Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
About me Facebook Page Facebook Grup
Eramuslim Hidayatullah Arrahmah Voa Islam Underground Tauhid Khilafah.com Jihadwatch.org Islamcity.com
Jurnal Haji MakkahTv live Wisata Haji Media Haji Spirit Haji
Digital Haji Streaming Software Alharam-Nabawi Ceramah kristolog Ceramah Yahya waloni Purgatory: Beauty Lies Beneath Hiphop Native Deen Dialog Muallaf-Murtad Kajian Islam-kumpulan hadits qudsi DOWNLOAD GRATIS EBOOK ALQUR'AN DAN KITAB-KITAB PENGARANG TERKENAL FREE DOWNLOAD EBOOK KRISTOLOGI
Fakta [area] Kisah [area] Kritisi [area] Motivasi [area] Mukhasabah [area] Muslimska [area] Sejarah [area] Puisi [area] Samara [area]
6.5.11 | Jumat, Mei 06, 2011 | 0 Comments

Memproposionalkan Cinta

Memproposionalkan CintaTahukah Anda bagaimana cara mengukur besarnya rasa cinta Anda terhadap suatu subjek atau objek? Adakah alat untuk mengukurnya secara pasti? Pertanyaan pertama masih mungkin bisa kita jawab, namun pertanyaan kedua hampir mustahil jawabannya ada. Karena memang cinta adalah aktifitas hati, jiwa dan pikiran seorang manusia dan mahluk hidup lainnya yang hampir mustahil diukur kadar dan kualitas nya dengan dengan suatu alat.
Ada lagi pertanyaan yang lebih penting lagi, yaitu tahukah Anda konsekwensi dari mencintai sesuatu bagi kehidupan Anda di dunia saat ini dan kehidupan setelah dunia ini?.
Pertanyaan ini sebenarnya untuk diri saya sendiri, karena saya kerap melihat dan mengalami kompleksitas rasa ini. Cinta? Suatu rasa yang tak nampak namun mempunyai efek yang luar biasa dalam hidup dan kehidupan seseorang. Dalam tulisan ini saya sungguh-sungguh mengajak pembaca untuk sama-sama merenunginya agar kita mampu menyikapi rasa ini dengan tepat.
Cinta menurut Ibnu Qayyim Al Jawziyyah.
“Tidak mungkin cinta didefinisikan secara lebih jelas kecuali dengan cinta lagi. Definisi cinta adalah wujud cinta itu sendiri. Cinta tidak dapat digambarkan lebih jelas dari pada apa yang digambarkan oleh cinta lagi”, kata Ibnu Qayyim dalan Madarij Al Salikin.
Cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Tetapi menurut Ibnu Qayyim, cinta dapat dirumuskan dengan memperhatikan turunan kata cinta, mahabbah, dalam bahasa arab. Mahabbah berasal dari kata hubb. Ada lima makna untuk kata hubb :
  1. Al shafa wa al bayaah, putih bersih.
  2. Al ‘uluww wa al zuhur, tinggi dan tampak
  3. Al luzum wa al tsubut, terus menerus dan menetap
  4. Lubb, inti atau sari pati sesuatu
  5. Al Hafizs wal imsak, menjaga dan menahan.
Demikian yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Rindu Rasul.
Dari lima makna tersebut saya ingin mengajak diri saya sendiri dan Anda untuk mengukur kecintaan kita pada subjek / objek dengan makna-makna tersebut.
Pertama, putih bersih melambangkan ketulusan, kejujuran dan kesetiaan. Sudahkah hal ini Anda miliki dalam menyinta?
Kedua, tinggi dan nampak, menempatkan subjek / objek yang dicintai pada “tempat yang tinggi” dan menampakannya dalam dalam bentuk sikap dan perlakuan kita kepada yang kita cintai, sehingga akan lebih mengutamakan kehendak atau kepentingan yang kita cintai dari pada kepentingan kita sendiri.
Ketiga,terus menerus dan menetap,tidak mau berpisah atau jauh dari kekasih.
Keempat, inti atau sari pati sesuatu, inti adalah yang paling berharga, kesediaan “pecinta” untuk memberikan apa yang paling berharga yang dimilikinya untuk yang dicintainya.
Kelima, menjaga dan menahan, berusaha menjaga, memelihara dan mempertahankan kecintaannya.
Demikian ukuran besarnya cinta kita pada sesuatu, semakin mendekati lima makna tersebut maka cinta kita semakin besar. Siapa atau apakah yang paling Anda cintai dalam hidup ini? Seberapa besar cinta Anda kepadanya? Kepada siapakah hendaknya kita memberikan cinta terbesar kita?

                        …………………………………………………………


Pada zaman Rasulullah saww, pada suatu hari seorang Arab dari dusun datang ke masjid Nabi, beberapa saat sebelum shalat didirikan. Ia menyeruak, memotong barisan, mendekati Nabi saw. Beliau sedang bersiap-siap untuk sholat. Dengan berani arab dusun tersebut bertanya, “Ya Rasulullah, kapan kiamat terjadi?” Anas bin Malik, yang melaporkan peristiwa ini kepada kita berkata,”Kami takjub ada orang dari dusun bertanya kepada Nabi Saw.” Rasulullah Saw melakukan sholat tanpa menjawab pertanyaan itu. Usai sholat, beliau menghadap kepada jamaahnya, “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat itu?”. Orang dusun itu berkata, “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah bertanya,”Apa yang sudah kamu persiapkan buat hari kiamat?”. Mendengar pertanyaan Nabi saw itu seluruh keberaniannya hilang. Ia menundukkan kepalanya. Ia bergumam: “Demi Alloh, aku tidak mempersiapkan amal yang banyak, tidak sholat yang banyak dan tak puasa yang banyak. Tetapi saya mencintai Alloh dan Rasul-Nya”. Kemudian Nabi saw bersabda, ”Innaka ma’a man ahbabta!”. (Engkau bersama orang yang engkau cintai). Seperti tanaman yang baru disiram air, orang Arab dusun itu bangkit dengan suka cita. Para sahabat lain merasa bahwa mereka pun seperti dia. Mereka tidak punya bekal yang cukup untuk hari kiamat selain kecintaan kepada junjungan mereka, Rasulullah saw. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ucapan engkau itu hanya berlaku buat dia?”. Tidak, kata Nabi saw, ia berlaku untuk kalian dan umat sepeninggal kalian. Kata Anas : Belum pernah aku melihat sahabat Nabi saw teramat gembira seperti pada waktu itu. (Demikian yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Rindu Rasul.)
Sabda Rasulullah saw bahwa seseorang akan bersama yang dicintainya pada hari akhir saya yakini kebenarannya. Awalnya timbul pertanyaan bagaimana saya bisa mencintai Rasulullah saw, padahal pengenalan saya terhadap Rasulullah saw sangat minim? Tidak mudah memang, perlu proses! Untungnya saat ini banyak sekali buku-buku tentang sejarah Nabi Muhammad Saw, sebagai langkah awal yang mudah ya bacalah sejarah Rasulullah saw secara detail dengan penuh penjiwaan, selami dan resapi, dengan itu pengenalan kita terhadap Rasulullah saw akan lebih komprehensif, banyak bertanya dengan orang yang mumpuni, niatkan untuk mencintai Rasulullah saw. Insya Alloh, cepat atau lambat akan timbul rasa cinta kepada Rasulullah saw dan keluarganya yang mulia.
Lalu apakah dengan demikian (mencintai Rasulullah saw) saya tidak boleh mencintai yang lainnya? Tidak, tidak demikian. Saya meyakini dengan mencintai Rasulullah saw kita akan mampu mencintai segenap yang ada di sekitar kita dengan cinta yang proporsional. Kita akan mencintai orang tua kita dengan tepat, kita akan mencintai pasangan kita dengan dosis dan motivasi yang mulia, kita akan mencintai keluarga, kerabat, lingkungan dan segenap mahluk dengan cinta yang indah penuh keseimbangan dan keharmonisan. Dengan mencintai Rasulullah saw saya yakin kehidupan kita akan semakin berkualitas. Selamat menyelami dan mencintai Rasulullah saw, Anda memasuki zona kemuliaan yang akan mewarnai hidup Anda dengan kebahagiaan.
Kembali pada kekinian kita saat ini. Siapa atau apa yang kita cintai selama ini? Dapatkah yang kita cintai saat ini mampu menghadirkan kebahagiaan dan menghantarkan kita pada kebahagiaan di akhir nanti?
Bagaimana jika yang paling kita cintai saat ini adalah orang tua kita bukan Rasulullah saw? Bagaimana jika yang kita cintai saat ini adalah keluarga kita, anak-anak kita, kerabat dekat kita, pekerjaan kita dan hal-hal lain, bukan Rasulullah saw? Apakah kita salah? Tenang….. tenang ….. tenang…. kalau saat ini Rasulullah saw tidak kita cintai sebagai mestinya Rasulullah saw dicintai, ya sudah belajarlah untuk mencintainya. Dengan mencintai Rasulullah kualitas cinta kepada segenap yang kita cintai saat ini akan meningkat, kualitas cinta yang berkualitas tinggi, cinta terbaik, Insya Alloh.
Demikian….. yuk yuk yuk …. kita sama-sama belajar untuk dapat mencintai Rasulullah saw.

0 Comment [area]:

 
[muslimska]MOONER area © 2010 - All right reserved - Using Copyright: hanya mutlak Punya Allah SWT
WARNING: keseluruhan isi blog ini free copy paste tanpa perlu izin penulis..Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu akbar