Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
17.1.13 | Kamis, Januari 17, 2013 | 0 Comments

Melati Takkan Berdusta

Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya.
Ia tak memiliki warna di balik warna putihnya.
Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya.
Apapun kondisinya, panas, hujan, terik, ataupun badai datang, ia tetap putih seperti adanya.


Ke manapun dan di manapun ditemukan, melati selalu putih.
Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri.


Pada debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapi.
Pada angin ia menyapa, berharap sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri.
Karenanya, melati ikut bergoyang saat hembusan angin menerpai.
Ke kanan ia ikuti, ke kiri ia pun ikuti. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya..
Karena ke mana pun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali pada tangkainya..


Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air di antara ribuan air yang menghujani.
Agar siapa pun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti menyirami. Bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetesi bumi.


Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan tak terburu reda..
Sebab hanya hujan yang mau memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran.
Karena juga, hanya hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya.
Tetapi, pada hujan juga ia mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.


Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam raya.
Agar kelak, apa pun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta.


Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan?
Adakah kasih sayang tanpa cobaan?


Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih.
Jika daun itu tak lagi hijau, atau luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali membuatnya tak lagi putih?


Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam jagat,
Tak ada persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas dan peranannya.

Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek, atau lili, begitu juga sebaliknya.
Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua fungsinya sebagai putih.


Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang menghangatkan.
Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yangtelah beku oleh pekatnya malam.
Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga menunggu mentari esok kembali bertandang.



Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa yang bersamanya.
Indah menghias harum semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah terlupakanuntuk disertakan.


Atas nama cinta dan keridhaan Pemiliknya, ia senantiasa berharap tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih.
Yang tetap berseri di semua suasana alam.


Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek layarnya dan juga menggores luka di putihnya.

Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya.
Agar dalam berperan menjadi putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apa pun merubah warnanya hingga masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas, dan tanggung jawabnya.


Jika pada masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati.
Dan orang memandangnya juga seperti melati.
Dan kepada melati semesta raya, tetaplah menjadi melati di taman raya.
Karena, aku akan menjadi angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi daun, dan alam semesta. Tetapi takkan pernah menjadi debu atau unggas yang hanya akan merusak keindahannya, lalu meninggalkan melati begitu saja.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar