“Aku ini bukan pembantu, mas! Jangan kau suruh-suruh aku terus, aku capek kerja 24 jam sehari 7 hari seminggu. Bantu aku sedikit aja gitu lho mas!” Ujar sang istri yang kelabakan mengurus anak dan dapur dalam satu waktu.
“Aku juga capek, hari libur gini aku cuma pengen istirahat. Nggak usah lah ganggu aku dulu!” Acuh sang suami yang ingin menikmati masa liburnya.
“Istirahat kok maenan Hp, Fesbukan, BBMan.. Istirahat tuh tidur!” Kata sang istri nggak mau kalah.
“Ini juga istirahat dan..bla…bla..bla…”
*************
STOP! Anggap saja itu suatu contoh ketika kamu nantinya berumah tangga atau buat para ibu yang sedang galau dengan segala permasalahannya.
Maaf, ana nggak ingin menyudutkan salah satu pihak atau suatu pekerjaan tertentu, kita hanya ingin menjadikan tulisan ini sebagai pembelajaran berarti.
Dari percakapan suami istri di atas, kamu mungkin bisa sedikit menangkap apa-apa saja yang nantinya akan kamu baca dari postingan ini. Salah satunya tentang rasa menghormati dan saling memahami.
Awalnya ana merasa banyak para istri khususnya yang curhat di facebook (lagi-lagi) bahwa dia sangat lelah dengan pekerjaan rumahnya, merasa bahwa dirinya layaknya seorang pembantu yang nggak di gaji, karena nafkah itu bagian dari kewajiban bukan? Dan karena suami banyak yang cuek dengan pekerjaan rumah tangga, para suami mengganggap bahwa itu pekerjaan wanita bukan pekerjaan macho seorang suami. Benarkah demikian?
Hmm..., seandainya semua istri tahu kalau dirinya sangat mulia dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mereka tak akan berpikiran bahwa dirinya hanyalah seseorang yang dibutuhkan untuk membersihkan setiap sudut rumah. Ya, ana paham, mereka hanya nggak tahu kalau apa yang mereka lakukan adalah IBADAH.
Subhanallah.., semua pekerjaan yang melelahkan jiwa raga, terbayar dengan ridho dari-Nya, asalkan apa yang kamu lakukan sebagai seorang istri benar-benar menganggap itu adalah sebagai ketaatanmu pada Allah Azza Wa Jalla. Tidak mudah memang, tapi tentu saja bisa. Yakinlah bahwa apa yang kamu lakukan bukanlah sebagai pembantu rumah tangga, tapi sebagai ibadahmu untuk membesarkan kelurgamu menjadi generasi Robbani. Ini adalah tugasmu sebagai tarbiyah pertama dari buah hatimu. Jadi bersabarlah untuk jalanmu menuju surga-Nya.
Jika kamu seorang suami…
Benarkah jika semua urusan rumah tangga hanya tugas istri, meski dia terlihat kerepotan dengan berbagai ‘poligami’ berbentuk perkerjaan yang dia kerjakan bersamaan, mengurus anak, memasak, dan membereskan rumah. Sedangkan suami ketika berada di rumah dalam keadaan sedang liburan hanya betugas istirahat , atau maen Hp, Facebook, maen games saja bahkan tetap meminta apapun untuk minta disediakan sang istri? haaaah...
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya:
“Apakah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam rumah?” Ia radhiyallahu ‘anha menjawab: “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri, memerah susu dan melayani diri beliau sendiri.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Benar memang, tugas istri adalah menuruti, menyiapkan semua yang dibutuhkan suami, tapi ketika melihat sang istri kerepotan, apakah kamu sebagai seorang suami masih tega melihat istri seperti nggak ada istirahatnya?
Sebagai seorang hamba yang terpilih, Rasulullah nggak segan untuk membantu istri-istrinya, bagaimana dengan dirimu sebagai hamba biasa? Contohlah Rasulullah dalam hal ini, jangan hanya mencontoh Rasulullah dalam hal Poligami-nya saja (padahal kamu nggak tau arti adil sebagai suami), tapi ketika dihadapkan dengan pekerjaan rumah untuk membantu istri, kamu enggan mencontoh Rasulullah.
Jadikanlah rumah kita sebagai cahaya, sebagai tempat senyum terkembang, sebagai tempat kebahagiaan tercipta, karena dari sanalah cinta untuk membangun tangga menuju jannah-Nya dimulai. Semoga kamu, aku, kita senantiasa saling memahami pasangan kita, agar tercipta rumah penuh Barokah. Aamiin.
Oleh: khayla Mooner
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar