Fakta Berbicara
Anak-anak yang berperestasi dipesantren (madrasah) adalah anak-anak yang menjaga hijab, tidak pacaran, ta’at pada peraturan, rajin ibadah, kalau ada kecuali angkanya sangat sedikit, dan sebaliknya.
Pergaulan anak-anak sekolah sekarang sudah sangat memperihatinkan, tidak sedikit orang tua yang menyerahkan pendidikan anaknya dipesantren (madrasah) alasan pertamanya adalah pergaulan. Sampai ada yang berkata : “Saya tidak menuntut banyak kepada anak saya dipesantren, baik itu soal akademis atau soal hafalannya, cukuplah asal bisa terjaga pergaulannya saja.” aku seorang pasangan orang tua yang pernah ane tanya.
Ciri dari hawa nafsu semakin dipenuhi semakin menuntut, tidak pernah berhenti, puas atau selesai, satu kebutuhan dipenuhi seribu keinginan baru akan muncul.
Kalaupun terjadi kepuasan hanya ada pada detik-detik pertama saja, selanjutkan jika tidak terkendali akan menuntut yang lebih besar lagi.Atau jika terus menerus dipenuhi akan menimbulkan kebosanan, bukan kemudian berhenti dengan bosannya, malah akan mencari variasi baru, model baru, gaya baru yang dosisnya semakin meningkat.
Dan nafsu yang terbesar pada manusia adalah “pandangan”. Sehingga Allah berbicara khusus soal menjaga pandangan dalam (QS.An Nur: 30–31).
Upaya Mencari Solusi.
Pertama : Marilah kita tundukan hati kita kepada Allah, yang telah menurunkan Aturan kepada manusia, dengan sebaik-sebaiknya, dengan terus berperasangka baik, kepada seluruh ketentuan, taqdir, ketetapan, undang-undang, peraturan-peraturan yang telah Allah turunkan kepada kita.
Kedua: Marilah kita terus menambah wawasan keIslaman kita, aqidah, syari’ah, akhlaq, juga yang tak pentingnya mengetahui tentang ayat-ayat yang qath’i kemudian meletakkan nash/teks ayat tersebut pada sebuah konteks yang benar, sehingga tidak gegabah atau berani mengambil keputusan. Jangan merasa lebih pintar dari Allah. Jangan merasa metode dakwahnya lebih hebat dari metode dakwahnya Allah.
Ketiga : Marilah kita menguasai manhaj dan dhawabith (metode dan patok-patok) berfikir yang Islami, karena tidak mungkin bertentangan dengan metode berfikir Ilmiyah. Jangan mencaci golongon atau aliran yang dibenci, seperti atheisme, zionisme, tetapi cara berfikirnya kita pakai, kita gunakan dalam mengkaji Islam, Nauzubillaah…
Keempat : Ketika topi yang kita pakai kekecilan, tidak mungkin kepala yang kita potong untuk memperkecil agar muat topinya masuk, tapi kita harus mengganti topi dengan ukuran yanglebih besar. Jadi kalau kita sudah menghadapi ayat-ayat yang qath’i, maka itu kita jadikan pedoman, agar semuanya bisa menyesuaikan denganpedoman tersebut, jangan sebaliknya.
Kelima : Membangun kreatifitas untuk menghargai akal fikiran kita, sebagai karunia yang besar, dengan cara tinggalkan Taqlid, jangan ikut-ikutan. Karena ikut-ikutan itu akan menjadi akal dan fikiran kita beku. Selalu menyerah dengan keadaan, ikut-ikutan lingkungan, itu artinya membuat otak menjadi beku, tidak bisa berinovasi.
Keenam : Berupaya meningkatkan skill dalam berkomunikasi dengan anak didik, baik itu perkataan bil Hikmah (Benar dan tegas) , bil Haq (dengan Al Qur'an dan As Sunnah), bisSu’uur (menyetentuh perasaannya), bir Ra’yi (yang mengajak dialog akal fikirannya) bil Waqi’ (dengan bukti empiris yang bisa disaksikan melalui pengamatan dan pengalaman)
Ketujuh : Berupaya untuk mewujudkan sistem pendidikan yang islami, setidaknya berupaya untuk memenuhi beberapa [tuntutan] diatas. Sehingga dapat meminimalisir kasus kasus pelanggaran hijab, dan preventif terhadap efek sampingnya sehingga tidak muncul ke “lebay” an lagi.
SELESAI
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar