Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
5.7.11 | Selasa, Juli 05, 2011 | 0 Comments

CARA INSTAN MENUJU ALLAH SWT


Apa yang menyebabkan kita dekat dengan Allah SWT? Jawabannya adalah ketika kita berhasil membunuh egoisme. Sebaliknya, jika kita membesar-besarkan ego, maka kita makin jauh dari Allah SWT. Itulah yang disebut syirik : membesarkan egoisme.
Sesungguhnya, Allah SWT ada di dalam hati kita. Allah SWT bersemayam dalam hati setiap manusia. Namun, kehadiran-NYA sering kita tutupi dengan mengumbar nafsu dan egosime. Akibatnya akses kepada Allah SWT tidak berjalan dengan baik sehingga tidak memberikan dampak pada kualitas kehidupan kita.
Dalam Al-Quran disebutkan, bahwa Allah SWT tidak menciptakan dua hati di dalam rongga dada manusia. Allah SWT menciptakan satu hati. Jika hati diisi dengan duniawi, mengumbar egoisme, berarti tidak ada tempat bagi Allah SWT. Lebih buruk dari itu, egoisme adalah sumber segala penyakit hati (sombong, hasad, adu domba, bakhil, dsb) yang akan memutus hubungan antara manusia dengan Sang Khaliq. Maka tak heran jika para sufi mengatakan, puncak hubungan tertinggi dengan Allah SWT adalah ketika kita mencapai fana. Fana terjadi ketika manusia mampu menurunkan egoisme yang kemudian menyebabkan kita dekat (bersatu kembali) dengan Allah SWT.

Bagaimana mengatasi egoisme?
Musuh egoisme itu adalah berkorban dan memberi. Dengan demikian, hanya ada satu cara untuk mengatasi egoisme dan memberikan ruang untuk kehadiran ALLAH SWT dalam hati kita yaitu dengan ’memberi’. Islam menegaskan bahwa kita tidak akan mencapai kebaikan kecuali kita berinfak. Dalam Al-Quran dikatakan, wa aatal maala ‘ala hubbihi, memberikan harta yang kita cintai. Bukan sekedar berbagi dengan kelebihan harta yang sedikit. Jadi resep satu-satunya adalah memberi dari apa-apa yang kita cintai. Munculnya perasaan eman-eman (setengah hati) dalam memberi berarti kita belum mancapai tahapan ’memberi yang kita cintai’.
Ketika Rasulullah SAW ditanya wa maa anfaqu (apa yang kamu infakkan)? Allah SWT mengajarkan kepada Rasulullah dengan mengatakan al-‘afwuAl-afwu adalah kelebihan dari kebutuhan kita. Semua kelebihan harta dari kebutuhan kita, harus diberikan kepada orang lain.
Dalam Al-Quran, Allah SWT selalu menyandingkan shalat dengan memberi (infak). Shalat itu tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan aktivitas memberi. Dalam perspektif yang lebih dalam, shalat dikategorikan batal jika tidak memberikan dampak sosial.
Kisah fenomenal dalam pengorbanan adalah pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Bayangkan, dalam satu riwayat, umurnya sudah mencapai 80 tahun dan belum dikaruniai anak. Ketika mendapatkan anak, kemudian Allah SWT memerintahkan agar anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya tersebut disembelih. Dan perintah itu pun dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS. Adakah pengorbanan yang lebih besar dari itu? Atas sebab pengorbanan tersebut, Nabi Ibrahim dijadikan sebagai orang yang ’hanif’, yaitu manusia yang punya kecenderungan bersatu kepada Allah SWT.
Hal ini membuktikan bahwa Nabi Ibrahim tidak hanya mengamalkan tauhid dalam arti literal, tetapi Nabi Ibrahim telah mencapai derajat takwa yang tinggi. Dalam Al-Quran disebutkan, berkaitan dengan ibadah kurban, ‘daging dan darah yang kita sembelih tidak akan sampai kepada Allah SWT kecuali takwa’. Terjemahan arti takwa yang paling tepat adalah kesadaran akan Allah SWT di mana pun kita berada, sehingga kita akan selalu berbuat sesuatu yang menyenangkan Allah SWT.
Namun, dorongan egoisme dengan mengumbar nafsu yang pada akhirnya membuat hati penuh dengan urusan duniawi menjadikan kesadaran akan kehadiran Allah SWT menjadi tumpul. Di dunia ini sebetulnya kita hidup sebagai percikan ruh Allah SWT yang dibungkus oleh fisik. Dan pembungkusan fisik ini membuat kita lupa bahwa soulmate kita adalah Allah SWT. Maka ketika di dunia ini, kita jauh dari Allah SWT, kita masih bisa tidak merasakan kesedihan. Tapi jika kelak kita hidup di alam barzah dan kita merasa jauh dari ALLAH SWT, maka kesedihan yang mendalam akan muncul. Kemudian ketika kita berada di akhirat, dengan kehidupan sepenuhnya ruhani yang secara otomatis menyadarkan kita bahwa soulmate kita adalah Allah SWT, kita baru ingat bahwa kekasih kita sesungguhnya adalah Allah SWT. Namun ketika kita di akhirat dan mendapatkan kenyataan bahwa Allah SWT jauh dari kita, maka itulah sesungguhnya neraka.
Menurut terjemahan kaum sufi, neraka adalah kondisi dimana manusia dirundung kesedihan yang amat mendalam karena merasa jauh dari Allah SWT, sedang surga itu menyatunya kita dengan Allah SWT. Ketika Allah SWT mengatakan,wahushshila maa fishshudur, akan diungkap semua yang ada di dada, dan diantara yang akan diungkap Allah SWT adalah bahwa kekasih kita itu adalah Allah SWT.
Akhirnya, agar kita bisa hidup bahagia di dunia, di alam barzah dan akhirat, maka cara praktisnya adalah dengan cara menjaga kedekatan kita dengan Allah SWT. Di dunia akan bahagia, di barzah kita lebih bahagia, dan di akhirat kita akan mendapat kebahagiaan tertinggi karena kita akan terus bersatu dengan kekasih kita yaitu Allah SWT. Dan satu-satunya jalan agar kita dekat dengan kekasih kita Allah SWT adalah dengan memberikan harta yang kita cintai. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar