Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
7.7.12 | Sabtu, Juli 07, 2012 | 0 Comments

Ketika Sebuah Bangsa Kehilangan Memorabilia


Memorabilia bisa dipahami sebagai simbol benda dan peristiwa yang menggugah ingatan dan memotivasi. Ernest Cassire mengatakan, simbol-simbol cukup penting sebagai kekuatan reflektif pikiran dan perasaan, bahkan untuk kebutuhan visualisasi pengalaman.
Dalam konteks kehidupan berbangsa, memorabilia bisa berupa momentum dan sosok penting dalam perjalanan sejarah bangsa kita.


Di antara momentum yang layak disebut adalah Kebangkitan Nasional. Jika membaca alur sejarah, sejak runtuhnya kekuasaan monarki di Nusantara, berabad-abad kita hidup terjajah. Belanda memberi kita pengalaman getir sebagai inlender, dan Jepang tak kalah getir meski hanya berdurasi tiga setengah tahun.

Lalu, muncullah Budi Utomo yang mendirikan Kweekschool di Jetis, Yogyakarta. Sejak itu, perlahan dan pasti kita beranjak dari kebodohon. Kelahiran Budi Utomo kemudian menjadi tonggak Kebangkitan Nasional.

Tiga tahun setelah Budi Utomo (1908), KH Ahmad Dahlan menyulap ruang tamu rumahnya menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Diniyah Islamiyah (1911), dan menandai apa yang disebut sebagai awal gerakan reformis keagamaan. (Alfian). Dengan menyebut Budi Utomo dan KH Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah, bukan berarti ormas lainnya tidak punya peran penting dalam sejarah pergerakan kebangkitan nasional. Katakanlah KH Hasim Asy’ari yang belasan tahun kemudian mendirikan Nahdhatul Ulama (1926) adalah sosok yang telah banyak memberikan kontribusi di era perjuangan kemerdekaan.

Di masa pendudukan Jepang, KH Hasyim Asy’ari bahkan pernah ditangkap karena getol mengobarkan perlawanan. Dan sesudah Indonesia merdeka, ia tak pernah surut membakar semangat para pemuda untuk untuk mempertahankan kemerdekaan.

Namun, yang lebih penting adalah sejauh mana momentum pencerahan dan kebangkitan itu berguna untuk menjadi memorabilia, dimana tiapkali kita kenang dapat memberi kita guidance untuk menggelorakan semangat pengabdian, keberadaban, dan kemajuan. Seperti pengalaman bangsa-bangsa cerdas dan beradab di muka bumi: segera sesudah mereka bangkit niscaya berdaya, hidup berkemajuan, dan menjadi bangsa yang unggul. Bukan sebaliknya,  lesu dan terpuruk dalam kubangan krisis multi dimensi.

Selain memiliki momentum besar dari sejak pergerakan kebangkitan nasional hingga perjuangan kemerdekaan, kita pun memiliki sosok-sosok besar mulai dari Hasanuddin hingga Diponegoro; dari Jenderal Sudirman hingga Sukarno-Hatta. Jauh sebelum mereka, selain Gajah Mada di tanah Jawa sebagai simbol pemersatu Nusantara, di belahan timur Nusantara kita mengenal sosok yang hebat. Denys Lombard, dalam Lecarrefour Javanis memberi catatan bahwa pada abad ke-17 tak ada orang yang secara prestasi intelektual dapat disejajarkan dengan Karaeng Pattingalloang yang menguasai wacana teologis, filsafat, hingga sains modern.

Tetapi, rasa miris tak dapat disembunyikan bila melihat silang-sengkarut yang kerap mengemuka saat ini. Di bidang pendidikan, misalnya, banyak anak miskin yang layak sekolah tetapi belum tersentuh program-program beasiswa. Dan, yang tak kalah banyak adalah sekolah-sekolah yang dibiarkan rusak dan rubuh meskipun anggaran pendidikan nasional terus ditingkatkan.

Di bidang hukum, pemerintah nyaris hanya mencapai perbaikan sistem dan prosedur, namun secara praktik masih jahiliyah. Korupsi kian merajalela. Dan muncul kesan, hukum hanya menjadi semacam taman pintar: alat orang-orang berkuasa mempermainkan nasib rakyat. Katakanlah wong cilik yang kerapkali menjadi korban.

Di bidang ekonomi, untuk tidak menyebut semuanya secara detil, kemajuan nyaris hanya terasa di permukaan, tetapi keropos di kedalaman. Kita sering melihat tontotan aktraktif pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pendapatan negara di tengah kondisi dimana fundamental ekonomi bangsa sejatinya terjajah. Lihatlah sektor-sektor investasi yang hampir rata di dominasi pihak asing. Belum lagi di bidang sosial, dimana penurunan angka orang miskin sangat tidak sebanding bila diukur dari gembar-gembor indikator peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan.

Tak dapat dibayangkan, apa jadinya perjalanan bangsa besar ini ke depan bila telah kehilangan begitu banyak memorabilia berharga yang pernah diukir oleh para pendahulu, yang kini nyaris hanya menjadi pajangan di museum-museum tak terawat itu.


Sumber:http://sejarah.kompasiana.com

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar