Begitulah kiranya, seni dalam cinta, semua orang berlari dan berusaha menggapainya, karena kita semua pada umumnya terlalu lelah dan penat dalam memikirkannya, sebagaimana banyak usaha yang telah dilakukan tetapi cinta tetaplah cinta, dalam beberapa buku disebutkan bahwa ada seseorang mencuri sebuah buku mengenai cinta, ia berlari untuk merengkuh buku itu, buku sebagai pengisi kekosongannya yang telah membuatnya sesat jalan, buku itu yang akan menghiburnya dan yang akan meluruskan kegetiran hatinya.
Yang unik justru adalah cara yang ditempuh oleh orang itu untuk mendapatkan buku cinta dengan jalan mencuri, syukur-syukur ia tidak mencuri cinta, karena masalah cinta banyak dipenuhi oleh topan seperti topan yang menimpa Nuh dan kapalnya, yaitu kapal yang berusaha untuk mencari sebidang tanah untuk berlabuh.
Cinta bukanlah akhir dunia untuk mewujudkan cita-cita dan ketentraman, karena keabadiannya tergantung kepada pendorong kuat yang ada dalam diri kita. Tidak mungkin sebuah perasaan kasih dapat terwujud dan bersemayam didalam hati tanpa adanya ketahanan untuk selalu menjaga dan merawatnya.
Seni cinta pernah dibukukan oleh Ibnu Hazm Al Andalusi dalam sebuah karya tulisnya, dan buku seni cinta lainnya yang pernah ditulis oleh seorang yang bernama Eric Vroom, didalamnya disebutkan macam dan ragam cinta : cinta keibuan, kekeluargaan, ketuhanan, dan seterusnya.
Pada kesimpulannya Erick ingin menegaskan bahwa tidak ada masakan khusus yang dapat memasak cinta, cinta yang diimpikan sebagai cinta, akan tetapi dapat dibatasi bahwa setiap sesuatu yang kita inginkan perlu pemahaman langkah-langkah yang hendak ditempuh.
Sedangkan Ibnu Hazm menegaskan bahwa untuk meraih sebuah cinta ia harus melalui tangga dan jalan yang penuh dengan cobaan, karena tidak mungkin didapat keindahan cinta tanpa proses ini dan sebenarnya proses inilah yang membuatnya kekal.
Pencurian buku cinta ini tidak sepenting pencurian cinta itu sendiri, harapan kita selalu adalah bahwa hendaknya kita mempunyai solusi dari pertikaian cinta yang tidak pernah berakhir, cukup berikan kami tangan dan hati maka kami akan menjemputnya dan menyediakan kamar dalam hati kami. Tidak ada harapan kecuali dengan memberikan kesempatan untuk berkembang tumbuh, karena kehidupan ini sebenarnya sebuah proses dari sekecil semut menjadi sebesar dinosaurus.
Buku cinta sang ibu tak pernah ditulis dan tidak butuh dituliskan karena ia fitrah, cinta ibu dan pengabdian kepadanya tidak perlu ada hari tertentu juga tidak perlu dirayakan, tetapi yang harus dikerjakan dan dibuktikan adalah sejauhmana bakti kita kepadanya, ia bukan saja telah lelah saat mengandung kita lemah diatas lemah seperti terkutip dalam sebuah ayat Quran, tetapi ia adalah semuanya bagi manusia dan kemanusiaan, maka wajar saja cinta dan bakti kita kepadanya seperti diamanatkan oleh nabi dalam sabdanya harus tiga kali lebih banyak dibandingkan bakti kita kepada ayah kita. Cinta ibu tidak dapat ditafsirkan karena ia melekat menjadi ruh dan jiwanya, terima kasih cinta sejati.
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar