Tuhan menyediakan naluri dan benih akhlak untuk saling berbagi, saling menyejahterakan.
Manusia dianugerahi bakat untuk merasakan nikmat dalam berjamaah.
Tak ada manusia yang aslinya sanggup merasa tenteram jika di sisinya ada saudaranya yang kelaparan
Atau mampu tidak gelisah jika di depan matanya ada siapa pun yang mengalami luka atau penderitaan.
Empati atau tarikat untuk merawat naluri dasar itu, menurut Tuhan, sangat bersahaja. Ialah, jangan makan berlebihan. Kulu wasyrobu, wa (lakin) la tusrifu. Makan dan minumlah, (tetapi) jangan berlebihan.
Keberlebihan dalam soal-soal keduniaan ini saja yang menjadi sumber segala malapetaka hidup manusia.
Ya malapetaka mental, malapetaka ekonomi, malapetaka politik, pergaulan, kebudayaan, peradaban maupun malapetaka keakhiratan atau yang disebut fenomena neraka.
Kalau yang akhirat-haqiqiyah atau rohaniah, misalnya berdzikir, kata Allah, lakukanlah sebanyak-banyaknya. Namun dataran akhirat-syar'iyyah pun, menurut Allah, musti dibatasi. Misalnya, salat subuh ya dua rakaat saja, dhuhur empat rakaatlah. Tak usah tanya.
Termasuk kenapa shalat sehari harus lima waktu. Sekali lagi tak usah tanya..Tentunya Allahlah yang paling tau kadarisasi kemampuan umatNya.
Sebaiknya kita belajar memasuki alam 'kasyaf' betapa nikmatnya pasrah kepada Allah. Kecuali kalau Allah juga boleh bertanya kepadamu: kalau ente shalatnya tiga kali sehari, Aku juga ambil dua batang jari tanganmu, supaya perangaimu menjadi lucu.
Setujukah kita jika itu win-win solution Tuhan ???
Jawab...!!
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar