Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
10.5.12 | Kamis, Mei 10, 2012 | 0 Comments

SYNDROM KEPEGAWAIAN


www.moonerarea.blogspot.com
Dimasa globalisasi seperti sekarang ini kita melihat fenomena yang sudah lama berlangsung, namun sesungguhnya melenceng dari tujuan kehidupan sosial masyarakat yang berTuhan Tapi berketuhanan (baca : banyak tuhan). Gaya hidup dan etos kerja yang dimaksud adalah maraknya 'syndrom kepegawaian alias mental semu pegawai' di kalangan umat. 




Tentu saja yang disebut sebagai “syndrom kepegawaian” tidak berarti hanya milik para oknum pegawai, bisa saja yang terkena justru kalangan oknum pedagang serta oknum-oknum profesional lainnya . “syindrom/mental pegawai” yang dimaksud adalah :

1. Syndrom “budak” atau mental bayaran. 

Dalam istilah lain bisa di bilang “mental kalender”, Seseorang yang terbiasa bekerja di sebuah kantor dimana ia menerima upah berkala atau gaji per waktu yang telah ditentukan, namun pada kenyataannya sangat terkondisi dengan jadwal itu, hingga ia abai terhadap hal lainnya. Contoh : Seorang pegawai yang terbiasa menerima gaji bulanan antara tanggal 1-5 setiap bulan misalnya, maka ia cenderung “patuh bin giat” pada waktu tersebut, dengan kata lain ia akan bekerja lebih giat dan produktif sesaat sebelum dan sesudah hari gajian. Di luar waktu itu semangatnya anjlok lagi binti produktifitas melempem. Lalu biasanya sikapnya ditambah 'spekulatif’ yaitu ia akan demikian berharap dan tergantung pada momen waktu gajian, sehingga melakukan tindakan-tindakan transaksional yang targetnya akan di bayar segera setelah gajian alias berhutang dan menggampangkan urusan pembayaran - ada pola pemborosan yang tidak disadari berlangsung bertahun-tahun, artinya pola hidupnya tidak berfikir terencana (nanti bagaimana ?) melainkan berfikir instant dan spekelulatif (pokok'e bagaimana nanti lah !). Atau ada juga mental dan etos (semangat) kerja bertendensius atau 'maju tak gentar membela yang bayar' artinya ia telah dibutakan dalam urusan beramar-ma’ruf serta ber-nahi munkar karena kecintaan yang berlebihan pada harta dan pekerjaan – ia jadikan kantor atau pekerjaan sebagai “berhala-berhalapermanen, sehingga ia abai terhadap perintah untuk hanya berharap semata-mata kepada Allah Ta’alaa. Padahal, pekerjaan, kantor, gajian dan seterusnya itu sesungguhnya hanyalah perantara bin mediator jalannya rezeki Allah kepadanya seperti firmanNya : 
 “Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan” (QS. Al Fajr: 20)

2. Syndrom / Mental riya dan korup 

Hal ini tampak dari gaya hidup (life style) yang tular menular berdasarkan strata profesi serta jabatan di organisasi perusahaan, perkantoran atau pun institusi golongan. akhirnya Berkembang biaklah mental hierarkis dimana masing masing individu secara sistemik bertingkah laku dan bergaya hidup jauh melebihi kebutuhan riil-nya “biar tekor asal kesohor”, seperti bapak Nazaruddin itu kan yang gemar ke salon serta pake' serba merk Dompetnya aja merk LV atau seperti si Nunu itu tudungnya juga Merk LV, Wooww, padahal hasil Maling uangnya, bahkan cenderung haus dengan keinginan-keinginan duniawinya. Orang jadi semakin rakus dengan materi, gandrung dengan merek merek produk yang dinilai akan “menaikkan strata sosialnya” serta mensugestinya terus untuk berperilaku borjuis sok 'Wah', boros dan mubadzir serta menutup mata terhadap hak-hak orang lain apalagi kepentingan umum. 
maraknya korupsi dan kolusi jelas merupakan salah 1 dampak dari mental-mental riya' semacam ini ! .Dianggapnya dengan naiknya jabatan serta penghasilan, maka kelas sosialnya hanya akan naik dengan gaya hidup mentereng, jauh dari kebersahajaan sebagai hamba Allah. Dan fenomena yang telah berlangsung berpuluh tahun ini tanpa disadari telah menjerumuskan umat dari misi kehidupan sebagaimana yang Allah kehendaki, yaitu “..untuk beribadah kepada Allah”.
 Wamaa khalaqtul jinna wal insa illa liya’budu  "Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS.Adz Dzariat: 56)

3. Syndrom/ Mental “forecasting” atau mengira-ngira 

tipe mental seperti ini selalu berencana dengan target-target kuantitatif yang terlalu jauh - namun cenderung mengabaikan terhadap aspek kualitatif ibadah, contohnya: ia akan selalu tepat waktu bila ke kantor dan berjuang mati-matian demi target usaha. Namun disisi lain malah tidak tepat waktu pada jam-jam sholat atau malah tidak sholat wajib sama sekali, naudzubillahi min dzalik ! 

Mental “forecasting” tersebut kemudian malah membuka peluang untuk “berandai andai”. Selain itu mental demikian membuat kebanyakan pegawai dilanda stress atau depresi karena terkondisi dengan angka-angka capaian, bukan karena mencari keridhoan Allah. Padahal bukanlah pencapaian hasil akhir kuantitatif yang dikehendaki Allah, melainkan kebersungguhan dalam berikhtiar (kualitas prosesnya, bukan hasilnya). Ingat, Allah tidak menghendaki kesulitan bagi hambanyaNya melainkan kemudahan 
FirmanNya : 
 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (QS. Al-Baqarah: 286)

4. syndrom/ Mental curang dan licik

Curang bin “berkompetisi” secara tidak sehat + tidak wajar. Bersaing secara sehat bukanlah hal yang dilarang agama. Namun jika urusannya sudah mengarah kepada persaingan yang tak wajar, saling sikut, baku-jatuh diantara teman dan sejawat (rival) hingga menargetkan sebuah jabatan melalui cara-cara tipu daya yang licik bin gosok sana sini tentunya bukanlah kewajaran malahan itu kurang ajar, sedang itulah yang juga marak berlangsung. Di era sekarang ini banyak oknum pejabat yang ternyata menduduki sebuah jabatan bukan karena prestasi kerjanya semata, melainkan juga lewat sogok-menyogok, nepotisme atau “kongkalikong” tipu daya juga skandal antar atasan dan bawahan diantara kelompoknya sendiri sehingga mematikan prestasi individu ataupun kelompok lain. Bukannya Yang benar seharusnya adalah mental “berlomba-lomba dalam hal-hal yang mengarah pada kebaikan (fastabiqul khairat) Tapi malah Fastabuqul Mlorot ( baca : saling menjatuhkan/melorotkan)" melakukan penilaian yang wajar atas prestasi dan pencapaian karya orang lain. Sepatutnya manusia harus saling membantu hal baik dalam bekerja serta berusaha bukan saling jegal saling hantam. Ingat, Allah sudah menggariskan suratan takdir seseorang, Rezeki tak mungkin akan tertukar. Jadi bekerjalah dan berupayalah dengan sungguh-sungguh karena Allah, bukan karena sekedar ingin naik jabatan, bukan karena ingin penghasilan yang setinggi-tingginya, bukan karena ingin mendapat pujian manusia karena naik kelas sosialnya dan lain-lain perbuatan riya yang menjerumuskan ke ranah keserakahan duniawi seperti fimanNya : 
 Alhakumut takatsur :“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu..” (QS Al-Takatsur:1).

5. Syndrom/ Mental “pensiun” alias berhenti dari berkarya 

Meskipun tidak semua orang yang setelah 'pensiun' lalu berhenti total bekerja, namun istilah ini seolah sudah menjadi stempel “afkiran” dari kegiatan bekerja, sehingga tak jarang orang, khususnya para pekerja akan memiliki mental fatalis-hopeless, semisal : “ah, buat apa kerja lagi, toh saya sudah pensiun, ah, saya kan sudah lama, maka saya harus berhenti berkarya dan memberikan kesempatan kepada yang lain yang lebih muda”. Padahal Islam tidak merekomendasikan istilah pensiun ini sama sekali, tak ada dalilnya baik dalam Al-Qur’an dan Hadits yang menyuruh orang berhenti berkarya.
FirmanNya :
 ….Faidza faraghta fansob, wa illa robbika warghob :"….Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Rabb-mu lah engkau berharap”(QS.Al Insyirah: 7-8)

6. Syndrom/ Mental tempe, mental tahu 

mental tempe/tahu alias mental makan mulu yang di pikir karena fisosofi hidupnya , " Hidup Untuk makan" Nah Lho, nggak peduli besok yang penting sekarang pokok'e makan (titik),hehehehe.

                                      ______________________________

Postingan kali ini bukan ditujukan untuk mencela atau melarang orang menjadi pegawai atau karyawan, melainkan hanya sekedar memberikan rambu-rambu peringatan kepada setiap orang terutama kepada mereka yang bekerja sebagai karyawan atau pegawai dimanapun dan juga untuk semua yang berkarya di lintas profesi untuk lebih berhati-hati menyikapi fenomena tersebut- jadilah pegawai atau karyawan yang Islami bro 'n sist, bukan karyawan yang diperbudak oleh uang, harta apalagi jabatan. Jebakan tata nilai yang liberal kapitalistik sudah sedemikian hebat mencengkeram kehidupan sosial masyarakat dunia, sehingga melenceng jauh dari nilai-nilai ilahiyah. Selebihnya teruslah berkarya dimana saja selagi masih bisa dan tujukan semua itu untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaa semata.

Innasholati wa nusuuki wa mahyaya wamamati lillahi rabbil alamiin“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam" (QS.Al-An’am: 162). Aamiin. Wallahu a'lam bishshowab...

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar