H-2 hari milad Rasti yang ke-22..
Siang itu, panas cukup terik membakar bumi. Rasti duduk di bangku belakang bus, tepat di samping jendela. Rasti membuka jendela untuk mengijinkan angin semilir menerpa tubuhnya yang sudah agak banjir dengan keringat. Tiba-tiba HP-nya bergetar. Ada sms masuk dari sang MR, rupanya.
“asslm. Rasti,, kamu lulus februari 2011 kn?? Atau ada rencana mundur lagi??”
“insya Allah aku usahain 4.5 tahun mbak. Emg knapa?”
“setelah lulus, akan lnjut jd PNS/ swasta? (ato kalo ke luar negeri di bolehin sm ortu?)”
“aku mw jd pengusaha mbak. Hehe.. Boleh2aj ke luar negeri kyk kakakku yg mw ke Italy. Aku malah disuruh ngambil beasiswa s2 ke luar negeri sm ummi..”
“Ohh. Syukron ya..”
Rasti bingung dan ada tanda tanya besar dibenaknya. Rasti pun segera mempertanyakan hal itu kepada sang MR.
“emg bwt apa sih mbak?? Hmm,, jd curiga nih..”
“Buat pendataan aja..”
“Hoo...”
Pikiran Rasti menuju kepada sebuah kesimpulan. Tapi, segera ia tepis pikirannya itu. Hingga akhirnya....
21 Februari 2010
H-1 hari milad Rasti yang ke-22..
Siang itu, Rasti sedang pergi jalan-jalan ke pantai bersama teman-teman kampusnya. Di sela-sela bermain air di tepian pantai, ada sms masuk dari HP Rasti.
“asslm. Rasti, Mila, Raya, Astri, tlg segera kirim cv antuna ke email mbak ya..”
Deg. Rasti makin merasakan bahwa dugaannya kemarin sepertinya benar. Kesimpulannya tentang pertanyaan yang dilontarkan sang MR via sms, sepertinya memang mengarah kepada kesimpulan Rasti.
“wslm. Iya, insya ALLAH mbak..btw, CV itu isinya apa aja mbak?”
“kayak cv lamaran kerja. Tp kmu tmbahin kondisi keluarga, gmbaran kluarga yg akn dbntuk & foto”
22 Februari 2010
Hari milad Rasti yang ke-22..
Siang hari, dalam perjalanan pulang di kereta, Rasti mengobrol dengan seorang teman tentang kesiapan seorang akhwat menuju gerbang pernikahan. Rasti yang membuka pembicaraan siang itu.
“menurut kamu akhwat dikatakan siap nikah seperti apa?”
“menurutku, akhwat yang siap nikah itu adalah akhwat yang memang sudah mempersiapkan dirinya untuk ke arah sana.”
“tapi ada akhwat yang bilang, akhwat itu siap gak siap memang harus siap. Karena kalo ditanya siap atau gak? Pasti jawabnyaya gak siap-lah..”
“ya memang sih kadang seperti itu. Tapi aku kurang sepakat kalo misalnya akhwat dikatakan udah siap nikah itu kalo dia udahbisa mengerjakan semua urusan rumah tangga, misalnya; nyuci, nyetrika, masak, dll. Itu mah bukan hal yang esensi dalam suatu pernikahan. Emangnya qta pembantu apa? “
“emang, apa hal esensi dalam sebuah pernikahan?”
“akhwat tuh harus punya ilmu dalam menghadapi pernikahan, rumah tangga. Banyak baca buku tentang pernikahan, tentang rumah tangga, apa aja hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga.Trus juga mau dibawa kemana rumah tangga qta nantinya, itu juga harus dipikirkan. Karena kebanyakan sekarang ini, akhwat itu kurang ilmunya dalam menghadapi pernikahan. Liat aja kalo dalam kasus-kasus rumah tangga ataupun perceraian yang kalah pasti perempuan..”
“ohh.. gitu..”
Percakapan-pun harus diakhiri karena mereka telah sampai di stasiun Kalibata.
Malam itu, Rasti sedang berkutat di ruang komputer rumahnya. Rasti sedang menyelesaikan CV yang diminta oleh sang MR. Setelah mengetik biodata diri, riwayat pendidikan, riwayat organisasi, kondisi keluarga, dan pola didik keluarga, Rasti agak bingung ketika memberi gambaran keluarga yang akan dibentuknya nanti. Di ruang komputer, ada Ummi dan abang Rasti. Rasti-pun memberanikan diri melontarkan pertanyaan dengan gaya bercanda.
“Mi, kalo Rasti mau nikah sekarang gimana?”
Abang Rasti langsung bilang bahwa Rasti masih belum siap untuk nikah. Disebutkanlah satu per satu yang menurut abang Rasti, Rasti belum siap untuk menikah sekarang. Sang Ummi hanya mengiyakan perkataan abang Rasti. Padahal Rasti tahu bahwa Ummi pasti selalu mendukung apa yang Rasti lakukan. Pun terkait masalah ini, Rasti sudah pernah bertanya pendapat sang Ummi. Tapi ternyata, argumen abang Rasti begitu kuathingga akhirnya sang Ummi mengiyakan perkataan abang Rasti.
Ya, Rasti pun paham dengan perkataan sang abang yang menyatakan bahwa diri Rasti belum siap untuk menikah saat ini. Walaupun sebenarnya argumen yang dikemukakan oleh abangnya tidak terlalu esensi dalam sebuah pernikahan.
Rasti pun meminta pendapat teman dekatnya via sms.
“asslm, ukh, mnurt kmu, aku dah siap nikahblum?kok aku merasa aku blum siap ya?”
“w.slm. udah.. yg bsa meliat kamu siap ato ga, ya org tdekatmu. Aku liat, kamu, Rina, Sinta, jg udh siap kok..”
“Mmm,, ya betul kata saudariku yang satu itu. Yang bisa menilai diri kita siap atau belum untuk menikah ya orang-orang terdekat kita..”, pikir Rasti di depan komputer.
Rasti menimbang-nimbang sesuatu, memikirkan pertimbangan-pertimbangan dari teman, keluarga, dan juga menimbang-nimbang hal esensi dan yang tidak terlalu esensi dalam sebuah pernikahan. Keputusan pun telah bulat dan Rasti segera meng-sms sang MR.
“Mbak, af1, aku blum siap. Jd, aku ga jd ngirim CV-nya ya..”
****
Seorang akhwat terkadang bimbang ketikamenyatakan dirinya siap atau tidak menuju gerbang pernikahan. Walaupun pada kenyataannya, dengan rentang usia yang sama pada usia rawan untuk menikah, lebih banyak ikhwan yang menyatakan ketidaksiapan untuk menikahdi usia yang masih muda (dini). Ada banyakpertimbangan dari para ikhwan untuk menggenapkan separuh dien-nya; finansialyang utama. Namun, jika ditilik, rupanya para akhwat juga tak hanya sekadar siap menunggu ikhwan yang datang melamar. Akhwat juga harus mempersiapkan semuanya, terutama ilmunya.
Diperlukan pula pertimbangan dari orang-orang terdekat yang bisa menyatakan diri seorang akhwat siap atau tidak untuk menikah. Meminta pendapat teman terdekat dan yang terpenting adalah keluarga. Keluarga-lah yang begitu mengetahui baik-buruknya kita. Seperti yang Rasti lakukan, dia meminta pertimbangan dari keluarga dan teman terdekatnya, namun keputusan tetap ada di tangan Rasti. Setelah melihat ke dalam dirinya mengenai kesiapannya untuk menikah, akhirnya Rasti memutuskan bahwa: “Nyatanya, aku belum siap menikah..”
Siang itu, panas cukup terik membakar bumi. Rasti duduk di bangku belakang bus, tepat di samping jendela. Rasti membuka jendela untuk mengijinkan angin semilir menerpa tubuhnya yang sudah agak banjir dengan keringat. Tiba-tiba HP-nya bergetar. Ada sms masuk dari sang MR, rupanya.
“asslm. Rasti,, kamu lulus februari 2011 kn?? Atau ada rencana mundur lagi??”
“insya Allah aku usahain 4.5 tahun mbak. Emg knapa?”
“setelah lulus, akan lnjut jd PNS/ swasta? (ato kalo ke luar negeri di bolehin sm ortu?)”
“aku mw jd pengusaha mbak. Hehe.. Boleh2aj ke luar negeri kyk kakakku yg mw ke Italy. Aku malah disuruh ngambil beasiswa s2 ke luar negeri sm ummi..”
“Ohh. Syukron ya..”
Rasti bingung dan ada tanda tanya besar dibenaknya. Rasti pun segera mempertanyakan hal itu kepada sang MR.
“emg bwt apa sih mbak?? Hmm,, jd curiga nih..”
“Buat pendataan aja..”
“Hoo...”
Pikiran Rasti menuju kepada sebuah kesimpulan. Tapi, segera ia tepis pikirannya itu. Hingga akhirnya....
21 Februari 2010
H-1 hari milad Rasti yang ke-22..
Siang itu, Rasti sedang pergi jalan-jalan ke pantai bersama teman-teman kampusnya. Di sela-sela bermain air di tepian pantai, ada sms masuk dari HP Rasti.
“asslm. Rasti, Mila, Raya, Astri, tlg segera kirim cv antuna ke email mbak ya..”
Deg. Rasti makin merasakan bahwa dugaannya kemarin sepertinya benar. Kesimpulannya tentang pertanyaan yang dilontarkan sang MR via sms, sepertinya memang mengarah kepada kesimpulan Rasti.
“wslm. Iya, insya ALLAH mbak..btw, CV itu isinya apa aja mbak?”
“kayak cv lamaran kerja. Tp kmu tmbahin kondisi keluarga, gmbaran kluarga yg akn dbntuk & foto”
22 Februari 2010
Hari milad Rasti yang ke-22..
Siang hari, dalam perjalanan pulang di kereta, Rasti mengobrol dengan seorang teman tentang kesiapan seorang akhwat menuju gerbang pernikahan. Rasti yang membuka pembicaraan siang itu.
“menurut kamu akhwat dikatakan siap nikah seperti apa?”
“menurutku, akhwat yang siap nikah itu adalah akhwat yang memang sudah mempersiapkan dirinya untuk ke arah sana.”
“tapi ada akhwat yang bilang, akhwat itu siap gak siap memang harus siap. Karena kalo ditanya siap atau gak? Pasti jawabnyaya gak siap-lah..”
“ya memang sih kadang seperti itu. Tapi aku kurang sepakat kalo misalnya akhwat dikatakan udah siap nikah itu kalo dia udahbisa mengerjakan semua urusan rumah tangga, misalnya; nyuci, nyetrika, masak, dll. Itu mah bukan hal yang esensi dalam suatu pernikahan. Emangnya qta pembantu apa? “
“emang, apa hal esensi dalam sebuah pernikahan?”
“akhwat tuh harus punya ilmu dalam menghadapi pernikahan, rumah tangga. Banyak baca buku tentang pernikahan, tentang rumah tangga, apa aja hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga.Trus juga mau dibawa kemana rumah tangga qta nantinya, itu juga harus dipikirkan. Karena kebanyakan sekarang ini, akhwat itu kurang ilmunya dalam menghadapi pernikahan. Liat aja kalo dalam kasus-kasus rumah tangga ataupun perceraian yang kalah pasti perempuan..”
“ohh.. gitu..”
Percakapan-pun harus diakhiri karena mereka telah sampai di stasiun Kalibata.
Malam itu, Rasti sedang berkutat di ruang komputer rumahnya. Rasti sedang menyelesaikan CV yang diminta oleh sang MR. Setelah mengetik biodata diri, riwayat pendidikan, riwayat organisasi, kondisi keluarga, dan pola didik keluarga, Rasti agak bingung ketika memberi gambaran keluarga yang akan dibentuknya nanti. Di ruang komputer, ada Ummi dan abang Rasti. Rasti-pun memberanikan diri melontarkan pertanyaan dengan gaya bercanda.
“Mi, kalo Rasti mau nikah sekarang gimana?”
Abang Rasti langsung bilang bahwa Rasti masih belum siap untuk nikah. Disebutkanlah satu per satu yang menurut abang Rasti, Rasti belum siap untuk menikah sekarang. Sang Ummi hanya mengiyakan perkataan abang Rasti. Padahal Rasti tahu bahwa Ummi pasti selalu mendukung apa yang Rasti lakukan. Pun terkait masalah ini, Rasti sudah pernah bertanya pendapat sang Ummi. Tapi ternyata, argumen abang Rasti begitu kuathingga akhirnya sang Ummi mengiyakan perkataan abang Rasti.
Ya, Rasti pun paham dengan perkataan sang abang yang menyatakan bahwa diri Rasti belum siap untuk menikah saat ini. Walaupun sebenarnya argumen yang dikemukakan oleh abangnya tidak terlalu esensi dalam sebuah pernikahan.
Rasti pun meminta pendapat teman dekatnya via sms.
“asslm, ukh, mnurt kmu, aku dah siap nikahblum?kok aku merasa aku blum siap ya?”
“w.slm. udah.. yg bsa meliat kamu siap ato ga, ya org tdekatmu. Aku liat, kamu, Rina, Sinta, jg udh siap kok..”
“Mmm,, ya betul kata saudariku yang satu itu. Yang bisa menilai diri kita siap atau belum untuk menikah ya orang-orang terdekat kita..”, pikir Rasti di depan komputer.
Rasti menimbang-nimbang sesuatu, memikirkan pertimbangan-pertimbangan dari teman, keluarga, dan juga menimbang-nimbang hal esensi dan yang tidak terlalu esensi dalam sebuah pernikahan. Keputusan pun telah bulat dan Rasti segera meng-sms sang MR.
“Mbak, af1, aku blum siap. Jd, aku ga jd ngirim CV-nya ya..”
****
Seorang akhwat terkadang bimbang ketikamenyatakan dirinya siap atau tidak menuju gerbang pernikahan. Walaupun pada kenyataannya, dengan rentang usia yang sama pada usia rawan untuk menikah, lebih banyak ikhwan yang menyatakan ketidaksiapan untuk menikahdi usia yang masih muda (dini). Ada banyakpertimbangan dari para ikhwan untuk menggenapkan separuh dien-nya; finansialyang utama. Namun, jika ditilik, rupanya para akhwat juga tak hanya sekadar siap menunggu ikhwan yang datang melamar. Akhwat juga harus mempersiapkan semuanya, terutama ilmunya.
Diperlukan pula pertimbangan dari orang-orang terdekat yang bisa menyatakan diri seorang akhwat siap atau tidak untuk menikah. Meminta pendapat teman terdekat dan yang terpenting adalah keluarga. Keluarga-lah yang begitu mengetahui baik-buruknya kita. Seperti yang Rasti lakukan, dia meminta pertimbangan dari keluarga dan teman terdekatnya, namun keputusan tetap ada di tangan Rasti. Setelah melihat ke dalam dirinya mengenai kesiapannya untuk menikah, akhirnya Rasti memutuskan bahwa: “Nyatanya, aku belum siap menikah..”
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar