Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
9.6.12 | Sabtu, Juni 09, 2012 | 0 Comments

Amirul Mukminin Atau Amirul Munafikun ?


muslimska.tk



Ngomong soal Pemimpin (Amir ) , Emang nggak mudah Sob..!!
Memimpin kelompok (mulai sub desa hingga propinsi ), organisasi, perusahaan, apalagi negara bukan urusan yang Sederhana. Boleh di bilang susah-susah gampanglah. Disebut Pemimpin sebab ada yang dipimpin. Ada 'Nasab'/mitra kerja (atau bisa disebut bawahan) yang akan menggalang kebersamaan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.


Dalam Islam adanya pemimpin/ amir/ imam/ khalifah dalam suatu komunitas masyarakat adalah sesuatu yang wajib. Bahkan bagaimana Islam memandang penting pemimpin dapat dilihat dalam hadits  riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: ”Apabila keluar tiga orang untuk bersafar, maka angkat satu di antaranya sebagai pemimpin.”


Jabatan pemimpin adalah sebuah amanah. Karena memimpin adalah amanah, maka seorang pemimpin tidak berhak menjadikan organisasi yang dipimpinnya sebagai hak milik pribadi (one man show), sehingga merasa perlu dan wajib (menurut standarisasi  diri sendiri) untuk memperlakukan organisasi tersebut sesuai kehendaknya, atau merasa berhak mengorbankan bawahan dengan berlindung atas nama penyelamatan organisasi.
Menjadi pemimpin bukan berarti anti kritik. Bukan pula harus merasa benar sendiri. Sehingga anekdot dalam kepemimpinan akhirnya berlaku: Pemimpin itu tak pernah salah dan Jika pemimpin bersalah, sudah barang keharusan pemimpin nggak bisa di salahkan !

Yuk kita ngenal dikit syarat sah menurut Islam dalam hal kepemimpinan :



Imam al-Mawardi menetapkan tujuh syarat bagi seorang khalifah atau pemimpin muslim, yaitu:
  1. Adil
  2. Berilmu sampai taraf mujtahid
  3. Sehat jasmani
  4. Cerdas
  5. Memiliki kemampuan untuk memimpin
  6. Berani berkorbnan untuk mempertahankan kehormatan dan berjihad dengan musuh
  7. Keturunan Quraisy


Ibnu Khaldun menetapkan syarat khalifah hanya empat, yaitu:
  1. Berilmu sampai taraf mujtahid
  2. Adil
  3. Kifayah atau memiliki kesanggupan bersiasah (berpolitik)
  4. Sehat jasmani dan rohani 


Abdul Qadir Audah menetapkan syarat khalifah delapan syarat, yaitu:
  1. Islam. Diharamkan mengangkat pemimpin seorang kafir (QS. Ali Imran: 28) karena seorang kepala negara yang kafir tidak mungkin mau dan bisa melaksanakan hukum syariah yang menjadi tugas khalifah. Begitu juga diharamkan mengangkat orang kafir sebagai hakim karena di tangan hakim kekuasaan hukum ditegakkan (QS. An-Nisa’: 141)
  2. Pria. Wanita menurut tabiatnya tidak cakap memimpin negara, karena pekerjaan itu membutuhkan kerja keras seperti memimpin pasukan dan menyelesaikan berbagai persoalan.
  3. Taklif. Yaitu sudah dewasa, di  mana jabatan khalifah adalah penguasaan atas orang lain.
  4. Ilmu Pengetahuan. Yaitu ahli dalam hukum Islam sampai bila mungkin mencapai taraf mujtahid. Bahkan dituntut mengetahui hukum internasional, traktat, dan perdagangan internasional, dan lain-lain.
  5. Adil. Yaitu menghiasi diri dengan sifat-sifat kemuliaan dan akhlakul karimah, terhindar dari sifat fasik, maksiat, keji dan munkar.
  6. Kemampuan dan Kecakapan. Yaitu di samping mampu mengarahkan umat dia juga mampu membimbing umat ke jalan yang benar sesuai dengan Syariat Islam.
  7. Sehat Jasmani dan Rohani. Yaitu khalifah tidak boleh buta, tuli, bisu, dan cacat.
  8. keturunan Quraisy. Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang hal ini. Karena hadits yang mengatakan imam dari Quraisy selama mereka memerintah dengan adil. Ditujukan untuk maksud terbatas, yaitu waktu dan tempat terbatas. Jadi tidak berlaku secara umum.

Kepemimpinan (Amir) yang baik memang bukan berarti tanpa cela. Sebagaimana halnya manusia yang bertaqwa bukanlah yang selalu benar dalam menjalani kehidupannya, tapi manusia yang bertaqwa adalah ketika ia berbuat salah, segera bertaubat. Itu artinya, pemimpin yang baik bukan berarti selalu benar, apalagi merasa benar sendiri. Maka, mendengarkan masukan dari bawahan, adalah hal yang sangat dianjurkan. Karena apa? Karena pemimpin tidak ma'sum (baca :suci tanpa debu, hehehe). Masih ada celah untuk lupa, termasuk berbuat maksiat. Jadi, ada baiknya mendengarkan masukan, saran, kritik, argumen, pendapat bahkan mungkin juga keluhan dan harapan dari bawahan. Tak ada salahnya bukan ? Bukankah orang bijak bilang "pemimpin yang baik itu telinganya lebih tajam dari pada lidahnya".

Rasulullah saw. bersabda: "Ambillah hikmah yang kamu dengar dari siapa saja, sebab hikmah terkadang diucapkan bukan oleh orang yang bijak. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja? " (HR al-Askari)

Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah pernah berkata :
Siapa yang paling baik mendengarkan, dia akan cepat mendapatkan manfaatnya. Beliau juga pernah mengingatkan kita untuk menyimak isi pembicaraan dan bukan siapa yang berbicara. Perhatikanlah apa yang dikatakan, dan bukan siapa yang berkata !
Dari kalimat Ali bin abi Thalib sangat-sangat jelas bahwa teramat terkutuklah bila pemimpin seolah acuh tak acuh dengan masukan atau pendapat bawahannya atau Rakyatnya.


Jika sebagai pemimpin menginginkan ketaatan yang kritis (cerdas) dari bawahannya, pemimpin yang Open tentunya sangat di butuhkan, maka tentunya harus memberikan teladan yang baik kepada bawahan. Bagaimana pun juga, pemimpinlah yang seharusnya dan punya kewajiban memberikan teladan, karena seorang pemimpin lebih mungkin untuk didengar dan dipercayai. Lagi pula, bagaimana mungkin diangkat dan dipilih jadi pemimpin jika tidak bisa dijadikan teladan. Seseorang yang memimpin pasti umumnya lebih baik dari orang kebanyakan. Lebih baik semangatnya, lebih baik ilmunya, lebih baik kesabarannya, lebih baik segalanya...
Nich ane kasih Bocoran dikit cara pemilihan pemimpin (amir/ khalifah) yang ada sejak dulu :



Pengangkatan khalifah dianggap sah apabila melalui cara-cara di bawah ini:
  1. Melalui bay’at, yaitu pengangkatan dengan pernyataan taat setia yang dilakukan oleh orang-orang cerdik (ulama) yang terkemuka atau mereka yang tergabung dalam Ahlul Halli Wal Aqdi. seperti Abu bakar ketika diangkat melalui khalifah.
  2. Melalui istikhlaf, yaitu pengangkatan dengan cara penetapan dari khalifah atau pemimpin yang masih hidup terhadap penggantinya bila ia mati. Dalam hal ini dia boleh menetapkan satu orang atau beberapa orang kemudian mereka bermusyawarah untuk menetapkan satu di antara mereka menjadi khalifah. Sistem pengangkatan seperti ini sering disebut dengan syura.
  3. Melalui istilak, yaitu menguasai dan mengalahkan, maksudnya melalukan perebutan kekuasaan dengan kekuatan.

Seorang pemimpin dikatakan telah gagal dan kepemimpinannya dikategorikan fatal alias mengkhawatirkan adalah ketika seorang pemimpin tak mampu memimpin bawahannya. Bahkan lebih memilih bermusuhan dengan bawahannya yang berbeda sikap dan pendapat dengannya, ketimbang berusaha duduk bersama dan melakukan dengar-pendapat dengan bawahannya yang berseberangan itu. Siapa tahu bisa dicari jalan keluar yang terbaik. Sebab, kita bukan hanya ingin bersama, tapi juga bersatu ( timwork). Kita juga tidak hanya ingin diangap bilangan, tapi juga diperhitungkan.

Lantas bagaimana Keadaan Hari Ini?

Adalah sulit mengatakan keadaan hari ini telah sesuai dengan cara-cara yang ditetapkan oleh syariat. Sejak barat menawarkan sistem pemerintahan sekuler, umat Islam sedunia hampir tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti sistem tersebut. Padahal sistem pemerintahan Islam bila dibandingkan dengan sistem pemerintahan sekuler ibarat siang dengan malam. Satu dengan yang lain sangat berbeda secara hakikat, tujuan, orientasi, dan mekanismenya. Dulu lebih simple tapi lebih berhasil sekarang lebih ribet lebih mahal tapi faktanya apa ?


Islam memandang hakikat kekuasaan merupakan perpanjangan dari kedaulatan Allah SWT. Sedangkan sekular mengatakan kedaulatan di tangan rakyat. Tujuan negara menurut Islam dalam rangka menegakkan hukum-hukum Allah dan khalifah sebagai penjaganya untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Sedangkan pandangan sekuler, negara bertujuan untuk mencapai kesejahteraan manusia yang digali dari pikiran, adat kebiasaan yang tumbuh dan hidup di masyarakat. Begitu juga orientasi kepemimpinan dalam Islam merupakan amanah dari Allah untuk mengatur dan membimbing manusia ke jalan yang hak. Sedangkan kepemimpinan sekuler merupakan amanah rakyat yang berfungsi untuk mengatur kehidupan agar tertib terlepas dari ikatan akidah maupun moral dari penguasa. Selanjutnya mekanismenya juga sangat jauh berbeda. Bila dalam Islam pengangkatan pemimpin tidak dilakukan melalui cara pemilihan langsung dari rakyat, karena khalifah atau pemimpin (amir) sifatnya sebagai pengganti Nabi SAW dalam memimpin umat, dan mekanismenya dilakukan melalui lembaga syura atau Ahlul Halli wal ’Aqdi, karenanya tidak layak diserahkan bulat-bulat kepada rakyat yang kurang memiliki pengetahuan akan hukum-hukum syari’at. Sedangkan kepemimpinan sekuler dilakukan melalui pemilihan langsung rakyat untuk menentukan pemimpinnya. Sistem ini membutuhkan biaya besar untuk tampil sebagai pucuk pimpinan bahkan harus suara rakyat melalui segala cara agar rakyat mendukungnya. Ada yang mengatakan cara yang ditempuh pemimpin dalam sistem demokrasi sama dengan berjudi. Setiap calon berkompetisi memasang taruhan guna menarik simpati rakyat. Bila nasib mujur dengan didukung oleh tim sukses maka ia akan memperoleh jabatan untuk memimpin rakyatnya. Bila tidak menang/sial maka kerugian akan ditanggungnya begitu juga para pendukungnya.


Inilah gambaran bahwa Islam memiliki konsep kepemimpinan yang jelas, terang, dan dapat dipertanggung jawabkan tidak hanya kepada rakyat, tapi lebih lagi kepada Allah SWT.


Islam telah membimbing kita bahwa kekuasaan yang kita miliki adalah bagian dari kekuasaanNya. Rusaknya tatanan masyarakat, pokoknya, bukan disebabkan oleh masyarakat itu sendiri, tapi ditentukan oleh pemimpinnya. Betapa pimpinan (amir)/ khalifah adala dzillullah fil ardl (bayangan Allah di bumi). Seharusnya pemimpin menyadari tugas yang diembannya begitu berat. Tetapi, kenyataannya banyak yang tetap berlomba meraihnya dengan seribu macam cara. Menggunakan berbagai muslihat untuk meyakinkan kepada para pemilih bahwa dirinya layak dan memiliki syarat untuk dipilih jadi pemimpin.


Siapa yang mendapatkan amanah kepemimpinan dari memintanya maka Allah tidak akan membantunya. Sebaliknya siapa yang mendapatkan amanah kepemimpinan tanpa ia memintanya maka Allah akan membantunya. Tapi tentunya pemimpin yang memiliki tujuan untuk menegakkan dienullah di muka bumi ini.

Wallahua'lam.. 

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar