Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
13.2.12 | Senin, Februari 13, 2012 | 0 Comments

Wibawa Suami: MASIHKAH Dinilai dengan Uang?


Menjadi seorang suami tentu bukan tugas mudah, sama beratnya dengan menjadi seorang istri.  Seorang suami dituntut untuk bisa memberikan nafkah secara lahir dan batin.  Dan sudah menjadi sebuah keharusan bahwa suami itu harus bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Dan selebihnya adalah tugas istri untuk menerima dengan ikhlas apa yang diberikan oleh sang suami, kemudian mengelolanya dengan baik supaya bisa untuk mencukupi kebutuhan semuanya.

Waduh kok susah ya kayanya? Lha kalo gak cukup gimana? Mau cari kemana? Padahal kemampuan suami ya cuma segitu, terus apa yang harus kita lakukan sebagai istri? Apa iya kalo suami  kita ini mentok ngasih duitnya cuma segitu doang, kita uring-uringan dan menuntut suami harus bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga?


Satu kasus terjadi , ada seorang istri yang berani pada suaminya karena si suami hanya perpenghasilan kecil, padahal mereka sudah terlanjur punya anak. Merekapun masih tinggal bersama orang tua si istri,  dan memang sang suami sejauh ini belum bisa mencukupi semua kebutuhan rumah tangga, karena masih dibantu oleh orang tua baik dari pihak istri maupun pihak suami.

Sebenarnya si suami sudah pernah menyerahkan pengelolan keuangan kepada istrinya, namun sayang si istri belum bisa mengelola dengan baik hingga akhirnya si suami mengambil keputusan untuk memberikan uang belanja per hari. Dan tampaknya ini menjadi permasalahan sendiri bagi sang istri karena merasa tidak bebas mengelola keuangan. Akhirnya mereka sering bertengkar hingga si istri sering melontarkan kata-kata kasar pada suaminya sendiri.

Dan yang lebih parah lagi si istri sering mengata-ngatai suaminya dengan kata-kata yang tidak pantas itu di depan orang tuanya.  Inilah yang membuat sang suami seringkali malu dan merasa tak punya harga diri, saat sang suami mengingatkan untuk merubah perilakunya, si istri malah makin berani dan mengatakan bahwa dia gak perlu merubah perilakunya selama suaminya belum bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Dalam rumah tangga, seorang istri adalah menteri keuangan sekaligus menteri dalam negeri, pokoknya dobel-dobel lah tugasnya banyak banget. Mulai dari urus suami, urus anak, urus rumah, dan urus keuangan tentunya. Nah apa iya kalo suami kita itu gak bisa memenuhi kebutuhan lahir kita, meski sudah berusaha sekuat tenaga, terus kita malah tidak ‘menghormatinya’? Bukankah sebagai istri kita musti siap dengan segala rintangan dan hadangan yang ada di depan? Menjadi pendukung dan penyemangat suami untuk terus berusaha dan berkarya agar mampu memenuhi tugasnya untuk memberikan nafkah lahir untuk keluarga.

Kita mesti ingat bahwa sebuah pilihan itu mengandung komitmen yang harus kita jaga dan konsekuensi yang harus kita terima, seperti halnya saat kita memilih untuk menikah. Jika kita sudah  berkomitmen untuk menerima seorang lelaki untuk menjadi suami, ya kita juga harus siap dengan segala konsekuensi yang ada termasuk saat suami kita ini memiliki gaji yang kecil, atau dengan kata lain masih belum bisa mencukupi segala kebutuhan rumah tangga.

Disinilah kita sebagai istri diuji, mampukah kita ikhlas menerima suami kita yang hanya berpenghasilan kecil? Bisakah kita menjadi penyemangat buat suami agar mampu berusaha lebih keras lagi? Ataukah kita hanya mampu menghujat dan menjelek-jelekkan suami kita?
Sebagai istri yang baik kita harus tetap mampu menjaga wibawa suami. Artinya mau sedikit atau banyak gaji yang didapat itu adalah hasil jerih payah suami kita, tentu kita harus hargai itu. Jangan sampai karena gaji suami yang kecil kita jadi berani pada suami, walau bagaimanapun saat suami sudah berusaha untuk bekerja itu adalah bagian dari tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan. Jika kita ingin mengingatkan tidak perlu dengan nada keras dan menghujat bukan? Artinya kita boleh tegas tapi tidak boleh keras dan tetap harus menghargai suami. Nah dari pada kita menghujat dan menjelek-jelekkan suami sendiri  bukannya akan lebih baik kalo kita putar otak untuk membantu suami.

Saya bukannya mau membuka aib orang lain. Ini hanya menjadi perenungan buat saya khususnya dan mungkin juga buat yang baca, bahwa menjaga wibawa suami adalah salah satu kewajiban bagi seorang istri.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar