Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
12.9.12 | Rabu, September 12, 2012 | 0 Comments

Game Only

Suatu saat, ada seorang Ibu menyuruh anaknya untuk mengantarkan makanan kepada Ayahnya yang sedang bekerja di sawah. Ibu tersebut kemudian berpesan kepada anaknya agar ia langsung menyusul ayahnya dengan membawa bekal makanan tersebut. Lalu, setelah semua siap, anak itu pun berangkat ke sawah dengan bungkusan makanan di tangannya.

Dalam perjalanan, ia melewati kawan-kawannya di sebuah tanah lapang yang sedang asyik bermain dan bercanda gurau. Dia kemudian berhenti sejenak untuk melihat kawan-kawannya yang sedang asyik bermain. "Seandainya aku tidak ditugasi untuk membawa makanan kepada ayahku di sawah, pasti aku ikut bermain bersama mereka," bisik anak itu kepada dirinya.

Tiba-tiba ia terhenyak dari lamunannya. Salah seorang kawannya menghampirinya dan mengajaknya untuk ikut bermain.

"Ayo, ikutlah bermain bersama kami!" bujuk kawannya.

"Maaf, saya sedang ditugasi ibu untuk mengantar makanan ke sawah. Jadi tidak bisa bermain bersama kalian saat ini."

"Alaah... Tidak apa-apa. Mainnya cuma sebentar saja. Setelah itu, kamu bisa mengantarkan bekal makanan tersebut kepada ayahmu di sawah," bujuk kawannya lagi.

"Ya, kalau perlu, kami akan mengantarmu ke sawah dan membantumu membawa makanan tersebut," kawan yang lain ikut membujuk.

Sejenak anak itu berfikir. "Betul juga. Kalau aku bermain hanya sebentar, kan tidak apa-apa. Toh, bekal ini untuk makan siang bapakku. Lagi pula, matahari belum terlalu tinggi," kata anak itu sambil melirik ke langit memastikan matahari benar-benar belum tinggi.

Akhirnya anak itu pun terbujuk rayuan kawan-kawannya untuk bermain. Kemudian, ia bergegas meletakkan makanan tersebut ke tempat yang aman dan segera bergabung dengan kawan-kawannya yang telah menuggu. Ia pun ikut bercanda dan tertawa dengan riangnya. Jika mereka telah puas dengan satu permainan, mereka pun segera berganti ke permainan yang lain yang lebih seru. Dan kembali mereka akan tertawa dengan riang gembira.

Adapun si anak tadi, ia menanggalkan bajunya karena basah oleh keringat, lalu ia kembali melanjutkan bermain bersama kawan-kawannya. Sehingga, karena begitu asyiknya mereka bermain, lupalah anak itu kepada tugas. Makanan yang seharusnya ia antarkan ke sawah sebagai makan siang ayahnya, ternyata tanpa sadar telah habis ia santap bersama kawan-kawannya.

Hari sudah semakin sore. Satu persatu kawan-kawannya pulang ke rumah masing-masing. Hingga tinggallah ia seorang diri. Tiba-tiba ia berlonjak sambil berseru, "Hah... Makan untuk ayahku."

Ia segera menuju ke tempat di mana ia meletakkan makanan tadi. Namun setibanya ia di tempat tersebut, ia tersadar kalau ternyata makanan yang ia bawa tadi telah habis ia santap bersama kawan-kawannya. Dia pun tertunduk lemas. Muncullah perasaan takut dan cemas akan mendapat marah dari kedua orangtuanya. Ingin ia ke sawah menyusul ayahnya, tentulah tidak mungkin, karena sudah pasti ayahnya telah pulang ke rumah. Lalu dengan rasa takut dan cemas, ia pun terpaksa pulang ke rumah.

Setibanya di rumah, dengan segala kepasrahan dan sambil menundukkan kepala, ia melangkah ke dalam rumah. Tak ayal, bencana yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Belum langkah pertamanya sempurna berpijak ke dalam rumah, ia sudah dikejutkan oleh bentakan dari ibunya. Kemudian berbagai macam pertanyaan menghujani telingannya. Ayahnya juga tidak tinggal diam. Dia pun turut memarahi anak tersebut.

Menghadapi serangan yang bertubi-tubi tersebut, sang anak hanya terdiam dan membisu. Dan saat mendapat satu hadiah jeweran dari ibunya pun, ia hanya tetap diam. Ia sadar bahwa hadiah itu pantas ia terima. Dan ia telah siap menerimanya sebagai penebus kesalahannya.

                           ***

Cerita di atas merupakan tamsil kehidupan manusia yang disampaikan oleh penyair tersohor, Syeikh Jalaludin Ar-Rumi. Beliau mengatakan bahwa apa yang dialami anak tersebut tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia pada umumnya. Manusia lahir dengan titipan amanah dan bekal dari Allah SWT. Kemudian dengan berbagai macam petunjuk dari Al-Qur'an dan Al-Hadits, manusia dipercayakan untuk menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya salah satunya adalah sebagai bekal menghadapi segala tipu daya dunia yang memabukkan.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar