Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
8.10.12 | Senin, Oktober 08, 2012 | 0 Comments

WANITA VS KARIER

emua wanita normal bisa dipastikan ingin menjadi seorang “Ibu”. Artinya, hanya komunitas perempuan 'abnormal' saja yang dalam hidupnya tak ingin menjadi “Ibu”. Namun, tidak semua wanita siap dan ikhlas menjadi seorang “Fullday Mom” alias ibu rumah tangga. Buktinya, banyak ibu-ibu yang lebih banyak stresnya (baca : mengeluh wal kakean cangkem) daripada cerianya tatkala mengasuh anak-anaknya.  Seorang ibu yang fokus berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja misalnya, tak jarang berkomentar, “Aduh, jenuh nih ngurus anak dan rumah terus. Rasanya, jadi kuper dan kurang wawasan nih! Beda dengan waktu saya kerja di kantor dulu, kayaknya hidup ini bergairah dan dinamis. Tapi gimana ya, mau ninggalin anak-anak kerja rasanya nggak tega...wewwwww..”
Bila ditanyakan kepada sejuta wanita, “Apakah Anda ingin menjadi seorang Ibu?” 
Maka bisa dipastikan mereka semua akan menjawab, “Ya!” 
Tapi bila ditanyakan, “Kapan Anda siap menjadi Ibu?” 
Maka bisa jadi jawabannya akan beragam. “Wah nanti dulu deh; Belum siap mental nih; Nabung dulu deh biar bisa beliin susu anak; Punya mobil dulu aja ya biar bisa anter anak sekolah, kasihan nanti kalau anak-anak pengen jalan-jalan jadi repot,” dan lain-lain.
EMANG YAKIN ANTUM BISA PUNYA ANAK (cerca ane dalam hati)

Be Mother? Nanti Dulu yee...



Semua wanita normal bisa dipastikan ingin menjadi seorang “Ibu”. Artinya, hanya komunitas perempuan 'abnormal' saja yang dalam hidupnya tak ingin menjadi “Ibu”. Namun, tidak semua wanita siap dan ikhlas menjadi seorang “Fullday Mom” alias ibu rumah tangga. Buktinya, banyak ibu-ibu yang lebih banyak stresnya (baca : mengeluh wal kakean cangkem) daripada cerianya tatkala mengasuh anak-anaknya.
Seorang ibu yang fokus berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja misalnya, tak jarang berkomentar, “Aduh, jenuh nih ngurus anak dan rumah terus. Rasanya, jadi kuper dan kurang wawasan nih! Beda dengan waktu saya kerja di kantor dulu, kayaknya hidup ini bergairah dan dinamis. Tapi gimana ya, mau ninggalin anak-anak kerja rasanya nggak tega...wewwwww..”
Sebaliknya, ada juga sebagian wanita yang menganggap anak bisa menghambat karier. Bahkan ada yang mati-matian menunda hamil atau membatasi jumlah anak. Sikap para wanita ini sungguh ironis! Terkesan seolah memiliki anak adalah beban berat! Dengan kata lain, maunya jadi “Ibu” tapi giliran repot menjalankan fungsinya sebagai ibu, nanti dulu ah.. itu namanya dhalim ukhti..!!

Terkikisnya Fungsi Ibu

Bisa jadi, ketidaksiapan wanita dewasa ini menjadi “Ibu” dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya pendidikan, karier, ekonomi, dan paradigma hidup yang materialistik.
Kini, banyak wanita yang memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Bila ada kesempatan dan dana, para orangtua pasti mengusahakan putrinya untuk bisa meraih gelar sarjana. Sedikit sekali orangtua yang merestui putrinya menikah sementara kuliah belum rampung. Artinya, belum layak menikah sebelum selesai kuliah. Padahal dari sisi usia, mereka sudah cukup dewasa dan mampu untuk menikah.
Belum lagi bila wanita harus menghadapi tuntutan kerja dari keluarganya. Tidak cukup syarat lulus jadi sarjana saja, mereka juga dituntut untuk mapan kerja dulu sebelum boleh menikah. Maka, semakin fokus pada karir dan sekolah, bisa jadi mereka menjadi semakin merasa belum siap menjadi “Ibu”.
Atmosfer kehidupan yang serba materialis, menyebabkan banyak wanita yang turut berkompetisi mengejar karier dan kemapanan ekonomi. Tidak salah memang orang berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik, bahkan harus! Namun, bila konsekuensinya mengorbankan cita-cita berumah tangga (kodrat sebagai wanita), menelantarkan pengasuhan dan pendampingan anak-anak, jelas akan berbahaya untuk kelangsungan generasi antum sist!

Makin Pintar, Makin Repot?

Anehnya, cerita tentang kerepotan seorang “Ibu” di zaman serba modern ini semakin bertambah. Terutama di daerah perkotaan, apalagi di kalangan menengah ke atas. Padahal, rata-rata sebuah keluarga hanya memiliki sedikit anak (1- 2 anak) saja. Sementara, aneka perabotan dapur dan peralatan rumah tangga pun udah serba listrik yang banyak membantu tugas-tugas rumah tangganya. Belum lagi ditambah pembantu, tukang kebun, dan sopir yang selalu siap melayani tuannya.
Bandingkan dengan ibu-ibu dua atau dua generasi yang lalu. Mereka rata-rata memiliki anak cukup banyak (4-12 anak). Perabot rumah tangga mayoritas masih manual. Bahkan, tak jarang yang masih memasak menggunakan tungku + kayu bakar dan setrika arang. Sekalipun jelas menyita tenaga, waktu, dan pikiran, namun mereka tetap bisa menikmati perannya sebagai “Ibu” tanpa banyak mengeluh apalagi 'menghujat' keadilan Tuhan.
Para ibu itu ada yang masih buta huruf, paling banter lulusan SD/SMP, jarang yang lulus SMA apalagi jadisarjana. Tapi, soal peran Ibu, mereka sepakat; mengasuh dan mendidik anak agar menjadi manusia yang berguna. Tak peduli mereka harus mengorbankan karir, asal anak-anak mereka kelak menjadi orang yang sukses, mereka rela. Sebab, dalam pandangan mereka, anak adalah penerus cita-cita orangtuanya. Kasih sayang yang dirasakan anak selama dalam pengasuhan ibunya menjadi modal perjuangan anak-anaknya untuk membahagiakan orangtuanya.

Generasi Tangguh, Aset Islam

Saat seorang ibu hanya berpikir bahwa anak-anak yang dilahirkannya adalah aset orangtua dan keluarga saja, sesungguhnya dia berpikiran sangat sempit. Harapan-harapan yang dibangun kepada anak-anaknya pastilah hanya bersandar pada kepentingan individu dan keluarga saja. Misalnya, “Kamu harus jadi sarjana dan meneruskan usaha keluarga, ya Nak. Selama kesempatan berkarier masih terbuka lebar, jangan pernah berhenti kerja.”
Si Ibu tak akan pernah berpikir apalagi mendorong dan merelakan anak-anaknya memenuhi panggilan Islam dan berjuang untuk Islam. Misalnya, dia menggembleng anak-anaknya agar menjadi aktivis dakwah Islam, mengenalkan pentingnya embanan agama yang ia turunkan sejak dalam kandungan. Dengan harapan, kelak anak-anaknya dapat menjadi permata-permata Islam yang akan berjuang untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam.
Sebaliknya, berbeda dengan seorang ibu yang sadar bahwa semua anak yang terlahir dari rahimnya adalah titipan Allah SWT. Mereka paham bahwa pada hakikatnya anak-anak mereka adalah generasi pewaris risalah Islam. Maka, orientasi pengasuhan dan pendidikan untuk anak mereka tidak berhenti hanya pada kesuksesan diri dan keluarganya, tapi juga bagi keberhasilan dakwah dan perjuangan Islam.
Ibu-ibu Muslimah yang bercita-cita seperti inilah yang sangat berharga bagi umat Islam saat ini. Karena, kondisi umat Islam yang semakin terpuruk dalam kehidupan sekuler membutuhkan generasi muda yang tak hanya cerdas dan mumpuni dalam soal ilmu dan keahlian, namun juga yang memiliki idealisme Islam. Generasi yang mempunyai keberanian dan ghirah yang tinggi dalam memperjuangkan tegaknya Syari’ah Islam. Generasi yang tak mudah dibeli dengan uang, kekuasaan, dan jabatan. Mereka akan menjadi aset besar bagi umat Islam.

Dibutuhkan: Ibu Tangguh, berwawasan islam!

Tentu tak mudah menjadi seorang ibu yang mampu melahirkan generasi Islam yang tangguh dan handal. Namun, prinsipnya adalah, dia paham bahwa tugas utama seorang ibu adalah mengasuh dan mendidik anak-anaknya menjadi pejuang Islam. Dengan begitu, dia tak pernah berpikir untuk mengalihkan pengasuhan anak-anaknya seratus persen pada orang lain. Dia juga tidak mempercayakan sepenuhnya pendidikan anaknya hanya pada sekolah yang dipilihnya. Sebaliknya, dia selalu berusaha untuk menjadi pendamping utama dan narasumber pertama bagi anak-anaknya.
Sama saja apakah dia seorang ibu rumah tangga saja atau juga seorang ibu yang bekerja. Baginya, tugas-tugas yang dijalankan dalam rumah tangga adalah sebuah ibadah yang mulia. Dia tidak memandang pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan hina yang hanya pantas dikerjakan oleh pembantu. Maka, memasak, mencuci, memandikan anak, dan lain-lain tidak akan menjadi beban berat, karena dia lakukan dalam rangka ibadah.
Bukan berarti seorang ibu tangguh hanya berkutat pada kesibukan pekerjaan rumah yang tak pernah ada habisnya. Tapi, ibu tangguh adalah ibu yang juga aktif berkontribusi dalam perjuangan Islam. Sama saja apakah aktifitas yang dilakukannya adalah membuat perubahan dalam keluarga dan lingkungan terdekat sehingga lebih Islami, atau aktifitas yang lebih luas. Misalnya, aktif dalam berbagai sektor publik seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, dan politik, serta mengarahkannya dalam kerangka sistem yang Islami. Siapa berminat mendaftar hayooo?

Wallahua'lam

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar