Ini dia tren yang berulang tiap tahun :
mendadak Islami.
Waktunya kapan lagi, kalau bukan saat Bulan Ramadhan.
Tren yang sangat mudah dicermati.
Orang-orang yang dulu tak terlihat
tanda-tanda keislamannya, pada masa ini akan memperlihatkan perubahan mendadak. Ingin lihat contoh paling jelas? Lihatlah para selebriti di televisi, terutama para selebriti wanita yang suka cari sensasi. Mereka yang dulu seksi
mendadak Islami.
Dulu tanktop dan rambut berwarna warni, sekarang baju serba tertutup lengkap dengan jilbab trendi. Terlihat lebih cantik memang. Tapi sayang nanti setelah selesai Bulan
Ramadhan dan lebaran, selesai pula
mereka memperlihatkan bukti keislaman mereka itu.
Padahal apakah berbeda kenyamanan memakainya jika tak di
bulan ramadhan? Apakah berbeda
kewajiban mengenakan jilbabnya jika
tak di Bulan Ramadhan? Bukan terjadi pada selebriti saja.
Lihat jugalah ke lingkungan sekitar.
Mendadak Islami juga terjadi pada
kebanyakan orang. Ada mereka yang
tak pernah lengkap salat lima waktunya, atau tak pernah salat barang satu kali pun dalam sehari tiba-tiba jadi rajin minta ampun. Terdengar kumandang
azan, bergegas mereka berwudhu.
Kagum kita dibuatnya. Tapi tunggu
dulu, nanti selesai Bulan Ramadhan,
berkurang satu per satu dari lima waktu itu yang mereka kerjakan. Lalu mereka kembali ke asal mula lagi, tanpa satu kali pun salat di sepanjang hari. Padahal apakah berbeda lama waktu mengerjakannya, apakah berbeda
jumlah sujud dan ruku’nya jika tak di
Bulan Ramadhan?
Apakah berbeda kewajibannya?
Contoh lainnya dimana lagi akan terlihat jika bukan di masjid-masjid. Jika tak Bulan Ramadhan, pada waktu salat maghrib paling banter cuma satu dua shaf terisi pada barisan laki-laki dan perempuan. Kalau waktu salat subuh jarang satu saf terpenuhi di masing- masing barisan.
Bandingkanlah dengan saat ramadhan...
Dimana-mana masjid penuh jamaah, kadang berdesakan didalamnya. Tapi akhir-akhirnya sudah bisa ditebak, semakin lama, semakin sedikit mereka datang. Satu per satu saf
hilang.
Lagi-lagi apakah semakin jauh
jarak yang harus ditempuh menuju
masjid itu jika tak di Bulan Ramadhan?
Mendadak Islami memang bukan
fenomena baru. Tiap tahun berulang.
Bahkan banyak orang menganggap
sudah biasa atau wajar saja terjadi.
Justru karena berulang kali terjadi dan semakin lama semakin dianggap wajar inilah yang membuat tren ini menjadi aneh. Bagaimana bisa sebagian besar orang begitu mudah ditebak dan seragam? Begitu suka menjadikan sesuatu menjadi tren?
Padahal itu bukan tren sama sekali? Seperti sesuatu yang musiman padahal tak musiman sama sekali. Seperti mempermainkan
agama. Padahal sama sekali tak layak
dipermainkan. Seperti sesuatu yang
sepele. Padahal tak sepele sama sekali.
Miris? Tentu saja. Sayang tak semua
orang setuju fenomena mendadak
Islami ini sebagai sesuatu yang miris.
Bagi mereka biasa saja. Bagi mereka
bukan fenomena, bukan hal tak biasa
yang aneh dan salah. Kebalikannya,
malah sekelompok orang yang merasa tersinggung dengan fenomena mendadak Islami inilah yang divonis aneh, dikatakan sok suci, sok bersih.
Ah,ada-ada saja. Padahal agama Islam yang dianut mereka yang memvonis dan kelompok yang divonis sok suci adalah Islam yang sama, Islam yang itu
juga. Dengan ajaran yang sama
tentunya.
Baiklah, mari kita berpikir positif saja.
Siapa tahu mereka yang terlihat
mendadak Islami memang karena
sedang dalam proses belajar untuk
lebih Islami. Semoga saja pembelajaran berhasil dan mereka tak lupa lagi. Tapi ada lagi yang juga tak kalah miris, yang tak kalah susah untuk dilihat dari sisi positifnya. Apalagi kalau bukan aksi mendadak Islami para koruptor dan para pelaku kriminalitas lainnya.
Lihatlah tayangan penangkapan atau
persidangan koruptor di televisi. Atau
juga tersangka kriminalitas lainnya.
Sebut saja Malinda Dee, si seksi
tersangka penggelapan uang yang
sekarang suka berkerudung. Atau
Neneng Sri Wahyuni, tersangka korupsi yang sekarang suka berjilbab dan bercadar. Padahal sebelumnya tak ia kenakan sama sekali. Lihat juga pada pria tersangka korupsi lain, sibuk mereka berbaju koko dan berpeci. Padahal dulu jarang sekali mereka. Kerudung, jilbab, baju koko dan peci memang memberikan kesan Islami pada pemakiannya. Tapi entah sejak kapan, busana itu juga seakan menjadi busana yang wajib dikenakan seseorang yang terlibat pelanggaran hukum, pelaku
kriminalitas. Malah bukan para koruptor di televisi saja yang melakukannya, para pelaku kriminalitas di berbagai daerah
berperilaku serupa. Mampirlah ke
pengadilan-pengadilan negeri untuk
membuktikannya.
Tapi lagi-lagi, walaupun susah, marilah kita berpikir positif saja. Siapa tahu para kriminal dan koruptor memang sudah
bertobat. Semoga mereka berbusana
islami bukan sebagai kamuflase semata demi mengubah persepsi publik tentang mereka.
Wallahua'lam..
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar