Ada yang selalu dilakukan Hendi setiap pagi dan sore di kantornya. Sebuah sapaan khas selalu diucapkannya setiap pagi kepada Surya, office boy (OB) kantor tempatnya bekerja. “Assalaamu’alaikum, mas Surya. Apa kabar? Keluarga sehat?” tentu saja yang disapa merasa senang dan membalasnya dengan senyum. Begitu pun setiap sore menjelang pulang, setiap kali berpapasan dengan Surya, “Mas Surya, saya pulang dulu ya, salam buat keluarga di rumah. Assalaamu’alaikum.”Kadang jika siang hari, saat semua karyawan bergegas keluar kantor untuk makan siang, Hendi terlebih dulu mampir ke pantry menemui Surya. “Sudah makan siang, mas?” yang ditanya selalu menjawab dengan senyum khasnya plus sejumput kalimat singkat, “Saya sudah bawa, pak. Silakan bapak makan duluan.”
Hendi tak sekadar menyapa, sebetulnya dia sudah tahu jika hampir setiap hari Surya selalu membawa kotak makanan yang disiapkan isterinya dari rumah.
Tidak setiap hari Surya membawa kotak makan, Hendi tahu itu. Sebab ia sering membuka lemari di pantry tempat Surya biasa menyimpan kotak nasinya. Begitu ia tak mendapati kotak nasi, maka bukan pertanyaan “Sudah makan siang, mas?” melainkan sebuah ajakan tak berbunyi. Hendi menarik tangan OB itu dan mengajaknya ke kantin untuk makan bersama. Meski seringkali Surya menolak halus, “Maaf, pak, saya harus menuangkan air putih ke gelas-gelas yang sudah kosong.”Suatu hari, Hendi mengajukan surat pengunduran diri dari kantornya. Ia mendapat tawaran bekerja di perusahaan lain dengan jabatan yang lebih tinggi dan sudah pasti gaji yang juga lebih besar. Karena Hendi merupakan salah seorang manajer terbaik di perusahaan itu, pimpinannya berupaya mencegah Hendi meninggalkan kantor itu. Demi dapat menahan lelaki itu pindah pekerjaan, pimpinannya menawarkan promosi jabatan dan gajinya dinaikkan.
Namun Hendi tak bergeming dengan tawaran itu. Tekadnya sudah bulat untuk berpindah kantor. Pun seorang Sarah yang menahannya, lelaki itu tetap pada pendiriannya. Sarah, gadis cerdas, cantik, dan profesional yang selama hampir setahun dekat dengan Hendi tak berhasil membuat Hendi mengurungkan niatnya.
Selama lebih dari dua pekan, segala upaya pimpinan dan semua rekan kantornya menahan Hendi tak membuahkan hasil. Sampai akhirnya hari yang ditentukan itupun tiba. Hendi memeluk satu persatu rekan kerjanya, mulai dari pimpinan perusahaan, para manajer partner kerjanya, dan semua staf di perusahaan itu. Tetes air mata Sarah pun tak membuat hatinya mendung, “Kita masih bisa bertemu kok,” katanya.
Orang terakhir yang hendak dipeluk Hendi adalah Surya. Sang OB yang sejak mengetahui rencana kepindahan ‘sahabatnya’ itu sering terlihat murung. Hendi mendekati Surya dan memeluk tubuh kecil lelaki itu. Saat memeluk sang OB, terasa gerimis di hatinya mendengar kalimat, “Selama saya bekerja di sini, hanya pak Hendi yang benar-benar memanusiakan saya. Saya tidak tahu apakah masih bisa mendengar sapaan di pagi, siang, dan sore seperti yang biasa bapak lakukan untuk saya.”
Pelukannya semakin kuat dan Hendi merasa tak ingin melepaskan Surya. Ia menjatuhkan tas di tangannya dan meminta Surya untuk meletakkannya kembali ke meja kerjanya. “Tolong letakkan kembali barang-barang saya di meja kerja saya ya, mas,” pintanya.
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar