“…Kupersembahkan secercah risalah ini terkhusus untuk sang raja (sebagai seorang Ayah) ataupun permaisuri (sebagai seorang Bunda) yang ingin menyaksikan sang putera mahkota menjadi kesatria tangguh di arena kehidupan. Untukmu pula wahai pangeran muda (sebagai seorang anak) yang ingin menapakkan kakinya di taman-taman surga...”
>>>Ada Kami dalam Kandungan. . .
Kami tercipta dari sari pati tanah. Allah jadikan kami sebagai nutfah dalam rahim. Kami pun menjelma menjadi segumpal darah. Selanjutnya menjadi segumpal daging. Allah membalut tulang-tulang kami dengan daging. Terbentukilah kami dalam wujud berbeda. Tibalah saatnya malaikat (atas kehendak dan perintah Allah) meniupkan kami ruh agar menjadi manusia seutuhnya.[1]
>>>Menatap Indahnya Dunia. . .
Kami terlahir dari rahim seorang wanita yang penuh cinta. Dialah yang kemudian kami panggil dengan sapaan “Bunda” secara naluri. Mata-mata memandang kami yang baru saja menatap indahnya dunia.
Wahai Ayah dan Bunda,.
Telah tiba saatnya kami ramaikan bumi ini atas kehendak Allah. Wahai para orang tua muslim, tak sadarkah kalian bahwa kehadiran kami adalah untuk menerbitkan kejayaan islam di alam ini?
Berbahagia dan bersyukurlah engkau wahai anak adam yang Allah titipkan kami pada kalian. Lihatlah disana, Allah tak titipkan kami pada mereka. Padahal mereka begitu mendambakan kehadiran kami. Mereka begitu sedih menunggu kedatangan kami.
Allah berfirman,
“Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang Dia kehendaki, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [2]
>>>Permata Hati (Sejukkan Mata dan Jiwa). . .
Wahai para raja dan permaisuri..
Adalah cinta dari Allah ‘azzawajalla telah memperkenalkan kita di bumi nusantara. Adalah cinta dari Allah telah mempertemukan kita di ufuk rumah. Adalah cinta dari Allah telah mempercintakan kita di atas agama tauhid ini. Adalah cinta dari Allah telah menjadikan kami permata hati yang istimewa. Adalah cinta dari Allah telah menggelorakan letupan-letupan cinta kami pada kalian dan cinta kalian pada kami. Dengan cinta-Nya pula kami mampu memekarkan kuncup-kuncup bahagia di beranda rumah.
Allah berfirman:
“..Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia.” [3]
“..Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadukanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” [4]
Ada sejuta kebanggaan yang menyemburat dalam jiwa ketika kalian bercanda dan bermain bersama kami. Ada tawa pengikis lelah setelah engkau (wahai Ayah) berterik mentari di arena kehidupan. Ada senyum merona yang tersungging di bibirmu (wahai Bunda) setelah bergelut dan berkutat dengan pekerjaan rumah.
>>>Percikan Api Ujian. . .
Namun begitu wahai Ayah dan Bunda yang kami cintai, kukabarkan pula bahwa kami adalah fitnah (ujian) bagi kalian sebagai orang tua.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” [5]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya anak bisa membuat seseorang menjadi bakhil, penakut, jahil dan bersedih”[6]
>>>Setetes Embun Penyejuk sekaligus Obat.. .
Wahai raja kami yang shalih.
Terima kasih karena engkau telah memilih seorang wanita yang berazzam kuat terhadap agama Tuhannya. Melalui rahimnyalah kami terlahir lalu bisa menghirup segarnya aroma kehidupan. “Ibu” . Dengan sebutan itulah kami memangilnya.
Wahai permaisuri kami yang tercinta nan shalihah. .
Terima kasih karena engkau dahulu menerima lamaran seorang laki-laki yang menyemburatkan pesona ketakwaan dan berilmu syar’i. “Ayah” . Begitulah kami memanggilnya saat ini.
Berbahagialah engkau wahai para orang tua dengan shalat-shalat yang kalian tegakkan. Berbahagialah dengan puasa-puasa yang kalian lakukan. Berbahagialah dengan uluran tangan untuk bershadaqah kepada kaum yang membutuhkan. Berbahagialah pula karena amar ma’ruf dan nahi munkar yang kalian tegakkan.
Kami hadiahkan hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kalian,
“..Fitnah [ujian bagi] seseorang itu terdapat pada istri, harta, anak, dirinya dan tetangganya. Itu dapat ditanggulangi dengan berpuasa, shalat, shadaqah, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.” [7]
Wahai raja dan permaisuri..
Sekiranya sejenak engkau tengok para salaf maka engkau akan tertegun. Mereka begitu mengiginkan sejuta kebaikan dan keshalihan putra-putri mereka.
Salah seorang diantara mereka berkata kepada anaknya:
“wahai anakku, ayah banyak melakukan amal shalih ini adalah demi kebaikanmu.” [8]
Said bin Musayyad berkata:
“Setiap kali aku shalat dan teringat anakku, aku bertambah semangat untuk memperbanyak shalat. Karena ada riwayat yang menyebutkan bahwa Allah memelihara hingga tujuh keturunan orang shalih.” [9]
Pula, ada do’a para malaikat turut mendo’akan seluruh keluarga orang-orang shalih.
“Wahai Tuhan kami, masukkanlah mereka juga ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan dan orang-orang shalih dari bapak-bapak mereka, istri-istri dan keturunan mereka, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Luhur lagi Maha Bijaksana.” [10]
*****
Sekian, semoga bermanfaat
Sekian, semoga bermanfaat
Catatan Kaki:
[1] Proses dalam kandungan ini berdasarkan QS. Al-mukminun ayat 14 beserta hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud. Lihat kitab Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli (edisi terjemahan) oleh Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Penerbit al-I’tishom hal. 30.
[2] QS. As-syura: 49-50
[3] QS. Al-kahfi: 46
[4] QS. Al-furqan: 74
[5] QS. At-taghaabun: 15
[6] Diriwayatkan oleh al-Hakim (5284) dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ (1990). Lihat bukuMencetak Generasi Rabbani oleh Ummu Ihsan Choiriyah dan Abu Ihsan Al-Atsary. Penerbit Pustaka Darul Ilmi, hal. 11.
[7] Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dan Tirmidzi dari Hudzaifah. Lihat kitab Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli(edisi terjemahan) oleh Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Penerbit al-I’tishom, hal. 24
[8] Lihat ibid hal 26
[9] Lihat ibid hal 26
[10] QS. Al-Mukminun: 8
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar