Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
16.11.11 | Rabu, November 16, 2011 | 0 Comments

Fiqih Plastik

Membaca judul di atas, penulis menduga ‘kuat’ pembaca akan bingung. Seolah-olah penulis ingin membuat fikih baru. Padahal,maksud penulis hanya ingin mengajak kita bersama untuk ‘membincang’ pesan yang disampaikan Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan (BPOM), Husniah Rubiana Thamrin Akib di berbagai media, baik cetakmaupun elektronik, meminta masyarakat agar tidak menggunakan kantung plastik kresek berwarna untuk mewadahi makanan siap santap secara langsung. Alasannya, kantung plastik berwarna, terutama yang hitam, dibuat dengan proses daur ulang dari bahan dasar yang tidak diketahui riwayat penggunaannya. Mungkin saja bekas wadah limbah berbahaya seperti pestisida dan logam berat atau kotoran. Selain itu, proses daur ulangnya juga menggunakan bahan kimia yang beresiko membahayakan kesehatan.



Penulis menegaskan, bahwa opini yang diungkapkan dalam tulisan ini bukanlah hasil analisis yang penulis ciptakan sendiri, tapi lebih didasari atas metode analogi kasus-kasus yang sejenis. Dalam tulisan ini,penulis lebih mengajak kita bersama untukkembali meng-cross check, membaca, dan melihat ruang lingkup kaidah fikih yang bernada “Al-Qadiim Yutraku ‘Ala Qidamihi”– yang lama dibiarkan pada lamanya – dengan kaidah fiqh “Al-Dhararu la Yakuunu Qadiiman” – bahaya yang terjadi tidak dianggap lama terjadinya --. Alasan penulis mengkorelasikan kedua kaidah di atas dengan bahaya plastik kresek adalah, lebihdidasari oleh resiko penggunaan plastik kresek, berdasarkan penelitian para ahli, dapat menimbulkan kanker dan kerusakanginjal, maupun penyakit lainnya tergantung bahan yang dikandung.


Islam sebagai agama yang selalu menjaga manusia dari kemudharatan atau bahaya, baik perorangan maupun masyarakat, tentunya akan memberikan tanggapan positif terhadap permasalahan-permasalahan baru. Dalam menyikapinya, tentunya, harus bisa melihat secara proporsional terhadap urusan agama dan dunia, mengaitkan antara teks dan konteks, serta mengambil posisi tengah dengan tidak menyikapi permasalahan terlalu berlebih-lebihan dan tidak juga terlalu mengabaikan. Dan pada titik inilah konsep fikih maqasidh Syariah akan tercapai. Seperti yang dikatakan Dr. Yusuf Al-Qardhawi di dalam pengantar buku “Dirasah fi Fiqh Maqashid Asy-Syari’ ah” bahwa fikih Maqashid syariah adalah “induk” dari seluruh fikih-fikih yang ada. Karena ia mencakup ke dalam makna, rahasia, dan hikmah yang ada dalam teks, bukan jumud di depan bentuk dan lafazh, dengan melupakan maksud yang ada di belakangnya.


Di dalam islam, cara menentukan hukum, selain berpegang kepada al-Qur’an dan Hadits, juga dapat dilakukan dengan melihat dan merujuk kaidah-kaidah yang dibuat para ulama sebagai metode perumusan hukum. Sudah tentu, kaidah-kaidah tersebut memiliki dasar pengambilan yang bermuara pada al-Qur’ an dan Sunnah. Dan, Penggunaan kedua kaidah di atas sebagai solusi, menurut penulis, merupakan hal yang tepat. KarenaDr. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya “Al-wajiz fi Syarhi al-Qawa’ id al-Fiqhhiyyah fi Asy-Syari’ ah al-Islamiyyah” menjelaskan kaidah “al-Qadiim Yutraku ‘Ala Qidamihi” dengan langsung merujuk ke Majallah al-Ahkam al-Adliyyah pada materi 1224, dengan mengatakan “Yang dianggap pada yang lama berkenaan dengan jalan dan aliran air adalah membiarkan semua ini pada keadaannya yang lama. Karena yang lama tetap pada keadaannya dan tidak berubah kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan pada sebaliknya”.


Artinya, apabila sesuatu dibuat selama ini tidak ada permasalahan yang timbul maka ia dibiarkan. Akan tetapi apabila ada dalil syar’I yang bertentangan dengan yang lama, maka yang diberlakukan adalah yangsesuai dengan yang ada dalilnya. Untuk memperjelas kaidah tersebut, Dr. Abdul Karim Zaidan menampilkan contoh apabila ada rumah memiliki aliran air yang mengalir ke rumah tetangga, di mana airnya telah mengalir dalam waktu yang tidak diketauhi, dan aliran air itu telah lama adanya. Maka tetangga itu tidak berhak untuk melarangnya.


Akan tetapi, kaidah tersebut dibatasi oleh kaidah “Al-Dhararu la Yakuunu Qadiiman”. menurut Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah dalam materi nomor 1224, “Sedangkan yang lama yang bertentangan dengan syariat Islam, maka ia tidak dianggap”. Maksudnya, jika sesuatu yang diberlakukanitu tidak disyariatkan pada aslinya, maka ia tidak dianggap sekalipun telah lama adanya karena bertentangan dengan syari’at. Bahkan ia harus dihilangkan apabila di dalamnya terdapat sesuatu yangmembahayakan. Contoh yang sering digunakan untuk memperjelas ini, apabila rumah memiliki saluran air kotor ke jalan raya – sekalipun air itu telah lama adanya –akan tetapi ia membahayakan bagi para pejalan, maka bahaya itu harus dihilangkan dan keberadaaannya sejak lama tidak dianggap. Intinya, segala yang menimbulkan bahaya atau kemudharatan bagi khalayak harus dihilangkan (Al-Dhararu Yuzaalu).


Di sini, penulis senada dengan Dr. Abdul Karim Zaidan yang berpendapat, bahwa bahaya yang bersifat umum hendaknya lebih utama dianggap sebagai bahaya yangmutlak, sehingga harus dihilangkan, sekalipun telah lama adanya. Karena merujuk pada firman Allah SWT., “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membuat kerusakan”. (QS. Al-Qoshosh: 77) dan sabda Rasulullah SAW., “Tidak boleh memberi mudharat kepada orang lain dan tidak boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan lain di dalam Islam”. (HR. Malik, Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni)Dari pemahaman kedua kaidah di atas, penulis berasumsi bahwa penggunaan plastik kresek pada makanan yang siap santap tanpa ada lapisan harus segara ditinggalkan, karena bisa memberi dampaknegatif bagi khalayak umum. Sedangkan solusinya, jika ingin aman dan jauh dari memberi kemudharatan bagi orang lain caranya harus dengan dilapisi atau dibungkus terlebih dahulu dengan bahan yang aman seperti daun, kertas atau menggunakan kotak.Sekalipun, hingga kini belum ada pengaduan atau keluhan mengenai gangguan kesehatan akibat penggunaan kantung kresek sebagai wadah makanan. Akan tetapi, lebih baik untuk berhati-hati. Karena dalam kaidah fikih yang telah disusun para ulama mengatakan, “Dar’ u Al-Mafasid Awla Min Jalbi al-Mashalih” – Menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemashalatan – . Meskipun kaidah ini sering digunakan ketika sudah jelas ada kerusakan, akan lebih baik juga digunakan sebagai ‘jalan’ untuk berhati-hati sebelum bahaya atau kerusakan itu datang. Karena penelitian yang dilakukan ahli kesahatan dan gizi tidak mungkin dilakukan dengan tanpa adabukti-bukti yang nyata.Klimaksnya, sudah saatnya kita menggunakan lapis pada makanan yang siap santap sebelum dimasukkan ke dalamplastik kresek. Karena menjaga kesehatan jauh lebih baik dan lebih murah dari mengobati sakit yang ditimbulkan oleh plastik kresek. Dan, sangat layak bagi kita merenungkan firman Allah, “Dan janganlahkamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah: 195)

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar