Nama saya Bambang Budi Rindra Mandala. Saya lahir dari pasangan RA. Budiono dan RA.P Parindrayana, 10 April 1962. Nama saya itu merupakan perpaduan dani nama kedua orangtua saya yang berasal dari Jawa Tengah. Menurut silsilah yang ada, keluarga saya termasuk dalam silsilah keturunan Kerajaan Surakarta (Solo), dari garis silsilah Raden Fatah. Menurut orangtua saya, keluarga kami ini memiliki hubungan sangat erat dengan keluarga Kerajaan Surakarta itu. Walaupun demikian, keluarga saya adalah penganut agama Kristen Katolik, terutama kakek dan nenek.
Karena berasal dari kalangan keluarga Kristen Katolik, saya secara otomatis sejak kecil dididik agama tersebut. Mereka secara ketat menanamkan ajaran-ajaran Katolik kepada saya. Walaupun begitu, mereka tidak keberatan dengan pergaulan saya, mereka membebaskan saya berteman dan bergaul dengan masyarakat lainnya.
Kebetulan, saya tinggal di kawasan dan lingkungan masyarakat Betawi, tepatnya di Kebon Sirih, Kel. Kampung Bali, Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sejak usia kanak-kanak, saya berteman dengan anak-anak Betawi yang beragama Islam. Dalam pergaulan itu, saya sangat terkesan dengan mereka. Karena mereka adalah penganut agama Islam yang taat.
Sebagai teman, mereka tidak pernah memaksa saya untuk mengikuti agama mereka. Mereka toleran dan baik, karena sikap mereka itu, saya merasa lebih dekat dengan masjid daripada gereja. Karena, masjid merupakan tempat kami bermain dan berkumpul. Selain tempat kumpul, masjid juga sebagai tempat mengaji.
Dari pergaulan ini pula, saya terkadang ikut dalam kegiatan keagamaan mereka. Misalnya, bila saat datang bulan suci Ramadhan, saya ikut pula menjalankan ibadah puasa, seperti orang-orang Islam layaknya, walaupun tidak seutuhnya. Saya senang mengikuti tata cara ibadah mereka.
Sesungguhnya, keinginan untuk masuk ke dalam agama Islam, sudah pernah terlintas dalam benak saya saat itu. Tetapi, karena masih kanak-kanak, niat itu saya urungkan. Alasannya, karena masih belum dewasa dan belum bisa memberikan jawaban yang tepat kepada orang tua. Singkatnya, saya belum siap.
Usai menyelesaikan pendidikan menengah atas (SMU/ SMA), saya melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Tahun 1983, saya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI). Di kampus ini, saya wajib mengikuti kebaktian. Itu merupakan keharusan bagi mahasiswa Kristen.
Ikuti Latihan beladiri
Di luar kampus, saya juga aktif mengikuti kegiatan seni bela diri. Saya bergabung dalam sebuah perguruan silat dekat rumah saya. Dalam menekuni ilmu silat ini, saya diajari doa-doa dan bacaan-bacaan sebelum melakukan latihan. Bacaan doa-doa ini memang sudah saya kenal sejak kecil, karena pergaulan saya dengan orang-orang Islam waktu kecil. Jadi, saya tidak kaget lagi.
Dari kegiatan bela diri ini, saya semakin mantap untuk mendalami agama Islam. Sebab dalam pencak silat itu terkandung ajaran-ajaran Islam. Karena terus berlatih, saya semakin paham dan dekat dengan agama Islam. Saya semakin tahu apa arti Islam itu sesungguhnya.
Semakin mendalami apa itu agama Islam, saya semakin terdorong untuk memeluk Islam. Keinginan itu semakin kuat. Namun, saya sadar bahwa untuk mewujudkan itu, pasti banyak hambatannya, terutama dari pihak orang tua. Orang tua saya pasti akan mempermasalahkannya. Karen saya adalah cucu pertama dari keluarga besar kami yang sangat fanatik dalam memeluk agama Kristen Katolik.
Akhirnya, keinginan untuk memeluk agama Islam terwujud juga. Tepat pada hari jumat tahun 1983, saya putuskan untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Pada hari itu, saya mendaftarkan diri pada Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) untuk segera di Islamkan. Menjelang berbuka puasa, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat.
Di bulan Ramadhan 1983 itu, resmilah saya menjadi seorang muslim, sebagaimana cita-cita saya sejak kecil. Oleh para pengurus Masjid Sunda Kelapa, saya diberi nama Islam, Muhammad Bambang Budi. Tahun itu pula, untuk pertama kalinya, saya merasakan nikmatnya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, shalat bersama saudara-saudara seiman di Hari Raya Idul Fitri.
Keislaman saya ini ditentang keras oleh seluruh keluarga. Saya dikucilkan selama satu tahun. Uang kuliah pun ditangguhkan. Semua ini, bagi saya merupakan sebuah cobaan. Dengan itu pula, saya semakin mantap beragama Islam. Saya begitu yakin dengan keputusan saya itu.
Alhamdulillah, dari ketabahan saya itu, hampir seluruh keluarga saya, akhimya mengikuti jejak saya, masuk ke dalam agama Islam, kecuali adik saya yang bungsu. Saya begitu bersyukur kepada Allah SWT atas petunjuk-Nya, keluarga saya mendapat taufik dan hidayah Nya.
Dalam kehidupan ini, saya berusaha menciptakan keluarga kami menjadi keluarga yang sakinah. Saya ingin mengajak keluarga saya menjadi penganut Islam yang taat. Saya ingin menerapkan dan menjalankan kehidupan keluarga berdasarkan tuntunan moral agama. Iman dan Islam saya jadikan landasan utama untuk membina rumah tangga. Alhamdulillah, saya berhasil mendidik anak kami, Dhea Ananda menjadi seorang penyanyi yang kerap membawakan lagu-lagu bernuansa Islami.
Dari mualaf.com
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar