu, lalu berdiri menghadap-Nya.

“Allahumma laa sahla, illa ma ja’altahu sahla, wa anta taj’alul hazna, in syi’ta sahla.”

Begitu do'a pemuda setelah shalat. Saat ia mengucap amin, orkestra malam mendengung dalam latar remang-remang. Ia usapkan tangan ke muka, lalu berdiri menatap cakrawala yang melebur dengan gemintang.

“Allahu akbar...” gumamnya. Ia tarik nafas dalam. Saat itu, ia semakin yakin, tak ada yang menghalangi jalan takdir Allah yang ia tempuh. Tidak untuk kancil, harimau, rusa, atau ular. Di rongga hutan kehidupan, jalan takdirnya telah tertulis jelas, dan langkah-langkah kakinya akan menentukan seberapa banyak pahala yang ia peroleh.

Bukankah ini perjalanan yang indah? Ia tersenyum pada dirinya sendiri.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar