Alkisah, sebuah desa di atas bukit
dilanda musim kering enam tahun beturut-turut. Suasana desa terasa sedih, putus
asa, dan merana. Di tepi desa, tinggal seorang lelaki setengah baya yang punya
tiga anak pria dewasa. Namun semuanya pemalas, tak pernah mau mencari
pekerjaan. Alasannya, di mana-mana susah, karena musim kering itu. Semua
nasihat sang ayah hilang begitu saja. Mereka lebih suka melamun dan tidur.
Di belakang bukit yang mengelilingi
desa itu, ada sebuah desa sangat subur. Di tengahnya mengalir sungai yang tak
pernah kering. Andai kata ada yang mampu memindahkan gunung, dan mengubah
aliran sungai, desa itu bakal memiliki air cukup, dan tak akan lagi kekeringan.
Namun di desa itu tak ada seorangpun yang berani berpikir untuk memindahkan
sang gunung. Sesuatu yang tak mungkin.
Uniknya, lelaki setengah baya yang
tinggal di tepi desa tadi akhirnya terpanggil untuk menyelesaikan tantangan
yang tidak mungkin itu. Suatu hari, setelah fajar, sang lelaki membulatkan
tekadnya. Ia mengambil pacul dan mulai berjalan ke gunung. Ia bekerja dari
subuh hingga matahari tenggelam, tak kenal lelah. Mencangkul dan mencangkul.
Setelah seminggu ia bekerja, akhirnya
anak-anaknyapun mulai memperhatikan ulah sang ayah. Ketika diceritakan bahwa
sang ayah ingin memindahkan gunung, ketiga anaknya terbahak-bahak. Mereka
menganggap ayahnya gila, dan mau melakukan hal yang tak mungkin. Sang ayah
terdiam saja. Ia terus melanjutkan pekerjaannya dari hari ke hari. Sebulan
kemudian, cerita ini menyebar ke seluruh desa. Sang lelaki itu kini malah
dijuluki gila oleh semua warga desa.
Ketiga anak lelaki itu lama-lama malu
dengan olokan warga desa. Hingga suatu hari mereka memutuskan membantu ayahnya.
Sejak itu, keempat lelaki itu selalu berangkat subuh, dan mencangkul gunung
hingga matahari tenggelam. Setelah beberapa bulan mereka bekerja, warga desa
mulai melihat sebuah lubang besar di gunung. Tak lama kemudian, seluruh desa
ikut bergabung. Setahun lebih, gunung itu bolong. Air mengalir lewat
terowongan. Desa itu tak pernah lagi kering.
***
Semuanya mungkin. Jangan pernah
menganggap remeh sebuah cita-cita atau angan-angan. Rahasianya, bagaimana
mengubah cita-cita itu menjadi tantangan nyata. Kalau sudah menjadi tantangan,
pasti bisa dikerjakan. Pasti memberikan hasil. Ccita-cita dan angan-angan hanya
akan menjadi lamunan kosong kalau tidak kita wujudkan menjadi tantangan.
Tantangan adalah sebuah “road map”, peta yang melukiskan hal-hal yang harus
kita kerjakan untuk mencapai sebuah prestasi.
Cita-cita dan angan-angan adalah roh.
Tantangan adalah tubuh tempat roh bersemayam. Tanpa tantangan, roh itu hanya
akan melayang-layang dan kehilangan wujudnya. Kalau Anda punya visi, cita-cita,
dan angan-angan, jangan lupa menerjemahkannya menjadi tantangan yang bisa
memotivasi keikutsertaan orang di sekitar kita.
Diambil dari Tulisan Gundolo Sosro
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar