Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
19.9.12 | Rabu, September 19, 2012 | 0 Comments

MENGAPA MESTI YANG RECEH?



"Maaf, tidak ada receh." Kalimat inilah yang paling sering diterima pengemis, pengamen, atau petugas amal masjid, setiap kali mereka menghampiri pagar rumah kita, atau berpapasan dengan kita di suatu tempat.
Ini bukan soal membudidayakan profesi pengemis menjadi lebih permanen, melainkan tentang cara kita bersikap terhadap mereka.

Coba kita perhatikan kasus berikutnya..

Seorang petugas amal masjid, atau petugas dari yayasan yatim piatu, mengetuk pintu rumah. Selain kalimat seperti di atas, ada lagi kalimat sakti lainnya namun sangat tidak masuk akal. “Maaf, orangnya nggak ada.” Atau, “Maaf saja, nggak ada orangnya.” Padahal yang ngomong itu juga orang rumah kan kecuali yang ngomong itu orang utan atau orang-orangan sawah? Walaupun pembantu rumah tangga, tapi menggunakan kalimat tersebut untuk petugas amal itu jelas tidak masuk akal. Paling tidak, si petugas akan bilang, “Emang situ bukan orang?

”Kalau boleh dibilang, kalimat itu sebenarnya wakil dari penolakan. Namun karena menolak khawatir dianggap tidak sopan, maka dipakailah kalimat-kalimat yang memperhalus penolakan itu.
Kalaupun ada niat memberi, maka dipilihlah pecahan terkecil yang ada di kantong, atau membiarkan seorang petugas amal berdiri mematung di depan rumah sambil menunggu kita mencari-cari uang receh di lemari, di laci, atau di dapur.

Ini bukan bicara soal keutamaan memberi, juga bukan tentang keikhlasan. Sebab, kita seringkali mendengar kalimat umum lainnya, “Biar kecil yang penting ikhlas, dari pada besar tapi tidak ikhlas (kalau ane mendingan pecahan besar walau gak ikhlas, karena kita gak tau kadar ikhlas itu sendiri).” Yang pada akhirnya, kalimat umum inilah yang menjadi senjata ampuh untuk mencari receh setiap kali ada kesempatan berinfak dan sedekah.
Kalau hanya tersedia uang pecahan besar, maka kalimat “Maaf, tidak ada receh.” pun sebagai gantinya.

Ngomong-ngomong soal receh, entah itu nilai seratus rupiah, lima ratus, atau dua ratus rupiah, -setidaknya tiga nilai uang ini yang sering dianggap mewakili- bagi sebagian orang sering kali berada pada posisi andalan. Andalan kalau-kalau ada pengemis, anak jalanan, atau tukang parkir. Jadi tidak aneh kalau di dashboard mobil atau motor matic, atau di kantong celana kita, di rak buku rumah, dan di buffet, selalu tersedia uang receh, “buat jaga-jaga (kayak UKS aja ya..).

Tapi memang ini sepertinya sudah menjadi karakter kebanyakan dari kita. Selalu berharap mendapatkan yang terbaik dari siapapun, termasuk ketika berdo'a meminta sesuatu kepada Allah. Kita selalu minta rezeki yang banyak, umur yang panjang, jodoh yang baik, pekerjaan yang bagus, dan kehidupan yang layak. Tidak, tidak salah meminta semua itu kepada Allah. 

Hanya saja, kalau dipikir-pikir, kita selalu berharap yang “TER…(awalan untuk keinginan lebih)”, tetapi kita tidak pernah mencoba sekali saja memberikan yang “TER…(awalan untuk keinginan lebih)” baik untuk Allah, maupun perwakilan-perwakilan-Nya, melalui pengemis tua renta, pengamen, petugas amal yatim piatu, relawan zakat, itu yang sementara ane sebut sebagai salah satu contoh perwakilan Allah (Walau banyak juga yang abal-abal, tapi gak ada salahnya kita su'udzan aja) untuk memudahkan kita berinteraksi dengan-Nya.
Kita memilih uang receh untuk bersedekah, dan pada saat yang sama ketika berdo'a kita minta kepada Allah rezeki yang banyak tentunya kita bakal gak mau donk di kasih rezeki yang recehan juga kan??.

Kita berharap Allah menolong saat dalam kesulitan, namun kita sering tak tergerak untuk meringankan penderitaan orang lain. Kita kecewa kalau Allah tak segera mengabulkan permintaan,tetapi tak pernah kita mau tahu perasaan orang-orang yang mendapat penolakan dengan kalimat, “Maaf, tidak ada receh" atau kalau terpaksa kita kasih pecahan lima ribu tapi minta kembalian empat ribu lima ratus, gubrak...
Memang sih, mendapat receh saja mereka sudah bersyukur sampai ke langit. Tetapi mendapat kalimat penolakan itu, boleh jadi dalam hatinya ia berujar, “Uang besar juga boleh kok kalau gak ada uang recehan, pak.” 


Siapa tau kalau benar-benar ia dapatkan uang besar itu, do'a rasa syukurnya mampu menembus langit ke tujuh, sebab dari doa mulut mana doa kita atau keinginan kita langsung terkabul.

Karenanya, jangan mencegah orang-orang ini berdo'a untuk kita ketika ia mendapatkan rezeki yang belum pernah diterimanya seumur hidup. Masalahnya masih ada orang yang berujar, “Pak, dari pada mendo'akan saya, lebih baik do'ain diri sendiri saja, biar besok-besok tidak jadi pengemis lagi.”
Iya kan..?

So, jangan sombong untuk minta didoakan orang yang lebih susah dari kita, karena mereka bisa jadi tangan panjang dari Allah SWT.
Wallahu a'lam..

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar