Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
9.3.12 | Jumat, Maret 09, 2012 | 0 Comments

TERUNTUKMU CALON ISTRIKU


“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan hubungan kekeluargaan (mushâharah), dan Tuhanmu adalah Mahakuasa. (QS.  [25]: 54)



Teruntukmu calon Istriku…, engkau adalah satu dari sekian ujian yang harus aku lalui dengan bermalam-malam munajat, berbulan-bulan renungan, berpuluh-puluh doa, beribu-ribu aksara serta puing - puing air mata ...

 Maka, ketika kuputuskan untuk memilihmu…, hanya memilihmu dari sekian akhwat yang ada, itu berarti aku mengharap engkau mau menjadi partner hidupku, menjadi calon ibu bagi anak2ku kelak, menantu bagi orangtuaku yang saat ini udah mulai merenta. Itu berarti, aku mengharapmu mau menemaniku; mengisi dan mewarnai sisa hidupku, dalam suka-dukaku, berjuang bersama mengarungi bahtera hidup berumah tangga; melangkahkan kaki bersama untuk ikut andil membaktikan diri kita untuk umat ini, dengan melahirkan generasi-generasi yang akan memberatkan bumi ini dengan kalimat “Lâ ilâha illallâh”.
Nabi Saw bersabda, “Nikahilah wanita yang subur, karena aku akan berbangga kepada umat lain dengan banyaknya kalian.”
                                               (HR. Abu Dawud )
 Jatuhnya pilihanku kepadamu adalah buah dari kemantapan hati dari istikharah panjangku dan rentetan munajah di tempat mustajabah ditanah kharam.


 “Ya Allah, jika dia baik bagiku, bagi dien, dunia dan akhiratku, maka takdirkanlah dia untukku; tautkanlah hatinya dengan hatiku, dekatkanlah, mudahkanlah JALANku , lunakkan hatinya dan hatiku biar gelar SAMARA mudah kami dapati kemudian berkahilah keluarga kami ya Rabb….amin” 


Maka, setelah mendapat kemantapan hati bahwa engkaulah tulang rusuk yang selama ini aku cari-cari, yang sudah hampir sepertiga usiaku dalam pencarian itu aku berani maju  yakin dengan kemantapan untuk mendapatkanmu. 


Bukan..... sama sekali bukan karena apa-apa; bukan karena kecantikan (relatif ), kedudukan sosial, apalagi harta yang menjadi sebab aku memilihmu. Aku memilihmu karena engkaulah jawaban dari istikharahku, dan panjangnya cobaanku dan cobaanmu memantapkan hati ini. Dan kini Allah telah memberikan kemantapan hati bahwa engkaulah bidadariku, di dunia dan akhirat nanti –insya Allah. ...


Allah memberikan rasa suka dan cinta tanpa aku tahu sebab apa; karena aku sama sekali belum tau asal usulmu waktu sejenak mengenalmu, bahkan bertemu pun tidak pernah waktu itu, apalagi melihat wajahmu secara kasat mata. Aku memberanikan diri ta'aruf dan segera membentangkan sajadah pada hari itu juga, karena, sekali lagi, aku mendapatkan kemantapan hati dengan caramu pertama kali untuk memantapkan hati dengan taaruf  di saat hanya kenal nggak lebih dari 5 menit lewat telfon, dan secara lahiriyah wanita sehebat kamulah yang membuatku tertantang untuk totalitas dalam pencarian jodohku...dan, Alhamdulillah jawaban istikharahku klik kepadamu…., terlebih, setelah itu aku memberanikan diri menyegerakan untuk khitbah meski kadang ujian sedikit tengkar nggak bisa terhindari (kata orang sih syidrom pra nikah ) dan bahwa pertanda engkau benar-benar jodohku adalah kemudahan dalam berproses dalan keluargaku atau keluargamu, dan semakin mendekatkan diriku kepada Allah; aku mendapatkan keduanya…, dan aku takjub dengan skenario-Nya; bener-bener indah , setelah beberapa kali kegagalan.
 Niatku menikah pun sudah aku tata sedari lama; aku ingin melaksanakan perintah Allah SWT :
 “wa ankihu l-ayâma minkum wa-shshâlihîna min ‘ibâdikum wa imâ’ikum, in yakûnû fuqarâ’a yughnihimullâhu min fadhlih, wallâhu wâsi’un ‘alîm” dan juga meneladani sunah Nabi kita, Muhammad Shallalallahu alaihi wa sallam, “Yâ ma’syara sy-syabâb, man-istathâ’a minkumu-lbâ’ah fa-lyatazawwaj” 
yaitu menikah, demi mencari ridha Allah, dan ingin menjaga iffah; menjaga mata dan apa yang ada di antara dua paha.
         Istriku…, ketika ijab qabul terlafadzhkan kelak, pada saat itulah aku sedang mengambil perjanjian + memikul teransaksi yang berat bukan cuma kepada wali dan saksimu tapi tentunya lebih berat kepada ALLAH SWT. Ketika itu Arsy ar Rahman berguncang karena perjanjian yang kuat dan berat itu; Allah menyebutnya ; mîtsâqan ghalîzhansama sebagaimana Dia mengambil perjanjian dari para Nabi; Nabi Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa serta nabi-nabi yang lainnya ‘alaihimush shalatu was salam. Perjanjian itu berat karena aku mengambil-alih amanah dari pundak ayahmu (WALIMU ) ke pundakku..maka patuhlah kelak kepaku duhai calon istriku..ringankanlah , bantulah aku memikul amanah dari ALLAH dan orang tuamu.
        Saat itulah, kita sudah resmi menjadi suami-istri, dan kehidupan dalam hidup berumah tangga kita mulai…., maka mari bergandengan tangan untuk saling bersinergi, saling menutupi, saling melengkapi. Allah membahasakannya dengan kalimatNya, “Hunna libâsun lakum wa antum libâsun lahunnaengkau adalah pakaian bagiku, dan aku pakaian bagimu” . saling menutupi, melindungi, menjaga, dan memberikan kehangatan-kesejukan-ketenangan-ketentraman.
      Aku sadar sesadar-sadarnya bahwa aku hanya lelaki biasa yang banyak kekurangannya; aku tidak searif & semulia Rasulullah –Shallallâhu ‘alaihi wa sallam , nggak sesantun Abu Bakar, nggak setegas Umar, tidak  sedermawan Utsman, tidak pula sebijaksana Ali . aku hanya lelaki akhir zaman yang mencintai mereka, dan berusaha meneladaninya…..,serta mengamalkan sekuat tenaga sesuai anjuran mereka sebagai KHALIFAH FIL 'ARDI . 


Maka, bila aku salah ingatkanlah, bila aku sedih hiburlah, bila aku gelisah tenangkanlah, bila aku marah redamkanlah, bila aku tidak memahami maumu maka beritahukanlah aku apa sebenarnya pintamu , TAPI bila aku "memerintahkan" sesuatu yang nggak melanggar syariat maka patuhilah , sebab tugasku teramat berat wahai calon istriku...bukan hanya didunia saat ini, terlebih saat yaumul khisab kelak .
Aku hanya bisa menasehatkan sebagaimana nasehat emakku kepadaku dulu : wahai anakku kamu itu adalah calon pemimpin / imam maka carilah bener2 pendamping yang bisa di pimpin , “ duhai calon istriku , Kamu wajib untuk qona’ah, mendengar dan taat, menjaga diri dan tenang. Jagalah cintamu kepadaku (juga perwujudan menjaga keturunanku), peliharalah harta bendaku (walau cuma sebuah panci usang ). Bantulah pekerjaanku ( walau cuma menyapu lantai lapuk ),Kerjakan apa yang menyenangmu (walau cuma bersolek dengan sedikit bedak). Simpanlah rahasia rumah tannga kita. Janganlah menentang perintahku ( kecuali menyuruhmu tanggalkan hijabmu di muka umum). Tutuplah cela dan aib keluarga kita dari fitnah yang datang dari luar. Cintailah diriku  ketika masih muda, dan juga ketika sudah tua. Jagalah lisanmu dan kokohkanlah keimananmu.”
Kalau toh engkau nanti merasakan lelah-letih dengan semua pekerjaan rumah, ingatlah kisah Asma’ binti Yazid bin Sakan Rahimahallah; duta para wanita yang mengadukan kegundahan mereka tentang kelebihan-kelebihan amalan yang hanya dikhususkan bagi lelaki saja, tidak kepada para wanita; baik tentang jihad, shalat jum’at dan mengantar jenazah. Asma’, shahabiyah yang dikenal ahli dalam berorasi itu mendatangi majlis Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasul Allah, sungguh, aku adalah utusan bagi semua wanita muslimah di belakangku. Seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan, dan berpendapat sebagaimana yang aku sampaikan. Sungguh, Allah mengutusmu kepada kaum lelaki dan kaum wanita, kemudian kami beriman kepadamu dan kepada Rabbmu.” Kemudian Asma’ melanjutkan kalimat inti dari kegelisahan para wanita, dulu hingga kini, “Adapaun kami, para wanita, terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat mereka menyalurkan syahwatnya. Kami pula yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapatkan keutamaan melebihi kami dengan shalat jum’at, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kami-lah yang menjaga harta mereka dan mendidik anak-anak mereka.”
Setelah mengutarakan itu semua, Asma’ kemudian bertanya, “Lantas, apakah kami, kaum wanita, juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat?”
Coba baca sekali lagi pertanyaan Asma’ yang begitu mengagumkan, “Lantas, apakah kami, kaum wanita, juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat?”
Rasulullah tersenyum, dan takjub dengan tanyanya; luar biasa indahnya. Pertanyaan luar biasa yang terlontar dari segenap kaum wanita karena ingin mendapatkan pahala berlimpah dari profesi ibu rumah tangga; menjaga dirinya, harta suaminya dan mendidik anak-anaknya.
Rasulullah pun bertanya kepada segenap shahabat yang mengelilingi majlisnya, Pernahkah kalian mendengar pertanyaan tentang agama dari seorang wanita yang lebih baik dari tanyanya?” semuanya menjawab, “Belum, belum pernah”
Beliau kemudian bersabda, “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukan kepada para wanita yang berada di belakangmu; bahwa perlakuan baik salah seorang di antara mereka kepada suaminya, upayanya untuk mendapat keridhaan suaminya, dan ketundukkannya untuk senantiasa mentaati suami; itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.” Subhanallah. Jawaban yang sejuk dan indah. Mengobati semua kegundahan para wanita, yang iri dengan berbagai pahala yang diperoleh kaum lelaki. Inilah pahala yang akan diberikan kepada ibu rumah tangga yang membaktikan dirinya untuk taat kepada suaminya. Sekali lagi, bila engkau merasakan lelah-letih dengan semua pekerjaan rumah kita nanti, ingatlah kisah Asma’ ini; betapa mulianya berprofesi sebagai ibu rumah tangga…, karena sejatinya itulah jihad seorang istri yang sesungguhnya.
     Terakhir, pintaku kepadamu hanya satu; jadilah istri yang shalihah…., wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya –Mencintai Allah Ta’ala dan Rasulullah –Shallallâhu ‘alaihi wa salla di atas segala-galanya, menutup aurat, tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliyah, tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki ajnabi kecuali ada bersama mahramnya,  sering membantu dalam kebenaran, kebajikan dan taqwa, berbuat baik kepada orangtua, senantiasa bersedekah baik itu dalam keadaan susah ataupun senang, tidak berkhalwat dengan lelaki ajnabi, dan bersikap baik terhadap tetangga serta suaminya—, serta taat kepada suami –Memelihara kewajiban terhadap suami, senantiasa menyenangkan suami, menjaga kehormatan diri dan harta suaminya semasa suami tiada di rumah, tidak cemberut di hadapan suami, tidak menolak ajakan suami untuk meraih sunnatullah, tidak keluar tanpa izin suami, tidak meninggikan suara melebihi suara suami, tidak membantah suaminya dalam kebenaran, tidak menerima tamu yang dibenci suami dan senantiasa memelihara diri, kebersihan fisikal dan kecantikannya serta kebersihan rumahtangga-,  dan jadilah kupu-kupu tercantik yang hanya hinggap di hatiku, selamanya…., ^_^ 






special untuk bidadari qolbuku : khaylaku..

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar