"Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?" (QS. Az-Zumar : 9).
Sejak membaca perintah iqra yang merupakan firman pertama Allah pada Manusia Agung, Muhammad SAW, saya terpancing untuk mencari-cari alasan kenapa pada bagian akhir ayat pertama, alladzi khalaq dan juga ayat kedua khalaqalinsana min 'alaq terdapat di antara ayat-ayat yang menjelaskan tentang membaca dan dampaknya, berilmu.
Kenapa proses penciptaan berada di tengah-tengah pembahasan mengenai ilmu dalam kaitannya kebiasaan membaca? Apa rahasia di balik ini semua?Lama saya berpikir. Rasa keingintahuan saya saat itu benar-benar besar. Saya berusaha mencari-cari jawabannya hingga akhirnya Buya Hamka memberikan jawaban dalam tafsir Al-Azharnya.
"Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta." (Ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu "bacalah", telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
Yaitu "Menciptakan manusia dari segumpal darah." (Ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari manisi laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).Beliau kemudian menambahkan penafsiran Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat kedua tersebut,
"Yaitu Allah yang Mahakuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadits yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saatitu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yangpenting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelaktidak lain ialah dengan nama Allah jua.
"Begitulah jawaban beliau atas pertanyaan saya, hingga saya akhirnya tahu bahwa ada satu hikmah besar kenapa Allah meletakkan penjelasan mengenai penciptaan tersebut di antara ayat-ayat yang berbicara mengenai ilmu :
1. Manusia Diciptakan dari Sesuatu Yang Hina. Kegiatan "Membaca" akan menaikkan derajatnya!Ya, manusia diciptakan dari sesuatu yang hina, air mani. Kegiatan membaca akan menaikkan derajatnya, karena dengan membacalah, baca kembali ayat ketiga-keempat-kelima, seseorang akan dibimbing Allah untuk dapat mengetahui apa yang ia belum tahu sebelumnya.
Mari sejenak kita kembali pada masa dimana saat itu kita belum bisa membaca (tidak mengapa jika kali ini kita mengkhususkan kata-kata membaca pada pembacaan teks). Apa yang kita ketahui? Apakah sama ketika kita telah bisa membaca? Tentunya berbeda bukan?Karena itulah, Allah berfirman dalam ayat pembuka tulisan ini, dengan menjelaskan bahwa tidaklah mungkin sama orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu. Artinya, tidaklah sama orang yang telah membaca dengan orang yang belum membaca. Karena dengan membaca, kita akan tahu. Dengan pengetahuan, derajat kita akan ditinggikan dari mereka yang belum tahu.
2. Agar Manusia Sadar, bahwa, Betapa pun Tingginya Ilmu Mereka (Karena Membaca), Hal Itu Tetap dengan Iradat Allah!Saat ini, seringkali kita mendapatkan orang-orang yang pintar namun 'sepertinya' lupa pada Siapa yang membuatnya pintar. Mereka bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya. Bagaikan Bani Israil yang lupa akan nikmat-nikmat Tuhannya.Saya tidak akan bermain-main dengan contoh dalam hal ini. Saya hanya ingin mengingatkan diri saya sendiri, mudah-mudahan juga dapat berbagi pada Anda semua, bahwa, kembali pada poin pertama, kita ini bukanlah siapa-siapa. Kita hanyalah makhluk yang hina yang tidak akan menjadi apa-apa tanpa diri-Nya, tanpa iradah-Nya, tanpa kekuasaan-Nya.Maka meminjam kata yang menjadi salah satu sya'ir dari lagu Ebiet G. Ade, "Jangan sampai membuat Allah bosan terhadap tingkah laku kita!
"Aha, semua memang berawal dari membaca. Kita menjadi mulia, itu berawal dari membaca. Kita menjadi congkak, pun, dapat terjadi karena membaca (dengan tuntunan yang salah), maka marilah kita ber-iqra' atas nama Rabb yang telah menciptakan!
Sejak membaca perintah iqra yang merupakan firman pertama Allah pada Manusia Agung, Muhammad SAW, saya terpancing untuk mencari-cari alasan kenapa pada bagian akhir ayat pertama, alladzi khalaq dan juga ayat kedua khalaqalinsana min 'alaq terdapat di antara ayat-ayat yang menjelaskan tentang membaca dan dampaknya, berilmu.
~Ayat pertama bagian pertama, menjelaskan tentang kewajiban membaca atas nama Allah (Iqra' bismirabbik).~Sedangkan bagian kedua, menerangkan tentang Allah yang menciptakan (alladzi khalaq).~Ayat kedua menerangkan tentang proses penciptaan (khalaqal insana min 'alaq).~Ayat ketiga, lagi-lagi menjelaskan kewajiban membaca dengan tetap berada di bawah kekuasaan Allah (Iqra' wa rabbukal akram).~Ayat keempat menjelaskan tentang proses Allah mengajarkan manusia melalui qalam (Alladzi 'allama bil qalam).
~Ayat kelima, hasil dari itu semua atau dampaknya tentu saja menjadikan kita yang belum tahu menjadi tahu ('Allamal insana ma lam ya'lam).
Kenapa proses penciptaan berada di tengah-tengah pembahasan mengenai ilmu dalam kaitannya kebiasaan membaca? Apa rahasia di balik ini semua?Lama saya berpikir. Rasa keingintahuan saya saat itu benar-benar besar. Saya berusaha mencari-cari jawabannya hingga akhirnya Buya Hamka memberikan jawaban dalam tafsir Al-Azharnya.
"Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta." (Ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu "bacalah", telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
Yaitu "Menciptakan manusia dari segumpal darah." (Ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari manisi laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).Beliau kemudian menambahkan penafsiran Syaikh Muhammad Abduh dalam menafsirkan ayat kedua tersebut,
"Yaitu Allah yang Mahakuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadits yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saatitu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yangpenting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelaktidak lain ialah dengan nama Allah jua.
"Begitulah jawaban beliau atas pertanyaan saya, hingga saya akhirnya tahu bahwa ada satu hikmah besar kenapa Allah meletakkan penjelasan mengenai penciptaan tersebut di antara ayat-ayat yang berbicara mengenai ilmu :
1. Manusia Diciptakan dari Sesuatu Yang Hina. Kegiatan "Membaca" akan menaikkan derajatnya!Ya, manusia diciptakan dari sesuatu yang hina, air mani. Kegiatan membaca akan menaikkan derajatnya, karena dengan membacalah, baca kembali ayat ketiga-keempat-kelima, seseorang akan dibimbing Allah untuk dapat mengetahui apa yang ia belum tahu sebelumnya.
Mari sejenak kita kembali pada masa dimana saat itu kita belum bisa membaca (tidak mengapa jika kali ini kita mengkhususkan kata-kata membaca pada pembacaan teks). Apa yang kita ketahui? Apakah sama ketika kita telah bisa membaca? Tentunya berbeda bukan?Karena itulah, Allah berfirman dalam ayat pembuka tulisan ini, dengan menjelaskan bahwa tidaklah mungkin sama orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu. Artinya, tidaklah sama orang yang telah membaca dengan orang yang belum membaca. Karena dengan membaca, kita akan tahu. Dengan pengetahuan, derajat kita akan ditinggikan dari mereka yang belum tahu.
"Allah akan meninggikan orang-orang yangberiman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu, beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah : 11).
2. Agar Manusia Sadar, bahwa, Betapa pun Tingginya Ilmu Mereka (Karena Membaca), Hal Itu Tetap dengan Iradat Allah!Saat ini, seringkali kita mendapatkan orang-orang yang pintar namun 'sepertinya' lupa pada Siapa yang membuatnya pintar. Mereka bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya. Bagaikan Bani Israil yang lupa akan nikmat-nikmat Tuhannya.Saya tidak akan bermain-main dengan contoh dalam hal ini. Saya hanya ingin mengingatkan diri saya sendiri, mudah-mudahan juga dapat berbagi pada Anda semua, bahwa, kembali pada poin pertama, kita ini bukanlah siapa-siapa. Kita hanyalah makhluk yang hina yang tidak akan menjadi apa-apa tanpa diri-Nya, tanpa iradah-Nya, tanpa kekuasaan-Nya.Maka meminjam kata yang menjadi salah satu sya'ir dari lagu Ebiet G. Ade, "Jangan sampai membuat Allah bosan terhadap tingkah laku kita!
"Aha, semua memang berawal dari membaca. Kita menjadi mulia, itu berawal dari membaca. Kita menjadi congkak, pun, dapat terjadi karena membaca (dengan tuntunan yang salah), maka marilah kita ber-iqra' atas nama Rabb yang telah menciptakan!
Komentar [area]:
0 Comment [area]:
Posting Komentar