Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
23.7.12 | Senin, Juli 23, 2012 | 0 Comments

Easy

Penulis :Syaifoel Hardy

Lelaki setengah baya tersebut berjalan agak terseok-seok. Salah satu kakinya, tepatnya sebelah kiri, nampaknya cacat. Saya tidak pernah menanyakannya.

Kami sering ketemu di masjid. Apartemennya hanya berjarak tidak lebih dari 30 meter dengan apartemen kami. Yang saya tahu, dia asal Hyderabad, salah satu negara bagian India yang populasi muslimnya besar.

Petang itu, saya berjalan beberapa meter saja, di belakangnya. Mengetahui bahwa saya tidak jauh dari langkah kakinya, dia berhenti. Menunggu.

Saya kemudian percepat langkah kaki ini, seolah tidak ingin dia memiliki kesan bahwa saya 'kurang menerima' ajakanya berjalan bersama. Meski hanya beberapa langkah ke depan.Seperti biasa, pembicaraan yang paling umum diangkat dalam pertemuan-pertemuan seperti yang saya alami petang itu, adalah tentang pekerjaan. Demikianlah kami. Dia pun menanyakan bagaimana dengan kerjaan saya. Sebaliknya, hal yang sama saya tanyakan kepadanya.

Topik pembicaraan kemudian mengalir. Dia tanyakan apakah nepotisme di tempat kerja kami sangat umum. Begitu yang dia dengar.Saya katakan bahwa saya tidak memiliki bukti tentang nepotisme di perusahaan kami. Yang saya tahu, praktik seperti ini terjadi di banyak tempat. Di mana-mana sering kita jumpai kasus serupa. Saya tidak pernah temui persis di depan mata.Memang, saya lihat ada beberapa orang yang saya kenal, beberapa anggota keluarganya kerja di perusahaan yang sama, meski departemen yang berbeda. Sepanjang proses rekrutnya fair, mengapa tidak boleh banyak anggota keluarga yang bekerja di tempat yang sama? Toh kompetensi mereka memenuhi syarat. Jadi, bagi saya, tidak mengapa sepanjang jalur yang ditempuhnya benar!

Dalam kehidupan yang sarat dengan kompetisi ini, siapa yang tidak suka dengankemudahan? Banyak orang mengharapkankemudahan. Orang cenderung enggan bersusah payah dalam meraih sesuatu.

Zaman saya sekolah dulu, tiga kilometer harus jalan kaki kami lakukan, itu hal biasa.

Banyak teman-teman yang melakukan hal yang sama.Sekarang ini, sekolah yang hanya berjarak kurang dari lima ratus meter saja, anak harus diantar. Macam-macam alasan kita, orangtua.

Ada yang bilang menjaga keamanan anak. Ada yang beralasan cinta kasih orangtua. Ada yang bilang perhatian sekali terhadap keselamatan anak. Serta beragam alasan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini.

Kita selalu mencari alasan agar bisa diterima dalam memperlakukan anak kita. Padahal, sejatinya belum tentu membelajarkan mereka tentang hakikat pendidikan yang sebenarnya. Bahwa yang namanya pelajaran, ujian, dalam hidup yang sebenarnya itu penting dialami oleh kita. Bahwa anak-anak harus tahu pahit, getir, susah, dan sakit dalam hidup. Agar mereka merasakannya. Bukan dirasakan lewat buku-buku dongeng atau yang tertuang dalam Hadits serta sejarah orang-orang zaman dahulu saja.

Akibatnya, anak biasa manja. Anak dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kemudahan. Kemudahan yang membuat mereka, kita-kita ini sesudah dewasa, jadi malas dan enggan menghadapi tantangan hidup. Enggan menghadapi berbagai kesulitan.Kesulitan atau tantangan yang ada di depan diidentikan dengan kesengsaraan. Lebih buruk lagi, kesengsaraan semacam ini kemudian diartikan sebagai sebuah perlakuan yang sudah bukan zamannya.Sesudah dewasa, kita inginnya segala sesuatu yang gampang dan mudah diraih. Belajar tidak perlu ngotot. Lulus sarjana inginnya kemudian langsung menempati kedudukan supervisor. Tidak mau memulaidari bawah.Kerjaan kasar dianggap sebagai sesuatu yang hina. Lebih buruk lagi, ada yang menganggap bahwa lebih baik nganggur dan ikut orangtua daripada kerja kasar menjadi Satpam padahal mengantongi ijazah sarjana.

Mindset kemudahan dalam hidup ini merambat, mengakar, dan menjalar ke mana-mana, di hampir seluruh sendi-sendikehidupan kita. Generasi muda yang terjangkit infeksi virus kemudahan ini menganggap perjuangan sebagai sebuah kesulitan yang besar yang mestinya hanya dihadapi oleh orang-orang zaman dulu. Mereka banyak yang tidak peduli dengan masa depan. Masa depan diterjemahkan sebagai 'apa kata nanti'.

Padahal, persoalan yang amat besar sudahterang benderang nampak di depan mata. Bahwa kesulitan kerja ada di mana-mana. Bahwa perolehan penghasilan yang layak itu tidak gampang diperoleh. Bahwa prestasi itu harus diukir dari bawah.Ironisnya, sudah sedemikian jelas contoh-contoh kehidupan yang ada ini tetap tidak menjadikan sebagian besar generasi kita ini jerah dibuatnya.Kita masih sering lenga. Berleha-leha dalam menyikapi setiap persoalan. Seolah-olah kita yakin bahwa masa depan yang lebih baik pasti akan datang dengan sendirinya. Orangtualah yang kemudian baru merasakan belakangan, bahwa ada yang salah dalam mendidik generasi mudaini.

Orang tua yang terlalu memanjakan anak-anaknya. Orangtua yang tidak mau memberikan pelajaran kepada anak-anaknya, meski sekedar menyuci baju, menyetrika, menyuci piring, atau belanja ke pasar, seolah-olah bukan pekerjaan anak-anak.Anak-anak dibiarkan main berlama-lama. Hingga tidak terkontrol. Orangtua merasa kasihan jika anak-anaknya menangis.

Kita sering tidak sadar, bahwa kerjaan terbesar anak-anak memang menangis sebagai senjata untuk merebut hati orangtuanya. Orangtua terlena dengan apayang kita sebut sebagai sebuah perlakuan 'kemudahan'.Ya! Kemudahan!

Kemudahan hidup yang kita cari. Kemudahan dalam segala hal yang kita impikan. Namun kita lupa, bahwa tidak adasukses tanpa kesulitan dalam hidup.

Sejarah sudah membuktikan dan menuliskannya. Bahwa tidak ada yang namanya Rasul atau Nabi yang hidupnya penuh dengan kemudahan yang membuat nama mereka, sikap mereka menjadi contoh yang mulia. Yang membuat merekalayak menjadi penghuni surga.

Tidak ada satupun pemimpin di dunia ini yang harum namanya yang selalu hidup dalam kemudahan.Dari uraian di atas, yang ingin saya garis bawahi adalah, kemudahan dalam hidup ternyata acapkali tidak membuat kita dewasa, sukses, dan bahagia. Sebaliknya, justru tantangan, kesulitan serta berbagai ujian yang kita temui dalam kehidupan inilah yang bakal membuat kita menjadi orang-orang yang kuat, tegar, dan sukses dalam meraih cita.

Good luck!

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar