image:ilustrasi |
Tahukah kamu? Mengapa saya suka wanita yang berjilbab? Jawabannya sederhana, karena mata saya susah di ajak kompromi. Bisa di bayangkan, bagaimana saya harus mengontrol mata saya ini, mulai dari keluar pintu rumah hingga masuk ke luar rumah lagi. Dan kamu tau? Di kampus tempat saya seharian di sana, ke arah manapun saya memandang selalu membuat mata saya terbelalak dan hati saya kebat-kebit di buatnya, segera kata istigfar terucap di bibir saya. Hanya dua arah yang bisa membuat saya tenang, yaitu mendongak ke atas langit atau menunduk ke tanah.
Melihat ke depan, ada perempuan berlenggok dengan seutas Tank Top. Menoleh ke kiri, pemandangan “Pinggul Terbuka”. Menghindar ke kanan, ada sajian “Celana Ketat plus You Can See”. Balik ke belakang, di hadang oleh ” Dada Menantang”. Astaghfirullah, ke mana lagi mata ini harus memandang? Kalau sudah begitu, saya memilih untuk melangkahkan kaki di masjid kampus. Pemandangan lautan jilbab panjang berwarna cerah dan muda yang di kenakan oleh para akhwat-akwat itu sungguh membuat mata saya sejuk kembali. (uupss…walaupun tetap harus jaga pandangan).
Entah kenapa, sedari dulu sejak saya baligh. Setiap pandangan mata ini jatuh kepada akhwat yang sedang berpapasan dengan saya memakai jilbab dan kerudung lebar sampai ke pantat atau pinggang, entah kenapa mata ini sulit sekali untuk “di jaga”. Sekalipun saya sudah ghadhdhul bashar (menundukkan pandangan, red) tetap saja keinginan untuk menoleh lagi ke akhwat tadi sangatlah besar. Namun untuk ke sekian kalinya jika mata saya mendapati wanita yang auratnya brak-bruk di mana-mana atau kerudungnya masih belum beres , dengan mudah kepala ini berpaling. Saya simpan saja “aib” saya ini, sampai saya bertemu dengan seorang ikhwan yang menjadi teman kost saya dan punya “aib” yang sama. He…he… akhirnya, saya tidak sendiri.
Kalau berbicara tentang ‘nafsu’, jelas saya suka , wajar karena saya juga laki-laki tulen. Aurat yang bertebaran di mana-mana, itu mah masih kurang merangsang buat saya. Tapi sayang, saya masih tidak ingin hidup ini di balut oleh nafsu. Saya juga butuh hidup dengan pemandangan yang membuat saya tenang. Saya ingin melihat wanita, bukan sebagai objek pemuas nafsu semata. Tapi sebagai sosok yang anggun mempesona, dan kalau di pandang, bikin sejuk di mata. Bukan paras yang membuat mata panas, membuat iman lepas yang di tarik oleh pikiran ‘ngeres’, dan hatipun menjadi keras.
Andai saja wanita mengerti apa yang di pikirkan seorang laki-laki ketika melihat mereka berpakaian seksi, saya yakin mereka pasti tak mau tampil seperti itu lagi. Kecuali, bagi mereka yang memang sudah punya niat untuk menarik lelaki dengan aset berharga yang mereka punya.
Istilah seksi _kalau saya boleh definisikan_ berdasarkan kata dasarnya adalah ‘penuh daya tarik seks’. Jadi, kalau ada seorang wanita yang di katakan seksi oleh para lelaki, janganlah berbangga hati dulu. Sebagai seorang manusia yang punya fitrah di hormati dan di hargai, semestinya anda malu. Karena penampilan seksi itu sudah membuat mata lelaki menelanjangi anda, membayangkan anda sebagai objek syahwat dalam alam pikirannya. Berharap anda melakukan yang lebih seksi lagi, lebih, dan lebih lagi. Dan anda tau apa yang ada dalam benak sang lelaki? Kesimpulannya yaitu anda bisa di ajak begini dan begitu, alias “gampangan”.
Mau tidak mau, sengaja atau tidak, anda sudah membuat diri anda tidak di hargai dan di hormati oleh penampilan anda sendiri, Yang anda sajikan kepada mata para lelaki. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anda, apakah itu dengan kata-kata yang nyeleneh, pelecehan seksual atau sampai pemerkosaan. Siapa yang semestinya di salahkan? Saya yakin anda menjawab “lelaki”, bukan? Betapa tersiksanya menjadi seorang lelaki di jaman sekarang ini.
Kalau boleh saya ibaratkan, tak ada pembeli kalau tak ada yang jual. Simple saja, orang pasti akan beli kalau ada yang nawarin. Apalagi barang bagus itu gratis, pasti semua orang akan berebut menerima. Nah, apa bedanya dengan anda menawarkan penampilan seksi pada khalayak ramai? Saya yakin, siapa yang melihat pasti ingin mencicipinya.
Begitulah seharian saya tadi, saya harus menahan penyiksaan mata ini. Bukan hanya hari ini saja, tapi seperti itulah rata-rata setiap harinya. Saya ingin protes, tapi bingung mau protes kemana? Apakah saya harus menikmatinya saja? Tapi sungguh, saya takut sekali dengan Dzat yang memberi mata ini. Bagaimana nanti saya mempertanggungjawabkannya? Sungguh suatu dilema yang berkepanjangan dalam hidup saya.
” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya…” ( QS. An-Nuur:30-31) .
Jadi, tak salah bukan kalau saya sering duduk berdiam di ruangan kecil ini, duduk di depan komputer, menyerap sekian juta elektron yang terpancar dari monitor? Dari pada saya harus ke tempat keramaian yang menyajikan “pameran aurat”. Saya hanya ingin menahan pandangan mata ini. Biarlah mata saya ini rusak oleh radiasi monitor, daripada saya tidak bisa mempertanggungjawabakan mata ini nantinya.
Saya yakin, banyak laki-laki yang punya dilema seperti saya ini. Mungkin banyak yang menikmati, tetapi sebagian besar ada yang takut dan bingung harus berbuat apa. Bagi anda para wanita, apakah akan selalu dan semakin menyiksa kami sampai kami tak mampu lagi memikirkan mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian terpaksa mengambil keputusan untuk menikmati pemandangan yang anda tayangkan?
Jadi maafkan saya jika ada yang merasa tersinggung atau tersindir, sungguh itulah kepedulian saya terhadap nasib diri sendiri dan nasib bersama. Berhijablah yang syar’i, saudariku! Karena itu sungguh nyaman, tentram, anggun, cantik, mempesona, dan tentunya sejuk di mata seperti pancaran embun bidadari surga.
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar